25 Februari 2025
14:12 WIB
Kain Tenun Kurang Diperkenalkan Ke Wisatawan Mancanegara
Cita Tenun Indonesia (CTI) menilai keunikan dari kain-kain wastra seperti tenun yang memiliki keindahan mulai dari teknik pembuatan hingga tiap cerita yang diangkat pengrajin, kurang diangkat.
Sejumlah perajin menenun ulos di Desa Meat, Toba, Sumatera Utara, Rabu (28/2/2024). Antara Foto/Erla ngga Bregas Prakoso
JAKARTA - Cita Tenun Indonesia (CTI) menilai, kain tenun tradisional kurang diperkenalkan kepada wisatawan mancanegara. Padahal tenun lokal bisa menjadi daya tarik tersendiri, baik produk maupun proses pembuatannya.
"Kita harus mengajarkan pada mereka bahwa ini (tenun) adalah harta berharga kita, kalau anda sudah tidak memberikan perhatian, selesai sudah," kata Pengurus CTI Bidang Pengendali Mutu, Sjamsidar Isa, dikutip dari Antara, Selasa (25/2).
Wanita yang akrab disapa Tjammy itu menilai industri fesyen Indonesia masih kalah saing dengan negara lain seperti Amerika Serikat, Eropa, China, Korea Selatan dan Jepang. Salah satu penyebabnya, kurang diangkatnya keunikan dari kain-kain wastra seperti tenun yang memiliki keindahan mulai dari teknik pembuatan hingga tiap cerita yang dituangkan pengrajin dalam setiap untaian benang.
Pada kain tenun sendiri, katanya, ada beragam teknik yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Sebut saja seperti kain tenun Sobi yang berasal dari Sulawesi. "Seperti Sobi di Sulawesi, milik masyarakat Bugis ya itu, di tempat lain paling tidak belum kami temukan (teknik serupa). Belum lagi kalau melihat ke arah timur, Flores, itu kan luar biasa," ucap dia.
Ia melanjutkan, jenis dari kain tenun sendiri sangat banyak dan berbeda satu sama lainnya. Perbedaan itu bisa diciptakan karena adanya pengaruh dari budaya lokal setempat.
Hal ini berbanding dengan industri fesyen yang ada di Jepang. Ia bercerita ketika ingin membeli sebuah kain di salah satu daerah di sana, penjualnya memberikan harga yang amat sangat mahal sebagai bentuk penghargaan dan rasa bangga terhadap kain tradisionalnya.
"Jadi ya boleh dikatakan, kasarnya seperti mereka bicara yang enggak punya uang enggak usah beli deh. Mungkin ke situ ya, tapi mereka sangat bangga dengan produk lokalnya," ujar Tjammy.
Tjammy menilai kondisi tersebut sangat disayangkan mengingat saat ini masyarakat khususnya yang berasal dari generasi muda mulai gemar mengenakan wastra sebagai bagian dari gaya berpakaiannya sehari-hari, misalnya seperti pakaian pergi ke kantor.
Menurutnya tren pemakaian wastra seperti tenun semakin positif. Banyak orang juga memamerkan tenun di berbagai platform media sosial seperti Instagram dan Facebook.
Tjammy mengatakan, dengan banyaknya kolaborasi antara CTI dengan desainer-desainer Tanah Air, diharapkan dapat makin memperkenalkan keunikan tenun. Sekaligus jadi cara untuk mengajak generasi muda melestarikan kain-kain tradisional, sehingga tidak akan hilang ditelan zaman.
Dengan menjadikan tenun sebagai bagian dari suatu produk fesyen, secara tidak langsung para desainer mengajarkan generasi muda untuk bangga dan mencintai budaya lokal, menjaga peninggalan leluhur dan masif melakukan sosialisasi kepada pihak lain.
Di sisi lain, ia menyebut pemerintah dapat ikut memberikan pendampingan pada pengrajin tenun di daerah agar para pengrajin dapat lebih cepat dan mudah mengikuti tren industri fesyen saat ini serta kebutuhan di pasaran.