c

Selamat

Selasa, 4 November 2025

EKONOMI

03 April 2025

12:55 WIB

Tarif Resiprokal, Solusi Ekstrem Trump Selamatkan AS Dari Kebangkrutan Fiskal

Ekonom menilai kebijakan tarif resiprokal Donald Trump sebagai upaya menyelamatkan perekonomian AS meski harus membangkrutkan dunia.

Penulis: Siti Nur Arifa

Editor: Khairul Kahfi

<p id="isPasted">Tarif Resiprokal, Solusi Ekstrem Trump Selamatkan AS Dari Kebangkrutan Fiskal</p>
<p id="isPasted">Tarif Resiprokal, Solusi Ekstrem Trump Selamatkan AS Dari Kebangkrutan Fiskal</p>

Presiden ke-45 Amerika Serikat Donald J Trump melakukan pertemuan dengan jajaran kabinetnya di Gedung Putih, Washington DC, Kamis (27/2). Instagram/@realdonaldtrump

JAKARTA - Ekonom senior Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menilai, Presiden AS Donald Trump saat ini sedang berada di ambang keputusasaan. Penyataan ini menanggapi pengumuman tarif resiprokal tinggi yang dilakukan AS terhadap sejumlah negara termasuk Indonesia, pada Kamis dini hari (3/4).

Dia mengungkap, penetapan tingginya tarif dagang yang dilakukan pemerintahan Trump sejak awal, sejatinya bertujuan untuk menyelamatkan fiskal Negeri Paman Sam yang terancam hadapi 'kebangkrutan'.

“Ibarat orang akan tenggelam, apa pun ia coba raih untuk tetap mengapung, termasuk ranting kecil yang rapuh sekalipun. Tidak peduli apakah negara besar atau negara kecil dengan ekonomi rentan, Trump coba tekan dan ambil untung daripadanya,” ujar Samirin dalam keterangan tertulis yang diterima, Jakarta, Kamis (3/4).

Baca Juga: Trump Umumkan Tarif Impor Baru, Indonesia Kena 32%

Ditelisik lebih dalam, langkah ekstrem Trump dalam hal tarif dagang salah satunya dilatarbelakangi oleh janji mewujudkan anggaran berimbang (balance budget) atau defisit nol persen PDB dalam masa pemerintahannya.

Di samping itu, kondisi perekonomian AS sendiri tak kalah menakutkan. Lantaran anggaran defisit AS di 2025 diperkirakan mencapai US$1,1 triliun atau sekitar 6,2% dari PDB, yang diprediksikan akan tetap berada di kisaran 5% hingga hampir satu dekade ke depan.

“Dengan cara-cara normal, total utang AS akan melejit dari US$36 triliun di 2025 menjadi US$57 triliun di 2034, dalam situasi ini kebangkrutan fiskal sudah di depan mata. Barangkali, dalam kacamata Trump, menjadi tidak normal adalah sesuatu yang normal saat ini,” tambahnya.

Samirin berpendapat, solusi dengan cara menaikkan pajak di dalam negeri tidak mungkin Presiden Trump lakukan, karena bertentangan dengan prinsip Partai Republik yang mendukung kebijakan pajak rendah (pro small government).

Baca Juga: Rupiah Diperkirakan Alami Tekanan Berat Akibat Kebijakan Tarif AS

Pada akhirnya, langkah yang Trump ambil dengan menaikkan tarif kepada negara lain, yang di mata Pemerintah Federal esensinya sama dengan menaikkan pajak. Tanpa disadari, rakyat AS yang harus membayar pajak terselubung dengan membeli barang impor dengan harga lebih mahal.

Samirin kembali mengingatkan, bahwa kebijakan tarif hampir identik dengan pajak. Hanya saja, rakyat tidak marah atau menyadari lantaran kondisi tersebut bisa dinarasikan sebagai kebijakan menyelamatkan industri dan lapangan kerja bagi rakyat AS.

“Kendati pun dalam realitanya nanti tarif tidak akan mampu membangkitkan industri manufaktur AS yang sudah lama terlelap, karena tidak efisien dan biaya produksi yang teramat mahal,” tekannya.

Dampak Terhadap Dunia
Lebih lanjut, Samirin menyebut, langkah Trump akan berakibat pada perlambatan ekonomi yang masif. IMF, World Bank, OECD dan berbagai lembaga internasional lainnya dapat dipastikan akan segera melakukan revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia di tahun ini.

Baca Juga: Trump Akan Lanjut Terapkan Tarif Baru Di Tengah Kegelisan Perang Dagang Dunia

Risiko investasi global juga diyakini akan semakin tinggi di mana investor merelokasi investasi ke alternatif yang lebih aman. 

"Adapun tujuan investasi yang dimaksud sudah barang tentu menyasar emas, surat utang pemerintah, dan aset berdenominasi hard currency sebagai tujuan (investor)," urainya.

Samirin juga mengingatkan, kebijakan keras Trump akan berdampak pada disrupsi ekonomi di banyak negara dengan bermacam saluran.

Baik melalui transmisi perdagangan dan/atau investasi, harga saham dunia akan semakin volatil dengan tren menurun, ditambah nilai tukar mata uang banyak negara yang akan menunjukkan perilaku yang sama.

Samirin menegaskan, langkah Trump saat ini merupakan langkah unilateral yang brutal dengan motif menyelamatkan keuangan negara. 

“Sebelum pengumuman kebijakan reciprocal tariff dilakukan, berbagai negara telah mencoba melakukan negosiasi, termasuk India, Vietnam dan Korea Selatan yang mempunyai lobbyist kuat di Washington DC. Tetapi mereka gagal total, negara-negara itu seperti sedang menghadapi tembok beton,” ungkap Samirin.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar