c

Selamat

Jumat, 7 November 2025

KULTURA

15 Juli 2025

20:17 WIB

Berharap Padel Tak Sekadar Olahraga FOMO

Belakangan, banyak orang menjajal olahraga padel meski sekadar ikut-ikutan karena sedang tren. Di sisi lain, ada harapan agar padel tidak hanya menjadi olahraga FOMO. 

Penulis: Gemma Fitri Purbaya, Annisa Nur Jannah

Editor: Novelia, Satrio Wicaksono,

<p>Berharap Padel Tak Sekadar Olahraga FOMO</p>
<p>Berharap Padel Tak Sekadar Olahraga FOMO</p>

Sejumlah pegiat olahraga padel antusias didalam lapangan indoor Republic Padel TB Simatupang, Tanjun g Barat. Validnews/Hasta Adhistra Ramadhan

JAKARTA - TAK! TAK! TAK! Suara ayunan raket terdengar di area lapangan, menyambut bola yang meluncur dengan cepat, mengembalikannya kembali ke daerah lawan. Begitu seterusnya, sang lawan kembali memukul, memantulkan bola ke arah yang tak terjangkau pemain. 

Permainan itu disambut riuhnya sorai penonton. Rata-rata pemain dan penonton sama-sama berusia muda.

Ya, belakangan padel menjadi olahraga yang digandrungi banyak orang. Seiring dengan itu, satu per satu lapangan padel bermunculan, baik outdoor maupun semi indoor.

Melihat sesuatu yang baru, unik, dan ramai diperbincangkan, orang-orang jadi FOMO (Fear Of Missing Out), berbondong-bondong menjajal olahraga ini. Apalagi, banyak selebritas yang mengunggah keseruannya bermain padel di media sosial. 

Salah satunya, Hevy (29), karyawan swasta di bilangan Jakarta Selatan. Selain coba-coba, cara bermain dan teknik olahraga padel juga tidak asing buat kebanyakan orang.

"Main padel itu seru, apalagi udah nggak asing sama olahraga pukul bola kayak bulutangkis dan pingpong. Jadi, bekal untuk main padel udah ada, tinggal disesuaikan saja dengan cara memukulnya, cara pegang raketnya, hal-hal teknis gitu sih," cerita Hevy pada Validnews.id, Senin (14/7).

Meski sudah beberapa kali bermain padel, namun dia belum begitu yakin apakah olahraga ini akan dijadikan aktivitas rutinnya. Alasannya didasarkan besarnya biaya yang dikeluarkan. Tidak dimungkiri memang, untuk menyewa lapangan padel perlu merogoh kocek, sekitar Rp300-Rp500 ribu per jam. Harga tersebut belum termasuk harga sewa raket padel.

"Itu cuma niatan (menjadikan padel olahraga rutin) karena realitasnya sewa lapangan padel tuh mahal banget. Jadi kayaknya enggak dulu deh untuk jadiin padel sebagai olahraga rutin," ucap Hevy.

Soal besarnya biaya sehingga lebih tepat dijadikan sebagai olahraga hobi, pun diamini Vincent (31). Namun, dia berpendapat, wajar jika agak pricey karena memang ini menjadi sesuatu yang baru dan masih hype.

Berawal dari ajakan teman, sampai saat ini Vincent keranjingan bermain.

Dibandingkan olahraga lainnya, padel dirasa lebih menyenangkan karena tidak terlalu banyak aturan dan learning curve-nya sangat landai. Buat para pemula, olahraga ini menjadi sangat mudah.

"Tapi kalau buat yang mau lebih serius, teknik-tekniknya juga banyak. Jadi (padel) benar-benar mengakomodasi semua level (permainan)," ungkap Vincent, Minggu (13/7).

Sebagai pemula, awalnya dia kesulitan mencari teman bermain, sampai pada akhirnya tercetuslah membuat klub padel bernama PADELari. Klub tersebut menjadi wadah bagi mereka yang ingin mencoba bermain padel atau takut mencoba karena tidak memiliki teman.

Dari hanya lima orang, sekarang klub mereka telah memiliki 281 anggota. Vincent dan kawan-kawan percaya, padel bukan hanya sekadar olahraga, melainkan juga sarana sosialisasi yang menyenangkan dan inklusif.

"Fokus utama kami adalah menciptakan ruang bermain yang ramah, fun, dan terbuka untuk semua level, termasuk mereka yang baru pertama kali mencoba padel. Jadi, bisa bertemu teman baru dalam suasana yang santai, tetapi tetap kompetitif," bebernya.

Baca juga: FOMO: Kecemasan Yang Menggerakkan Konsumerisme Dan Globalisasi Budaya

Efek Media Sosial
Melihat hal ini, pengamat gaya hidup Meliza Tirtadjaya mengatakan, tren padel di Indonesia saat ini merupakan fenomena multidimensional. Pasalnya, padel tidak dilihat sebatas olahraga, tetapi menyatu dengan gaya hidup urban modern yang memiliki peluang ekonomi kreatif. 

Mulai dari kehadiran lapangan-lapangan padel baru, perlengkapan untuk padel, sampai pakaian khusus. Belum lagi, kalau ada kantin atau kafe yang berada di sekitaran lapangan padel. Mau tidak mau, pasti akan merasakan dampak ekonominya juga.

"Padel populer karena sederhana tetapi seru, bersifat sosial, dan didukung influencer dan selebritas, serta fasilitas yang modern. Ini bukan cuma olahraga, tetapi bagian dari tren gaya hidup generasi urban," kata Meliza pada Senin (14/7).

Dia mengamini, media sosial merupakan pemicu utama yang memopulerkan olahraga padel. Jika melirik laporan We Are Social pada Januari 2025, ada sekitar 143 juta identitas pengguna media sosial di Jakarta, sehingga cukup mudah untuk menjangkau semua kalangan. 

Bahkan, bisa dikatakan, media sosial adalah motor utama yang mempercepat transformasi padel dari olahraga menjadi simbol status dan gaya hidup masyarakat urban. Di media sosial, padel berperan sebagai cerminan tren, panggung eksistensi, dan katalis pembentukan komunitas. Artinya, padel lebih dari sekadar olahraga.

Dari sana, muncullah FOMO olahraga padel. Sekarang, banyak yang melakukan olahraga tersebut hanya sekadar ikut-ikutan tren, agar tidak ketinggalan zaman. 

Menurut Meliza, hal ini sah-sah saja. Popularitas padel di Indonesia pada fase awal memang dipicu oleh dorongan sosial dan eksistensi. Namun, seiring berjalannya waktu, motivasi seseorang bermain padel dapat berubah.

"Pada fase awal, tren padel sangat dipicu oleh social pressure, tetapi makin ke sini mulai mengarah ke kesadaran hidup sehat yang sustainable. Masyarakat main padel karena tren, tetapi bertahan karena manfaatnya," imbuh Meliza.

Padel dan Gaya Hidup
Tapi apapun alasannya orang ramai-ramai mencoba padel, tetap ada nilai positifnya. Setidaknya, semakin banyak orang yang mulai aktif bergerak dan berolahraga. Hanya saja, pada kasus FOMO, meski terdengar sepele, tetapi hal ini bisa menyebabkan overtraining atau olahraga yang berlebihan. 

"Kalau tujuannya cuma ikut-ikutan bisa bikin seseorang cepat bosan dan tidak konsisten. Ini memicu overtraining juga karena ingin tampil keren di depan teman-teman ataupun media sosial. Jadinya kan kontraproduktif banget. FOMO di awal bagus, tetapi tinggal perkembangan belakangnya gimana," kata Dokter Spesialis Olahraga, dr. Maria Lestari saat berbincang dengan Validnews, Senin (14/7).

Dirinya berpendapat, sebenarnya FOMO jadi awalan yang baik buat seseorang yang ingin mulai berolahraga. Asalkan keinginan itu diikuti oleh motivasi internal yang berkembang. 

Padel sendiri, merupakan perpaduan antara olahraga tenis dan squash, yang dimainkan di lapangan yang lebih kecil dari tenis dan dikelilingi oleh dinding kaca atau jaringan.

Dari segi kesehatan, olahraga ini dapat melatih koordinasi tangan dan mata karena dilakukan menggunakan raket dan memukul bola. Selain itu, padel juga melatih kelincahan seseorang dalam menjangkau bola yang memantul.

"Kemudian secara aerobik ataupun daya tahan jantung paru itu juga. Selain secara fisik, ada juga manfaat secara mental karena mainnya kan pasti ada teman, jadi bisa meredakan stres dan membangun koneksi sosial," jelas dr. Maria.

Bagi mereka yang ingin menjadikan padel sebagai olahraga rutin, dokter yang berpraktik di Eka Hospital BSD itu mengingatkan, perlu disesuaikan dengan tujuan dan kondisi fisik masing-masing orang. 

Perlu dipahami bahwa padel termasuk olahraga kardio, sehingga perlu dilengkapi dengan jenis olahraga lainnya. Misal, menambah olahraga lari atau sepeda yang bisa menambah stamina, sampai latihan beban guna menguatkan otot supaya tidak gampang lelah ketika bermain.


Agar Tak Sebatas Tren
Berkaca dari tren lari yang booming semenjak pandemi silam, kemudian berubah menjadi gaya hidup, diharapkan padel bisa menjadi olahraga yang memasyarakat. Seperti halnya juga tenis atau bulutangkis.

Meliza berpendapat, agar tidak hanya menjadi tren sesaat dan bisa memberikan dampak positif jangka panjang, ada beberapa pendekatan yang perlu dilakukan. Mulai dari perluasan aksesibilitas ke berbagai kalangan, terintegrasi dengan program gaya hidup sehat nasional, membangun ekosistem komunitas, serta adanya inovasi format dan pengalaman. 

Jika hal-hal ini dilakukan, dirinya yakin kalau padel bisa menjadi olahraga yang bertahan lama, bukan olahraga musiman.

"Padel akan bertahan dan memberi dampak jangka panjang bila dikembalikan ke esensi dasarnya, yaitu olahraga menyenangkan, mudah diakses, dan menyentuh sisi emosional, serta sosial masyarakat. Jadi bukan hanya soal tren, tetapi soal misi kesehatan publik dan rekreasi modern yang bermakna," ucap praktisi ilmu komunikasi itu.

Baca juga: Enrique Corcuera Dan Kisah Terciptanya Padel

Namun kehadiran wacana kebijakan baru perpajakan untuk sektor olahraga rekreasi yang akan diterapkan oleh Pemerintah DKI Jakarta pada 2025, mungkin menjadi salah satu penghambat keberlanjutan tren olahraga padel. Pasalnya, padel termasuk ke dalam fasilitas olahraga yang dikomersialkan dah dikenakan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) dalam kategori jasa kesenian dan hiburan. 

Kebijakan ini tertuang dalam Keputusan Kepala Bapenda DKI Jakarta No. 257 Tahun 2025. Nantinya tarif yang akan dikenakan sebesar 10% dan berlaku atas berbagai bentuk pembayaran, seperti sewa lapangan, pemesanan, penjualan tiket masuk, sampai paket layanan.

"Saya sebagai dokter sebenarnya sangat menyayangkan, karena fasilitas kesehatan kok jadi ekstra mahal," timpal dr. Maria.

Data dari survei GoodStats pada tahun 2024 terhadap 200 responden usia 18-30 tahun menunjukkan, hanya 1% yang berolahraga setiap hari. Sebanyak 37,1% olahraga seminggu sekali dan sisanya lebih jarang, atau bahkan tidak sama sekali. 

Dengan penerapan kebijakan tersebut, mungkin saja ke depannya angka mereka yang berolahraga dapat berkurang karena akses ke fasilitas olahraga yang semakin mahal. Dari sana, risiko penyakit-penyakit tidak menular, khususnya penyakit metabolik dan kardiovaskular pun bisa meningkat. Ujungnya bisa diprediksi, beban anggaran kesehatan pun meningkat setiap tahunnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar