04 Juli 2025
19:40 WIB
Melestarikan Eksistensi Tenun Jepara Ala JJC Rumah Jahit
Dari sekadar menyelamatkan ekonomi keluarga, Jihan Astriningtias kini berada di jalur yang tepat untuk mendongkrak pamor Tenun Jepara via JJC Rumah Jahit.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Khairul Kahfi
Jihan Astriningtias (tengah) memperkenalkan fesyen tenun Jepara JJC Rumah Jahit pada Ramadan Fashion Showcase 2025 di Gajah Mada Plaza, Jakarta, Kamis (27/3/2025). Instagram/@jjc_rumahjahit
JAKARTA - Inovasi tiada henti dilakukan pelaku industri fesyen global. Beragam model pakaian kini sudah mulai beredar di pasaran sebagai buah dari ide-ide liar para desainer. Tak terkecuali di Indonesia. Berbagai produk pakaian juga tumpah ruah dijajakan secara offline, melalui platform sosial media, hingga e-commerce.
Seakan tak mau ketinggalan, Jihan Astriningtias pada 2023 ikut meramaikan industri ini, usai mengambil keputusan penting untuk meninggalkan pekerjaan formalnya sebagai jurnalis, Dia bertekad bulat, terjun ke bisnis persandangan.
Darah Jepara dari Ibunda yang mengalir deras di nadi Jihan, membuatnya mengulik lebih jauh soal potensi kearifan lokal dari kawasan yang dijuluki Kota Ukir tersebut.
Pada satu titik, perempuan berusia 24 tahun ini malah menemukan kekhasan baru dari Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Kekhasan baru selain ukiran kayu di Jepara ialah kain tenun yang banyak digarap oleh masyarakat Desa Troso.
"Tenun yang aku pakai ini dari daerah Troso, Jepara. Aku asalnya dari Jepara, tapi desanya di sebelah Troso, di desaku itu Pecangaan itu juga banyak yang menenun," ungkap Jihan saat berbincang dengan Validnews lewat sambungan telepon, Jakarta, Rabu (2/7).
Baca Juga: Kain Tenun Kurang Diperkenalkan Ke Wisatawan Mancanegara
Lewat JJC Rumah Jahit, Jihan bermaksud untuk membuktikan tenun Jepara tak kalah saing dibandingkan dengan kain tenun dari daerah lain, seperti Toraja maupun Sumba.
Melalui jenama itu pula, Jihan berniat mengangkat derajat para pengrajin tenun di Desa Troso sehingga kesejahteraannya bisa ikut naik. Sambil membuka khasanah pertenunan lokal, tenun Jepara bisa ikut menemani Toraja dan Sumba dalam takhta Wastra Nusantara.
"Jadi aku terdorong karena aku orang Jepara, di sana itu ada tenun dan kenapa tidak kita angkat. Dengan begitu kan istilahnya mendukung, support untuk keluarga-keluargaku yang ada di sana yang sekarang penghasilan utamanya juga menenun," sambungnya.
Berawal Dari Ibunda
Lagi, Jihan tak bosan menceritakan perjalanan JJC Rumah Jahit yang tak lepas dari peran besar sang Ibunda. Bahkan, JJC Rumah Jahit mulanya bernama JJ Collection, yakni bisnis butik yang ditekuni ibunda Jihan sejak 2003 silam.
Tetapi sejak awal, sang ibu tak pernah sedikit pun bercita-cita menjadikan JJ Collection jenama besar. Malahan usaha ini dibangun sederhana saja menjadi fondasi perekonomian Jihan sekeluarga.
Di awal berdiri 20 tahunan silam, JJ Collection hanya sekadar toko jahit biasa yang menerima pesanan custom pelanggan dan tidak memiliki model unggulan yang bisa dijadikan sebagai signature.
"Ketika itu nama butiknya JJ Collection, kita juga ada jualan alat-alat jahit gitu dan pada 2003 ibu hanya terima jahit custom aja," ceritanya.
Sejumlah perajin menenun ulos di Desa Meat, Toba, Sumatera Utara, Rabu (28/2/2024). Antara Foto/Erlangga Bregas Prakoso
Setelah sekian lama mengarungi bisnis, sang ibunda mencoba mengepakkan sayap dengan menyediakan fesyen siap pakai berupa produk busana muslim.
Baca Juga: Menjahit Keberlanjutan: Kemenperin Dukung IKM Wastra Nusantara Lewat Edukasi Slow Fashion
Hasilnya memang memuaskan. Sampai pada 2019, JJ Collection mampu meraup omzet sekitar Rp1 miliar. Tapi tetap saja, sang ibunda masih belum punya mimpi membesarkan bisnis, apalagi sampai mejeng di pagelaran fashion show.
Belum sempat merasakan kejayaan lebih lama, pandemi covid-19 memaksa JJ Collection merasakan pahitnya bisnis di 2020. Pendapatan usaha lesu darah. Toko JJ Collection di bilangan Tanjung Priok, Jakarta Utara nihil pengunjung.
"Penurunannya itu luar biasa. Ketika pandemi, ibu yang sebelumnya punya karyawan sampai 14 orang harus cut sampai setengahnya," ucapnya.
Estafet Bisnis, Rebranding
Layaknya bisnis apapun saat pagebluk, JJ Collection pun bernasib sama. Mereka tak bisa berbuat banyak. Kondisinya makin pelik, manakala ibunda Jihan saat itu belum sekalipun mencolek dunia digital, khususnya jual beli secara online.
Bisnis JJ Collection terpuruk cukup lama sampai pada pertengahan 2023, dengan Jihan membulatkan tekad untuk menerima tongkat estafet bisnis dari sang Ibunda.
"Akhirnya di tahun 2023 pertengahan lah aku memutuskan untuk terjun di bisnis ini," tuturnya.
Jihan menyampaikan, melanjutkan bisnis yang sudah ajek selama ini bukan hal mudah, apalagi fase mencocokkan ide dengan perintis lewat perombakan besar JJ Collection.
Salah satu yang vital, menggeser pivot bisnis fesyen segmentasi ibu-ibu berusia 40 tahun ke atas menjadi pasar anak muda. Sementara ibu tetap kukuh pada pendirian menjalani bisnis yang sebatas untuk membuat dapur tetap ngebul.
"Ketika aku brainstorming sama ibu, ternyata kita tidak cocok untuk ide seperti apa, fokus baju seperti apa, itu tidak cocok," tambah Jihan.
Baca Juga: Tren Keberlanjutan Dalam Kerajinan Dan Wastra Nusantara
Tapi pada akhirnya, ibunya mengalah dan memberi restu bagi Jihan untuk melanjutkan bisnis sesuai dengan kehendak. Setelah restu ibu tersalurkan, barulah jalan bagi Jihan mulai terbuka lebar.
"Akhirnya, ibu seperti 'ya sudah ini nantinya juga kamu yang pegang'. Dengan usaha ini, aku buat JJC Rumah Jahit karena waktu kita daftarkan ke HAKI, nama JJ Collection itu sudah ada yang punya," imbuhnya.
Dari situ juga, proses digitalisasi dimulai.
Kala itu, Jihan langsung membuat profil Google Bisnis, sampai membuat akun sosial media JJC Rumah Jahit. Dari sisi konsep, Jihan memutuskan untuk menjual produk fesyen berbasis kain wastra, tepatnya kain tenun dari kampung halaman ibu, Jepara.
"Kalau menetap (di Jepara) tidak pernah, tapi kan rajin bolak balik pulang kampung. Ibu dari Jepara, ayah dari Cirebon," jelas dia.

Sulitnya Digitalisasi Bisnis
Jihan akui, proses membangun ulang bisnis yang dibuat oleh ibu secara digital terjalnya bukan main. Tetapi, jalan seterjal apapun disebutnya bakal dilakoni untuk setidaknya memperkokoh fondasi perekonomian keluarga.
Salah satu kesulitan yang paling berkesan adalah menerapkan proses berjualan secara digital. Dia tak menampik bisnis yang dibangun ibu telat digitalisasi. Bahkan saat pandemi hadir, akses digital tak dilirik sedikit pun.
Kondisinya makin tricky, lantaran Jihan sendiri menyampaikan tak cakap-cakap amat berinternet dan aktif di sosial media. Jadilah keduanya bersama-sama belajar sarana perdagangan era digital dari nol.
"Itu jadi tantangan tersendiri untuk mengenali fitur-fitur di media sosial, lalu mengenali cara berpromosinya seperti apa. Bahkan itu sampai hari ini masih jadi tantangan," ucapnya.
Di samping digitalisasi, sikut-sikutan di rimba industri fesyen online turut dirasakan. Ketika terjun ke dunia digital, Jihan kaget bukan kepalang melihat harga fesyen yang dijual tak sampai Rp100 ribu.
Baca Juga: Tumbuhkan Kecintaan Akan Batik Lewat Inovasi Dan Kreativitas
Dengan hitungan ongkos produksi dan bahan, rasa-rasanya JJC Rumah Jahit tak sanggup membanderol produknya semurah itu. Jika mau membandingkan, harga jual itu baru sekadar modal awal produksi paling mentah.
"Aku tidak bisa menghargai baju aku dengan harga segitu, karena tidak cukup. Untuk misalnya kayak ada yang jual Rp100.000, di aku Rp100.000 itu baru kainnya aja," jabarnya.
Pekerjaan rumah bagi Jihan pun bertambah untuk mengedukasi pasar soal produk yang ia jajakan. Bicara wastra, sangat jarang obrolan mengarah ke Kabupaten Jepara. Dibanding sandang, orang lebih sering membicarakan produk furnitur atau perkayuan dalam sesi obrolan seputar Jepara.
"Sekarang kompetitornya ada banyak, semakin susah untuk menembus pasar, untuk memperkenalkan JJC Rumah Jahit ini apa, produk-produknya apa. Untuk edukasi pasarnya susah menembus gitu," katanya.
Pertenunan Di Kota Ukir
Berdasarkan pengamatannya, ada satu kekhasan kain tenun yang diproduksi di Desa Troso, Kabupaten Jepara, yakni pemanfaatan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) untuk menekan cost produksi. Dengan ATBM, Jihan menyebut harga kain tenun di Jepara bisa lebih terjangkau karena mampu diproduksi dalam jumlah besar.
"Itulah kenapa akhirnya Tenun Jepara bisa dijual dengan harga yang lebih terjangkau, itu salah satunya," sebutnya.
Sejumlah pekerja meggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) untuk memproduksi kain tenun di salah satu tempat produksi Craft Denim Indonesia di Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Senin (12/8/2024). Antara Foto/Harviyan Perdana Putra
Saat ini, Jihan menyebut tenun yang ia gunakan didapatkan dari banyak pengrajin di Desa Troso. Tetapi, ada satu pengrajin mayor yang mengkoordinir para pengrajin untuk menggarap pesanan kain tenun.
Setelah terjun ke industri hilirisasi tenun, Jihan menyadari ekosistem industri tenun di Desa Troso sudah terbentuk cukup apik. Mulai dari koordinator pengrajin, pengrajin tenun, hingga ada tenaga yang bertugas memproses kain tenun pascaproduksi.
"Misalnya aku kerja sama dengan pengrajin A, dia itu dibantu dengan pengrajin yang lebih kecil lagi, ada pengrajin yang membuat pewarnaan, pengrajin yang menenun, lalu juga yang proses setelah bahannya ditenun," terangnya.
Baca Juga: Kiprah Yang Muda Mencintai Wastra
Jihan juga tak bisa seenaknya memesan kain tenun dengan motif sesuai keinginannya. Setiap motif ditentukan oleh pengrajin, kecuali jika pemesanan dilakukan minimum 100 pcs, barulah dia bisa me-request motif.
"Kalau desainnya karena mereka produksi massal, kalau kita mau desain sendiri, kita harus (beli) 100 pcs gitu, ada minimal kuantitas," tutur dia.
Setelah kain tenun siap diolah, barulah Jihan memutar ide yang ada di kepalanya untuk mendesain produk yang akan dicap dengan brand JJC Rumah Jahit.
Kedekatan dengan ibunda sedari kecil secara tak langsung menumbuhkan passion tata busana di dalam diri Jihan. Untuk merancang desain pakaian dari tenun Jepara, dia terus memperhatikan kebiasaan yang dimiliki sang ibu sedari dulu.
"Kalau passion memang aku andalkan dari mama. Tapi memang aku belajar sampai saat ini masih otodidak, hanya melihat mama bagaimana, lalu belajar dari senior-senior lain yang sudah lebih dahulu terjun," sambung Jihan.
Proses Produksi
Kain tenun yang dibeli Jihan dari Kota Ukir tak langsung diolah menjadi pakaian sesuai dengan desain yang telah JJC Rumah Jahit buat. Sebelum digarap, dia melakukan treatment khusus terhadap kain-kain pesanan.
Mengingat ada sifat mudah terurai yang melekat di kain tenun, Jihan harus mencuci terlebih dahulu kain-kain tersebut. Hal ini dilakukan supaya warna produk tidak mudah pudar nantinya.
"Cucinya tidak hanya sekali, kita cuci dan rendam pakai garam dan segala macam sampai warnanya sudah tidak luntur sama sekali," ungkapnya.
Selain mudah terurai dan warna yang berpotensi memudar, Jihan menyebut kain tenun juga punya sifat mudah menyusut. Sehingga setelah proses pencucian, dirinya menyetrika kain tersebut secara saksama supaya meminimalisasi penyusutan.
"Kita setrika, tekan sampai bahannya menyusut ke minimal dia semana gitu, ke titik susut paling kecilnya dia. Setelah itu, baru kita mulai produksi jahit," terang Jihan.
Baca Juga: Museum Tekstil Hadirkan Keindahan Wastra Akulturasi Budaya
Pada proses penjahitan, Jihan juga melapisi kain tenun dengan bahan tricot sutra yang adem, mampu menyerap keringat, ringan, dan meningkatkan kenyamanan pengguna.
Kini, JJC Rumah Jahit tengah meluncurkan inovasi baru dengan memanfatkan kain perca atau limbah kain sisa produksi. Kain-kain perca itu bakal dikombinasikan dengan Tenun Jepara polos tanpa motif.
Kain tenunnya tetap dari Desa Troso, hanya saja kali ini Jihan mencoba untuk memadankan kain perca dengan tenun polos berwarna putih atau hitam.
Langkah tersebut dilakukannya untuk menjalankan komitmen zero waste. Kain-kain perca ini bahkan sudah dikumpulkannya sejak 2024 lalu. Saat ini, produk teranyar itu sudah rampung digarap, tapi masih menunggu waktu untuk peluncuran resmi.
"Mungkin brand-brand lain zero waste dengan cara pakai produk berbahan alami atau misalnya ecoprint, kalau kita zero waste-nya adalah dengan memanfaatkan limbah (perca) untuk dijadikan motif baju produk terbaru kita. Harapannya ini bisa kontinyu," jelas dia.
Berkembang Di Tengah Tekanan
Meski belum kembali ke era keemasan JJ Collection 2019 silam, inovasi teranyar yang Jihan luncurkan jadi bukti JJC Rumah Jahit sudah berada di trek yang tepat untuk menjadi salah satu pemain utama industri fesyen Indonesia.
Beragam model yang JJC Rumah Jahit jajakan dibanderol dengan harga termurah Rp400 ribu dan termahal di kisaran Rp1 juta.
Digitalisasi yang ditempuh Jihan pun tak sia-sia. Sebelum meramaikan platform media sosial dan e-commerce, ceruk pasar JJ Collection hanya di sekitaran Jakarta Utara. Tapi berkat digitalisasi dan keaktifannya mengikuti berbagai pameran, produknya mulai menjamah kota-kota lain, setidaknya di sekitaran Jabodetabek.
Jihan juga menyebut, saat ini tengah mengidentifikasi dan mempelajari peluang ekspor. Pada beberapa kesempatan pameran dan bazar, ada sejumlah customer asing yang tertarik dan akhirnya membeli produk JJC Rumah Jahit.
"Memang ada rencana ke sana (ekspor). Waktu kita pameran di Grand Indonesia itu lebih banyak yang belanja bule. Kalau kita lihat, sepertinya produk kita ini banyak menarik bule dari Eropa, Pakistan, India, dan pasti negara tetangga seperti Brunei Darussalam dan Malaysia," tandasnya.
Sejak rebranding, Jihan mampu meraup omzet di kisaran Rp400 juta dalam setahun. Walau belum menyamai raihan 2019, JJC Rumah Jahit optimistis perbaikan bisnis hanya tinggal menunggu waktu.
"Kalau boleh dibilang... kesannya setelah rebranding justru penurunan (bisnis). Tapi, kita lebih ke berusaha keluar (dari dampak pandemi). Jujur aja, ya kita masih belum bisa sampai pendapatan kita di tahun 2019," sambung Jihan.'
Meski perjalanan tak selalu mulus, Jihan pede berbisnis di sektor fesyen akan selalu menjanjikan. Sama dengan bisnis lain, pelakunya harus memutar otak untuk mencari solusi dan peluang di tengah jalan yang terjal dan berliku.
"Setiap bisnis ada tantangannya. Tapi untuk apakah worth it atau enggak, menurut aku (fesyen) tetap worth it sih kalau kita sudah memahami pasar seperti apa," pungkas Jihan.