16 Desember 2024
18:23 WIB
Waduh! Netflix dan Spotify Bakal Kena PPN 12%
Biaya jasa layanan aplikasi seperti Netflix dan Spotify otomatis bakal lebih mahal dibanding sebelumnya karena turut naik saat kebijakan baru PPN 12% berlaku.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Fin Harini
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Paket Kebijakan Ekonomi: Akselerasi Pertumbuhan Ekonomi Inklusif & Berkelanjutan, di Jakarta, Senin (16/12/2024). ANTARA/Putu Indah Savitri
JAKARTA - Pemerintah memastikan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk layanan hiburan digital seperti film dan musik bakal naik menjadi 12% di tahun 2025 mendatang. Keputusan ini dikonfirmasi oleh Dirjen Pajak Suryo Utomo.
Dengan begitu, biaya jasa layanan aplikasi seperti Netflix dan Spotify otomatis bakal lebih mahal dibanding sebelumnya karena kebijakan baru. Adapun, kebijakan PPN naik dari 11% menjadi 12% akan berlaku pada 1 Januari 2025.
Hal itu lantaran layanan hiburan digital tidak masuk ke dalam daftar yang diberi insentif oleh pemerintah.
"(Netflix) iya kena (PPN naik 12%), (Spotify) iya sama," kata Suryo singkat kepada media saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin (16/12).
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan pemerintah tetap akan memberlakukan tarif PPN dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Hal ini sesuai amanah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Kebijakan tersebut juga merupakan bagian dari reformasi perpajakan.
“Untuk itu, agar kesejahteraan masyarakat tetap terjaga, pemerintah telah menyiapkan insentif berupa Paket Stimulus Ekonomi yang akan diberikan kepada berbagai kelas masyarakat,” ungkap Menko Airlangga.
Dengan proyeksi insentif PPN dibebaskan yang diberikan pada tahun 2025 sebesar Rp265,6 triliun, Pemerintah tetap memberikan fasilitas bebas PPN atau PPN tarif 0% berkenaan dengan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat umum dan mempengaruhi hajat hidup orang banyak.
Barang dan jasa tersebut termasuk bahan kebutuhan pokok seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, gula konsumsi, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, buku, vaksin polio, rumah sederhana dan sangat sederhana, rusunami, serta pemakaian listrik dan air minum.
Baca Juga: Tahun Depan PPN Resmi Naik Jadi 12%, Berikut Jenis Barang Dan Jasa yang Dibebaskan Pajak
Insentif Bagi Rumah Tangga
Bagi kelompok rumah tangga berpendapatan rendah, stimulus yang diberikan berupa PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) sebesar 1% dari kebijakan PPN 12% untuk Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting (Bapokting) yakni minyak Kita, tepung terigu, dan gula industri, sehingga PPN yang dikenakan tetap sebesar 11%.
Stimulus Bapokting tersebut cukup krusial untuk menjaga daya beli masyarakat terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok.
Secara khusus, stimulus untuk gula industri diharapkan dapat menopang industri pengolahan makanan-minuman yang memiliki kontribusi sebesar 36,3% terhadap total industri pengolahan.
Selain itu, Pemerintah juga merancang kebijakan Bantuan Pangan/Beras sebanyak 10 kg per bulan yang akan diberikan bagi masyarakat di desil 1 dan 2 sebanyak 16 juta Penerima Bantuan Pangan (PBP) selama dua bulan (Januari-Februari 2025), dan pemberian diskon biaya listrik sebesar 50% selama dua bulan (Januari-Februari 2025) bagi pelanggan listrik dengan daya listrik terpasang hingga 2200 VA untuk mengurangi beban pengeluaran rumah tangga.
Baca Juga: PPN 12% Diberlakukan 2025, Pemerintah Keluarkan 6 Paket Stimulus Ekonomi
Insentif Bagi Kelas Menengah
Bagi masyarakat kelas menengah, berbagai stimulus kebijakan juga telah disiapkan pemerintah untuk menjaga daya beli, dengan melanjutkan pemberian sejumlah insentif yang telah berlaku sebelumnya, seperti PPN DTP Properti bagi pembelian rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar dengan dasar pengenaan pajak sampai dengan Rp2 miliar.
Kemudian, PPN DTP KBLBB atau Electric Vehicle (EV) atas penyerahan EV roda empat tertentu dan bus tertentu, PPnBM DTP KBLBB/EV atas impor EV roda empat tertentu secara utuh (Completely Built Up/CBU) dan penyerahan EV roda empat tertentu yang berasal dari produksi dalam negeri (Completely Knock Down/CKD), serta Pembebasan Bea Masuk EV CBU.
Di samping itu, terdapat juga kebijakan baru yang akan diterapkan oleh pemerintah untuk masyarakat kelas menengah, mulai dari pemberian PPnBM DTP Kendaraan Bermotor Hybrid, pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP untuk pekerja di sektor padat karya dengan gaji sampai dengan Rp10 juta/bulan.
Selanjutnya, optimalisasi Jaminan Kehilangan Pekerjaan dari BPJS Ketenagakerjaan sebagai buffer bagi para pekerja yang mengalami PHK dengan tidak hanya manfaat tunai, tapi juga manfaat pelatihan dan akses informasi pekerjaan, serta Relaksasi/Diskon sebesar 50% atas pembayaran iuran Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) kepada sektor industri padat karya.
Baca Juga: PPN 12% Resmi Berlaku 2025, Tidak Berlaku Untuk Sembako Hingga Sektor Transportasi
Insentif Bagi Dunia Usaha Hingga PPN Barang Mewah
Beragam insentif yang dirancang Pemerintah tidak hanya ditujukan untuk menyasar masyarakat umum, melainkan juga telah disiapkan stimulus bagi dunia usaha, terutama untuk perlindungan kepada UMKM dan industri padat karya yang merupakan backbone perekonomian nasional.
Insentif tersebut berupa perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5% sampai dengan tahun 2025 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi (WP OP) UMKM. Kebijakan ini telah dimanfaatkan selama tujuh tahun dan semula berakhir di tahun 2024.
Untuk UMKM dengan omset di bawah Rp500 juta/tahun sepenuhnya dibebaskan dari pengenaan PPh tersebut.
Pemerintah juga menyiapkan pembiayaan industri padat karya untuk revitalisasi mesin guna meningkatkan produktivitas dengan skema subsidi bunga sebesar 5%.
“Sekali lagi kami sampaikan bahwa Paket Kebijakan Ekonomi ini dirancang untuk melindungi masyarakat, mendukung pelaku usaha terutama UMKM dan industri padat karya, dan menjaga stabilitas harga serta pasokan bahan pokok, serta sekaligus dalam rangka mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional,” pungkas Menko Airlangga.
Sementara itu, sejalan dengan azas keadilan dan gotong royong, atas Barang dan Jasa Mewah yang dikonsumsi masyarakat mampu yang sebelumnya tidak dikenakan PPN seperti bahan makanan premium antara lain beras, buah-buahan, ikan dan daging premium, pelayanan kesehatan medis premium, jasa pendidikan premium, dan listrik pelanggan rumah tangga sebesar 3500 VA-6600 VA, dalam paket kebijakan ekonomi ini akan dikenakan PPN 12%.