19 Agustus 2025
10:46 WIB
Rupiah Melemah Terimbas Antisipasi Sikap Hawkish The Fed
Nilai tukar rupiah melemah dipengaruhi salah satunya oleh antisipasi pelaku pasar terhadap pidato The Fed yang dapat mengarah hawkish terkait kebijakan suku bunga acuannya.
Editor: Khairul Kahfi
Petugas menunjukkan uang pecahan dolar AS dan rupiah di Bank BSI, Jakarta. Antara Foto/Muhammad Adimaja/Spt/am
JAKARTA - Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong mengatakan, nilai tukar (kurs) rupiah melemah dipengaruhi salah satunya oleh antisipasi pelaku pasar terhadap pidato Ketua The Fed Jerome Powell yang dapat mengarah ke sikap ketat (hawkish) terkait kebijakan suku bunga acuannya.
"Rupiah diperkirakan akan melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang rebound oleh antisipasi pidato hawkish Powell dalam beberapa kesempatan pekan ini, di antaranya risalah FOMC dan Jackson Hole," ujar Lukman melansir Antara, Jakarta, Selasa (19/8).
Baca Juga: Rupiah Melemah Terimbas Inflasi Produsen AS di Atas Prediksi
Berdasarkan pantauan, nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Selasa (19/8) di Jakarta melemah sebesar 0,20% atau 32,50 poin, dari sebelumnya Rp16.198 menjadi Rp16.230 per dolar AS.
Melansir Bloomberg, pada perdagangan Senin (18/8), Indeks Dolar AS (DXY) yang mengukur kinerja terhadap mata uang lainnya, termasuk EUR, JPY, GBP, CAD, CHF, dan SEK terpantau menghijau ke level 98,21 poin atau naik tipis 0,05 persen poin dibandingkan penutupan sebelumnya yang berkisar 98,16 poin.
Adapun pergerakan DXY kemarin (18/8) berkisar antara 98,10-98,31 atau cenderung sedikit menguat dibanding kondisi beberapa waktu belakangan terhadap rentang level DXY 52 pekan terakhir di kisaran 96,37-110,17 poin.
Di sisi lain, dolar AS yang dipantau pada pukul 9.48 WIB hari ini (19/8) terpantau menguat 0,28% atau naik sekitar Rp46 terhadap mata uang rupiah. Sementara ini, rupiah ditransaksikan Rp16.244 per dolar AS, dengan proyeksi pergerakan harian sekitar Rp16.226-16.251 per dolar AS.
Adapun sejumlah sentimen akan jadi penentu dinamika pergerakan rupiah terhadap dolar AS dalam beberapa waktu ke depan.
Baca Juga: Rupiah Menguat Imbas Ekspektasi FFR Turun 100% di September
Dari mancanegara, pidato Jerome Powell akan menjadi perhatian pelaku pasar dalam pertemuan para pejabat bank sentral dunia pada Simposium Jackson Hole di AS pada 21-23 Agustus 2025.
Selanjutnya, pelaku pasar juga akan memerhatikan pidato Jerome Powell pada pertemuan The Federal Open Market Committee (FOMC) Minutes pada Kamis (21/8) pekan ini.
Berdasarkan laporan FedWatch CME, ada kemungkinan sebesar 83% The Fed akan memangkas suku bunga pada pertemuan September 2025, namun sikap hawkish bank sentral AS menjadi langkah antisipasif pelaku pasar saat ini.
Di sisi lain, Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin menggelar pertemuan pada Jumat (15/8), yang tidak menghasilkan kesepakatan gencatan senjata atau kesepakatan formal untuk mengakhiri perang Ukraina.
Sebelumnya, pada Rabu (13/8), Trump mengancam akan memberikan 'konsekuensi berat' apabila Putin tidak menyetujui perdamaian, mengingat Trump telah mengancam tarif tinggi terhadap pembeli utama minyak Rusia, yaitu India dan China.
Para analis mengatakan pembatasan yang lebih ketat terhadap ekspor energi dari Moskow dapat memperburuk kendala pasokan yang ada, terutama di Eropa, dan sebagian Asia yang masih sangat bergantung pada minyak mentah dan produk olahan Rusia.
Baca Juga: Inflasi AS di Bawah Ekspektasi, Rupiah Menguat ke Rp16.200-an
Dari kawasan Asia, perekonomian China melambat di hampir semua sektor pada Juli 2025, yang mana aktivitas pabrik, investasi, dan penjualan ritel mengecewakan ekspektasi, dipengaruhi pengetatan Beijing terhadap perang harga serta dampak lanjutan tarif impor dari Trump.
Pada Jumat (15/8), data Biro Statistik Nasional (NBS) China menunjukkan produksi pabrik dan tambang hanya naik 5,7% (yoy) atau terendah sejak November 2025 dan di bawah proyeksi, dibandingkan kenaikan 6,8% (yoy) pada Juni 2025.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) mencatat ULN periode Juni 2025 sebesar US$433,3 miliar atau setara Rp6.976,1 triliun (kurs Jisdor Rp16.109 per dolar AS per 14 Agustus 2025), atau menurun dibandingkan sebesar Rp7.100,28 triliun pada Mei 2025.
Tingkat pertumbuhan ULN kuartal II/2025 juga melambat sebesar 6,1% (yoy) dibandingkan pertumbuhan 6,4% (yoy) pada kuartal I/2025. Perlambatan pertumbuhan ini dipengaruhi oleh ULN swasta yang melanjutkan kontraksi pertumbuhan.
Berdasarkan komposisi, ULN pemerintah pada April-Juni 2025 sebesar US$210,1 miliar atau setara Rp3.382,6 triliun.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Jumat (15/8) tercatat di level Rp16.162 per dolar AS.