c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

22 September 2025

20:30 WIB

SiDaun, Bisnis Daun Singkong Yang Membalik Nasib

Bangkit dari keterpurukan, Yusantio Rhazaq (47) sukses melahirkan dan membesarkan SiDaun sebagai penopang ekonomi keluarga lewat keripik daun-daunan.

Penulis: Yoseph Krishna

Editor: Khairul Kahfi

<p>SiDaun, Bisnis Daun Singkong Yang Membalik Nasib</p>
<p>SiDaun, Bisnis Daun Singkong Yang Membalik Nasib</p>

Keripik berbahan baku daun singkong SiDaun. Dok SiDaun

JAKARTA - Daun singkong kerap kita jumpai di rumah makan khas Sumatra, seperti rumah makan Padang, lapo Batak, atau kedai Melayu sebagai sayur pelengkap lauk-lauk bersantan, seperti rendang, gulai, dan kawan-kawannya. Biasanya, daun singkong juga dimasak gulai atau hanya sekadar direbus-kukus.

Saking khasnya, kurang lengkap jika memakan nasi putih panas yang disiram dengan kuah santan kental atau bumbu rendang sebagai hidangan khas Minang atau Melayu tanpa adanya sayur daun singkong. Tapi, Yusantio Rhazaq (47) dan istri berhasil menyulap daun singkong menjadi keripik. 

Jika biasanya singkong lah yang dijadikan kripik, tapi yang digarap mereka berbeda. Pasangan ini menyuguhkan cara baru menikmati daun singkong, sekaligus menambah variasi kudapan untuk bersantai sore hari di beranda. 

Terciptanya keripik berbahan daun singkong ini yang dijenamakan SiDaun tak lepas dari keisengan sang istri. Punya rekam jejak membuat keripik jengkol, terciptalah ide untuk mengolah daun singkong sebagai produk renyah yang bisa dinikmati setiap kalangan.

Dia menceritakan ihwal terciptanya SiDaun yang bermula dari sang ibu mertua yang memberikan berkarung-karung daun singkong dari kebun pribadi di Cimahi, Jawa Barat. Kala itu, Yusantio masih menetap di Bandung, Jawa Barat.

"Ketika singkongnya diambil sama orang tua, daunnya dikasihkan ke kita. Aduh daun sebanyak ini buat apa, kan berapa karung itu, sebenarnya kita gak ngerti," kata Yusantio saat berbincang dengan Validnews, Jakarta, Kamis (18/9).

Baca Juga: Rafin’s Snack Raup Ratusan Juta Rupiah Dari Keripik Kulit Patin

Kala Yusantio kebingungan, muncullah keisengan sang istri untuk mengolah daun singkong itu. Berangkat dari histori pernah mengolah jengkol menjadi keripik, sang istri lalu membuat camilan serupa berbahan baku daun singkong.

"Saat jadi, dibagikan lagi ke orang tua dan saudara yang lainnya, eh mereka tidak menyangka, lumayan katanya. Nah dari situ akhirnya mereka bilang 'kenapa tidak dijual?'," tutur dia.

Daun singkong pemberian ibu pun menjadi titik balik perekonomian Yusantio sekeluarga. Naik-turunnya perekonomian rumah tangga dialami, termasuk masa-masa apes tertipu buaian investasi pada perusahaan IT yang ia dirikan jauh sebelum SiDaun lahir.

Ditipu Orang Kepercayaan
Dengan nada bernuansa keikhlasan, Yusantio bercerita sempat membangun bisnis sektor IT kisaran 2015 silam. Lalu, ada seorang kenalan yang ingin membantu mengembangkan perusahaan tersebut.

Kala itu, rekanan meminta blueprint dan segala data perusahaannya untuk dicarikan modal. Setelah melakukan pitching ke salah seorang investor dari Kanada, akhirnya tembuslah investasi sekitar €1 juta atau sekitar Rp17,5 miliar (kurs  saat ini Rp17.500 per Euro) untuk mengembangkan perusahaan.

Nahas, sampai saat ini dia tak pernah melihat investasi sepeser Euro pun yang dijanjikan. Ternyata, uang tersebut dibawa kabur oleh orang kepercayaan untuk membangun perusahaan sendiri sesuai blueprint dan seluk beluk data yang sudah diberikan sebelumnya.

"Harusnya dana cairnya ini. Dari situ ketika seminggu mau pencairan, hilang orangnya. Dia sudah bisa masuk akses ke kita semuanya, udah punya semuanya dari kita, legalitas juga kita kasih," sambungnya pilu.

Sekalipun kesal, Yusantio tetap mencoba berlapang dada dan mengikhlaskan apa yang sudah terjadi. Setelah kejadian tersebut, dirinya memutuskan untuk kembali bekerja sebagai manajer operasional di sebuah rumah potong ayam.

"Setahun kemudian kita lihat dia punya perusahaan yang sama, malah karyawan saya ditelepon disuruh pindah ke tempat dia, indah sekali. Tapi ya sudahlah, itu pelajaran hidup," kata Yusantio.

Baca Juga: Keripik Tempe Rohani; Dari Usaha Rumah Jadi Merek Terkenal 

Sekitar 3-4 tahun setelah tertipu rekan sendiri, Yusantio memutuskan untuk berbisnis camilan dari daun singkong seperti yang sudah diceritakan. Lewat dukungan moral keluarga, dia dan istri mantap memproduksi masif keripik daun singkong, lalu menitipkan produk di segala warung terdekat, entah kelontong maupun sayur. 

Namun, seperti bisnis lainnya, perjalanan bisnis SiDaun tak semulus yang diekspektasikan. Di 2019, awalnya produk kemasan SiDaun hanya dikemas dengan plastik biasa dan stiker label. Sesuai tebakan, pasar tak terlalu antusias.

"Ternyata responsnya kurang begitu bagus, seminggu itu paling laku 1 atau 2 karena kan target market orang ke warung sayuran itu beli sayur, tahu, tempe, bukan beli keripik," sambung dia.

Bangkit Kembali
Untungnya, kegagalan tes pasar tak serta merta membuat Yusantio kapok dan malah menaruh optimisme makin tinggi karena tahu keripik daun singkong ciptaannya bakal disukai banyak orang.

Setelah gagal menitipkan dagangan di warung, dia lanjut sowan ke temannya yang sudah lebih dahulu terjun berwirausaha. Meski dahulunya bawahan di kantor, posisinya di saat itu Yusantio cukup pas sebut sebagai mentor bisnis.

Varian produk keripik daun pepaya buatan UMKM SiDaun. Dok/SiDaun.Di hadapannya, segala permasalahan merintis bisnis diceritakan buka-bukaan. Sampai perjumpaan itu memberikan kesimpulan jelas, bahwa sebagus apapun produk takkan bisa sukses jika pemiliknya tak memasang target jelas.

"Kata dia, ini produknya bagus, tapi target market belum dipetakan, pasarnya salah, lalu kemasannya. Nah, dari situ kita berpikir, kita perbaikin semuanya," jabarnya.

Setelah mentoring, dia mendapat kesempatan untuk ikut program Diplomat Success Challenge (DSC) yang digagas Wismilak Foundation untuk mengembangkan ide bisnis kreatif melalui pemberian hibah modal usaha, edukasi, dan pendampingan. Dirinya sampai tak menyangka bisa terpilih untuk pitching ke ibu kota.

"SiDaun itu masuk (seleksi) sampai ke Jakarta, tidak nyangka. Ketika pitching, gagalnya itu di Jakarta karena disorot sama lampu-lampu, media, dan sebagainya, malah gugup, nge-blank, dan pitching-nya jadi berantakan," sambungnya.

Baca Juga: Renyahnya Cuan Keripik Sehat

Sebagai konteks, saat itu Yusantio masih menjadikan SiDaun sebagai sampingan pekerjaan utamanya di rumah potong ayam. Jatuh berkali-kali membuatnya yakin untuk lebih fokus membesarkan brand SiDaun. Alhasil, dia memutuskan resign bekerja dan fokus mengurus usaha keripik daun singkong.

Setahun berproses, SiDaun dengan produk keripik daun singkong perlahan-lahan mulai menunjukkan sinyal positif. Akhirnya, Yusantio mencoba mendiversifikasikan produk jualannya. Mengolah keripik daun pepaya jadi pilihan kreatif selanjutnya.

"Jadi kita googling-googling, dapatlah daun pepaya. Itu kan susah kalau mencari di pasar, akhirnya kita menanam sendiri," ungkap Yusantio.Anti Mainstream
Terpilihnya daun pepaya sebagai bahan baru SiDaun membuktikan usahanya tak ingin menggunakan bahan baku yang sudah ramai digunakan. Karena itu, mengolah daun bayam menjadi keripik tak pernah jadi opsi di SiDaun.

"Bayam itu banyak, makanya kita tidak bikin. Kalau bayam juga kan digorengnya lembaran, kalau (produk) kita diolah dulu, dihancurkan," terangnya.

Karena itu, pemilihan bahan baku singkong dan pepaya merupakan strategi pembeda di tengah pasar keripik yang beragam. Hal ini juga jadi elemen kejut bagi peminatnya. 

"Jadi ketika orang pertama kali lihat itu kebanyakan tidak nyangka, (keripik) daun singkong? Kadang, mereka mengerutkan dahi karena dibikin keripik. Pas mereka coba, ternyata suka," ungkapnya.

Pilihan bahan baku yang anti mainstream turut dipadankan dengan desain kemasan yang lebih menarik dari awal mula SiDaun eksis. Terkhusus kemasan, ada tim khusus yang dipercayakan untuk mendesain dan banyak disukai orang.

"Lalu kemudian kita googling ternyata nutrisinya lumayan banyak juga dari daun-daunan itu. Nah, itulah akhirnya kita concern di situ," bebernya.

Baca Juga: Ping Emping; Cuan Dari Mengubah Jajanan Jadul Jadi Kekinian

Jika ditanya soal modal, Yusantio blak-blakan tak merogoh kocek sepeser pun dalam membentuk SiDaun. Pokoknya, dia dan istri hanya mengandalkan peralatan seadanya di dapur dan bahan baku pemberian ibu mertua.

Meski begitu, Yusantio tak pernah main-main membentuk SiDaun berbekal modal 'sakit hati' keruntuhan perusahaannya dahulu dan ditipu rekan kerja. Seiring berjalannya waktu, alat produksi sampai dapur produksi, semuanya terus berkembang.

"Sampai akhirnya Alhamdulillah ketika kita valuasi perusahaan kita sudah di atas Rp1 miliar sekarang ini," katanya.

Proses Pengolahan
Lebih jauh, Yusantio menjelaskan produk keripik daun singkong dan papaya yang ia jajakan berbeda dengan keripik kebanyakan di pasar. Misal SiDaun membutuhkan waktu 3-4 hari untuk proses produksi sampai pengemasan, buat memastikan kerenyahan keripik bisa memanjakan seluruh sudut lidah konsumen.

Bayangkan saja, bahan daun singkong atau pepaya mesti dilumatkan terlebih dahulu, lalu dicampur dengan tepung tapioka sebagai pengikat, baru dicetak menggunakan cetakan. 

"Nah cetak (keripik) lama satu-satu, kalau dulu manual, sekarang udah pakai cetakan. Jadi, agak lama satu per satu dibikin, itu prosesnya lama," sebutnya.

Selanjutnya, adonan tercetak digoreng dengan suhu rendah, lalu didiamkan paling tidak sehari semalam agar bisa renyah. Jika ada proses yang terlewat atau salah, niscaya tekstur produk menjadi keras.

"Sehari satu malam (didiamkan) karena kalau langsung diproses selanjutnya tidak akan serenyah sekarang, agak keras. Nah dari situ proses kedua (penggorengan), beres, kemas," beber dia.

Baca Juga: Strategi Produk Panganan Lokal Jangkau Pasar Global

Sedianya, SiDaun sempat menyerap tenaga kerja sebanyak 5 orang pekerja semasa pandemi covid-19. Namun, kondisi segala sektor ekonomi yang serba lesu memaksanya menyudahi kerja sama.

Suasana dapur produksi UMKM kuliner keripik daun singkong dan pepaya siDaun. seorang perempuan sedang memasak dengan peralatan lengkap dan bahan makanan yang telah disiapkan rapi di meja. Dok/SidaunUntuk saat ini, SiDaun hanya memanfaatkan tenaga lepas yang dibayar harian, tak seperti sebelumnya yang diberi gaji bulanan, tunjangan, hingga BPJS Kesehatan.

"Kalau pre-order banyak, kita memanfaatkan tenaga entah tetangga itu bisa sampai 10 orang. Akhirnya, kita sistemnya harian. Sebelumnya, karyawannya dapat BPJS juga," sebut Yusantio.

Fokus Produksi
Jalan terjal SiDaun berhasil membawa Yusantio saat ini fokus hanya menjadi produsen. Artinya, tak banyak produk yang dijual langsung ke konsumen, melainkan ke distributor. Peran SiDaun sebagai produsen keripik sudah dilakoni dalam 2-3 tahun terakhir. 

SiDaun pun saat ini hanya menerima pesanan pre-order dalam jumlah tertentu dari distributor. Tapi, dia tetap menyediakan sebagian kecil produk untuk bisa dijual langsung ke konsumen melalui kanal belanja digital.

"Kapasitas dapur kita sekarang bisa 5.000 pieces per bulan, kita sekarang mengerjakan by PO saja, rata-rata 2.000-an pieces per bulan," tuturnya.

Saking fokusnya menjadi produsen keripik daun singkong dan pepaya, dia sampai tak tahu persis pasar mana saja yang sudah SiDaun jamah. Yang dia tahu, produknya sudah menyebar ke seantero Nusantara, termasuk Pulau Dewata sebagai wilayah langganan SiDaun. Selain itu, beberapa distributor ternyata sudah melancarkan ekspor baik ke Singapura, Australia, Swiss, bahkan Amerika Serikat.

"Kita udah ekspor juga, sempat ke Australia, Singapura sudah 3 kali kirim, ke Swiss pernah ngirim juga. Kita juga kaget ada di Amerika, saat pameran di AS ada yang kirim foto, ternyata distributor yang kirim produknya," serunya.

Dari sisi pemasukan, Yusantio menerangkan saat ini SiDaun berada dalam tahap yang cukup stabil. Artinya, meski omzet yang diraup tidak begitu besar, tapi cukup untuk menjaga keberlanjutan usaha. "Sekarang mungkin Rp20 juta (omzet per bulan) aja sudah gede. Kita disyukuri aja lah berapapun, yang penting anak bisa makan, bisa sekolah," ujarnya.

Baca Juga: Tak Cuma Aroma, Suara Juga Pengaruhi Persepsi Tentang Rasa Makanan

Dirinya juga bersyukur karena sempat ada investor yang berani menyuntikkan modal sehingga bisa mengembangkan skala produksi SiDaun sampai detik ini. Sehingga membuatnya fokus memproduksi tanpa perlu repot-repot menjadi penjual. 

Walaupun di tengah jalan, investor yang membantunya memutuskan keluar dan menyuntikkan modal di bisnis lain. 

"Baik banget (investor), banyak ngebantu kita, banyak kita ini peralatan dan sebagainya, pas ketika dia exit, dia enggak menuntut apa-apa," imbuhnya.

Ke depan, dia optimistis bisnis dan usaha di sektor kuliner masih akan sangat menjanjikan sampai kapan pun. Pada dasarnya semua orang butuh asupan makan. Terlebih di Bandung, Jawa Barat, apapun bisa dijadikan bahan baku makanan. Tak heran, Kota Kembang jago dengan wisata kulinernya, mulai dari batagor, siomay, bolen pisang, dan masih banyak lagi, termasuk keripik daun singkong buatan SiDaun.

"Intinya kalau untuk peluang (bisnis kuliner) mah aman sih. Tinggal bagaimana kitanya aja, lincah atau tidak," pungkas Yusantio.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar