c

Selamat

Kamis, 18 April 2024

EKONOMI

01 November 2021

21:00 WIB

Renyahnya Cuan Keripik Sehat

Bermula dari rasa penasaran pada keripik buah dan sayur yang laris diburu orang Indonesia di luar negeri, Anna coba memboyong ide tersebut ke Tanah Air

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Dian Kusumo Hapsari

Renyahnya Cuan Keripik Sehat
Renyahnya Cuan Keripik Sehat
FnV Chips , keripik buah dan sayur. Dok. pribadi

JAKARTA – Siapa sih yang enggak suka camilan? Disadari atau tidak, menyantap camilan alias ‘ngemil’ sudah jadi kebiasaan bagi kebanyakan orang, tak terkecuali orang Indonesia, tua dan muda.

Terlepas dari efeknya yang bisa bikin tubuh melar, nyatanya, banyak manfaat yang bisa diperoleh dari aktivitas ngemil. Baik dilihat dari sisi personal maupun sosial.

Buat sebagian orang, ngemil bisa jadi mood booster hingga jadi teman menghabiskan me time menonton tv atau film favorit. Bahkan, kegiatan yang dianggap sepele ini ternyata juga bisa jadi jembatan dalam hubungan sosial. Ngemil bersama keluarga atau teman, misalnya, mampu mencairkan suasana, merekatkan hubungan dan mengurai kebosanan.

Di Indonesia sendiri, banyak sekali jenis camilan yang beredar. Dari yang tradisional sampai yang kekinian, dari yang manis, asin, asam, pedas, gurih sampai nano-nano.

Salah satu yang cukup banyak digemari adalah keripik. Rasa gurih dan renyahnya keripik memang acap kali bikin nagih. Tanpa terasa, sudah banyak camilan yang masuk ke mulut.

Camilan memang tak bikin kenyang. Makanya tanpa terasa, kita bisa menghabiskan banyak camilan sekali makan. Padahal, sudah banyak yang sadar, makan camilan terlalu banyak, tidak baik untuk kesehatan.

Pasalnya, masih banyak pula camilan beredar yang kurang ideal untuk dikonsumsi. Khususnya oleh kalangan tertentu, seperti anak-anak, anak berkebutuhan khusus, dan penderita kanker.

Berangkat dari masalah tersebut, Anna Gunawati (40) pun tertarik meracik resep keripik sayur buah organik dengan komposisi yang pas sebagai camilan sehat. Melalui bendera FnV Chips, ia mengaku tergerak untuk berkontribusi dalam dunia kesehatan.

Prinsip inilah yang membuat FnV Chips, kata Anna, tak hanya berjualan produk, tapi juga terus mendalami, mempelajari dan melakukan studi tentang dunia kesehatan.

Wanita kelahiran tahun 1981 ini mengklaim, camilan sehatnya sangat direkomendasikan bagi yang menjalankan gaya hidup sehat, aman dikonsumsi untuk semua kalangan, ibu hamil, anak-anak, anak berkebutuhan khusus. Juga, bagi yang sedang mengikuti program diet hingga penderita kanker.

“FnV Chips diolah dari bahan baku 100% organik premium Grade A pilihan dan proses vakum, dengan komposisi 10 kg : 1 kg. Setelah melalui proses vacuum, produk akan dispray menggunakan Virgin Coconut Oil dengan perbandingan 1 : 5 dengan minyak sayur,” beber Founder dan CEO FnV Chips tersebut, melalui sambungan telepon kepada Validnews, Jumat (22/9).

Awal Mula
Anna bercerita, ketertarikannya terjun ke bisnis ini dimulai, dari rasa penasaran pada keripik buah dan sayur yang laris diburu orang Indonesia tiap berkunjung ke luar negeri. Anna pun coba memboyong ide tersebut ke Tanah Air.

“Saat itu, saya menjabat sebagai director sales and marketing yang lebih ke tourism industry, bukan background healthy snack. Saya sering travelling ke luar negeri. Di Taiwan dan Singapura, saya melihat keripik buah dan sayur yang dikemas dalam packaging plastik. Saya beli, kok warnanya butek, tapi banyak peminat. Ternyata produk ini disukai sama orang Indonesia,” ujar Anna.

Setiba di Indonesia, tanpa perlu berlama-lama Anna langsung mengeksekusi idenya tersebut. Namun ternyata, hal itu tak semudah yang dia pikirkan. Banyak trial and error dilewati. Apalagi, mesin yang ada di dalam negeri saat itu kurang mendukung, untuk menciptakan produk dengan kualitas terbaik.

“Kami trial and error. Beli mesin masih yang murah, masih mesin-mesin yang kita tahu sekarang mungkin dipakai secara lokal. Tetapi, kok, rasanya tidak enak. Jadi kita trial and error terus,” lanjutnya.

Akan tetapi, bukannya menyerah, Anna justru makin getol dalam meracik resep yang tepat. Pada tahun 2014, alumnus Jurusan Perhotelan Trisakti itu mendapatkan sebuah resep. Meski belum sempurna, Anna coba membawa produknya ke bazar sebuah mal di daerah Cibubur, Jakarta Timur.

“Pertama kali cuma bazar doang di waktu weekend, dibantu sama orang tua dan saudara. Dulu saya masih kerja, jadi enggak full time untuk bisnis ini. Kebetulan waktu itu gajinya juga lumayan, istilahnya punya uang lebih untuk buka usaha coba-coba,” ucap Anna.

Kali pertama launching, Anna mematok harga sebesar Rp65 ribu untuk camilan dalam toples berukuran small dengan berat 150 gram. Kala itu, harga yang ditawarkan memang diakuinya terbilang mahal. Itupun diakuinya sudah menekan profit seminim mungkin.

Awal menggelar bazar, produknya tak langsung ramai diborong orang. Ada beberapa yang membeli, ada juga beberapa yang melontarkan pujian kepada Anna.

“Karena baru pertama kali, lumayan ada yang beli, tapi masih dalam masa-masa edukasi. Tiga hari kita bazar di Citraland Cibubur. Itu pertama kali bazar tanggal 31 Agustus 2014,” kata Anna.

Tak lantas berkecil hati, Anna makin giat mencari bazar di lain tempat. Tiap gedung perkantoran kerap ia datangi demi mengenalkan produknya dan mengedukasi orang banyak.

Pucuk dicinta, ulam tiba. Keripik buah dan sayur organik miliknya mulai dilirik sejumlah orang. Seorang ahli gizi di bilangan Jakarta Selatan bahkan berniat menjadi reseller dengan memakai brand-nya sendiri.

Tawaran ahli gizi tersebut juga lantas menjadi semacam pecutan semangat untuk usaha Anna. Ia pun mendapatkan beberapa masukan, hingga referensi sayur dan buah yang bisa dipakai untuk keripik sehat.

Dilema
Namun, belum jauh Anna merintis bisnis, ia sudah ditawari interview di salah satu perusahaan yang berkantor pusat di Singapura. Ia ditawari menduduki posisi sebagai country manager untuk Indonesia.

Keinginannya yang lebih berat sebelah untuk fokus ke bisnis, membuat Anna menjawab asal saat nego gaji. Dirinya membuka harga tinggi-tinggi dengan harapan tidak jadi dipekerjakan. Akan tetapi kehendak justru berkata lain, ia tetap di-hire oleh perusahaan karena dianggap memiliki track record mumpuni, dengan pengalaman selama 13 tahun di bidang yang selaras.

Mau tak mau, Anna pun menjalankan keduanya secara bersama. Bukti keseriusannya menjalankan bisnis, dibuktikan dengan kerelaan mengeluarkan kocek dalam-dalam untuk membeli dan memodifikasi mesin asal Jerman untuk kelanjutan bisnisnya.

“Kami pesan mesinnya, kita pakai insinyur untuk tentuin masing-masing suhu, misalkan wortel berapa suhunya, jadi memang diaturin semuanya. Investasi cukup besar ya di mesin,” ungkapnya.

Anna juga tak ragu menggunakan bahan baku organik premium Grade A. Sebab, ia ingin menonjolkannya sebagai keunggulan produk. Seiring waktu, ia menemukan formula komposisi yang dirasa pas.

“Produk kami no-colestrol, no-MSG, jadi enggak digoreng benar-benar, divakum aja, gluten free juga, terus enggak pakai apa-apa. Minyaknya dispray pakai Virgin Coconut Oil, perbandingan harganya 5:1 dengan harga minyak sayur. Terus pembuatannya 10 kg jadi 1 kg, bahan bakunya organik,” jelas Anna.

Setelah menemukan resep yang pas, Anna pun kembali lagi mengikuti bazar. Pada awal bazarnya itu, hanya dalam satu hari saja, ia bisa meraup untung berkisar Rp10–20 juta.

“Profit bersih di atas Rp300 juta, profit doang. Omzetnya tiap tahun bertambah, kira-kira sentuh angka ratusan juta,” bangganya.

Uniknya, banyak loyal konsumen yang lebih memilih untuk langsung membeli toples ukuran paling besar atau mega size. Bahkan, ia bercerita, ada konsumennya yang mengonsumsi 8-10 toples sendiri.

“Kalau yang mega sebenarnya enggak terpaku 525 gram, sometimes paling dikit itu 600 gram, tergantung bahan bakunya. Tapi kalau buah pasti lebih ringan dibandingkan sayur. Kami isi pokoknya sampai toples penuh,” ujar dia.

Lebih lanjut, Anna menuturkan alasan tidak memakai toples kaca sebagai wadah. Menurutnya, ongkos kirim akan lebih mahal dan tidak semua ekspedisi menerima. Belum lagi, harga yang harus ia tawarkan akan jauh lebih mahal lagi.

“Jadi sebenarnya paling bagus setelah beli pindahin langsung ke toples kaca,” tegasnya.


Suka Campur Duka
Sebelum pandemi covid-19 menerpa Tanah Air, FnV Chips terus lalu lalang mengikuti bazar di beberapa mall besar. Tak hanya di daerah Jakarta, ia juga mengikuti bazar di kota besar lainnya, seperti Bandung hingga Surabaya.

Menurut pengakuannya, dalam satu pekan saja, FnV Chips bisa bazar di 4–5 mal. Satu kali bazar, minimum dia harus punya “stok nganggur” sebanyak 300–500 toples.

FnV Chips pun menuai sukses dan berhasil membuka counter di Mall Taman Anggrek. Namun, belum genap berusia dua tahun, counter FnV Chips terpaksa tutup. Penjualan keripik sayur buah organik ini pun lantas beralih sepenuhnya berbasis online.

“Dulu kami punya counter di Mall Taman Anggrek. Waktu itu kita tutup karena Matahari tutup. Jadi dulu sudah berjalan hampir dua tahun awalnya. Pertama kali di lantai bawah yang Matahari bawah, sebelah Rotiboy. Gak lama kita pindah ke lantai empat, depannya Tous Les Jours, jadi kita kaya pop up store,” kenangnya.

 

Sayangnya, usahanya pun kembali diterpa pagebluk yang menerjang Tanah Air dan meluluhlantahkan banyak usaha, termasuk FnV Chips yang mengedepankan sebagai snack premium. Imbasnya, FnV Chips sampai mengalami pengurangan order sampai 50%. Bahkan, pada awal pandemi, pernah sampai hanya menerima order 30% dari biasanya.

“Itu pas awal-awal pandemi. Bahan sampai bingung mau diapakan lagi. Padahal, sudah dikasih promosi segala macam. Tapi untuk sekarang, FnV Chips sudah mulai tumbuh lagi,” tutur Anna.

Meski demikian, menurut dia, lebih mudah menjual FnV Chips saat ini, karena sudah banyak orang yang mengenal produknya. Apalagi, FnV Chips disebut sebagai pionir camilan sehat.

“Kami yang pertama kali banget ngeluarin (camilan sehat). Berarti kan ada kompetitor, ada yang menduplikasi secara mirip-mirip, tapi tetap rasa enggak ada yang bisa meniru. Jadi itu memang keunggulan kami,” tegasnya.

Asal tahu saja, dalam sebulan, Anna mengaku bisa menghabiskan ribuan ton buah dan sayur sebagai bahan baku. Namun kini, tidak langsung habis sekaligus. Terlebih semenjak pandemi, pada saat tidak ada bazar yang digelar.

Ia mengaku tidak berani menimbun stok bahan baku. Kini, siasat yang dilakukan adalah dengan membuka pesanan.

“Memang kemarin-kemarin kita minta PO karena kita tidak berani simpan bahan baku, nanti dikit-dikit semprot (disenfiktan.red), nanti malah jadi bahaya. Jadi kalau ada pesanan berapa, kita baru request buat bahan bakunya, lalu dikirim. Jadi lama nunggu bahan baku dikirim sebenarnya,” tuturnya.

Untungnya, blessing in disguise, pandemi yang mendongkrak penjualan di marketplace dan platform penjualan online lainnya, juga berimbas buat usahanya. FnV Chips bahkan bisa melebarkan sayap di tengah pandemi dengan banyak reseller yang terbentuk dan tersebar di seluruh Indonesia. Mulai dari Sumatera, Riau, Jabodetabek, Jawa, Bali, Sulawesi, dan Kalimantan.

“Reseller kita itu terbentuk saat pandemi. Kami berikan opportunity pada orang. Mereka pada bilang FnV Chips tawarkan komisi paling besar,” sebut Anna.

Meski begitu, imbas pandemi mau tak mau tetap terasa. Anna mengaku karyawan yang dimilikinya saat ini tidak sebanyak dulu, saat aktif mengikuti bazar. Karyawan yang ada, lebih banyak mengisi bagian produksi dan administrasi.

Untuk rencana ke depan, Anna mengaku belum ingin mengeluarkan varian baru. Ia masih ingin fokus kepada 12 varian camilan yang telah dimilikinya dan mengoptimalkan penjualannya.

Apalagi, Anna kini tak hanya punya satu bisnis. Ia sudah melebarkan sayap bisnis dengan membentuk group @nacellinhealthorganic, kuliner @summay.dimsum.siomay, dan mini hampers hand sanitizer @kurina.clean. 

 

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar