c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

10 Mei 2025

17:21 WIB

OJK: Prospek IPO Bank Daerah Dan BPR Di 2025 Cukup Positif

Meski prospek Bank Daerah dan BPR untuk IPO di tahun ini masih positif, OJK mengingatkan adanya tekanan ekonomi global yang menantang volatilitas pasar. 

Penulis: Fitriana Monica Sari

Editor: Khairul Kahfi

<p>OJK: Prospek IPO Bank Daerah Dan BPR Di 2025 Cukup Positif</p>
<p>OJK: Prospek IPO Bank Daerah Dan BPR Di 2025 Cukup Positif</p>

Ilustrasi - Nasabah menggunakan aplikasi JakOne Mobile Bank DKI. Dok Bank DKI

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai, prospek industri perbankan, terutama Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank Perekonomian Rakyat (BPR), untuk mencatatkan saham perdana melalui Penawaran Umum Perdana (Initial Public Offering/IPO) saham di pasar modal Indonesia di 2025 masih baik dan cukup positif.

“Di tengah kebutuhan bank untuk memperkuat struktur permodalan guna mendukung ekspansi usaha dan digitalisasi layanan serta inovasi produk keuangan, tentunya perlu untuk pendanaan dan rasanya memang peluang untuk itu cukup terbuka,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (9/5).

Baca Juga: Bagi Dividen Rp249 Miliar, Bank DKI Mantap Segera IPO!

OJK pun turut menekankan, pentingnya pemenuhan persyaratan mendasar untuk kesuksesan IPO, termasuk terkait dengan perlindungan investor. Selain itu, juga kesiapan operasional dan tata kelola perusahaan yang baik.

Meski prospek untuk IPO perbankan di tahun ini masih positif, Inarno mengingatkan, adanya tekanan ekonomi global yang menantang volatilitas pasar. Sehingga, kondisi ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi calon emiten untuk melantai di bursa. 

Oleh karena itu, momen yang tepat untuk IPO dan valuasi yang optimal terhadap harga saham menjadi kunci penting bagi calon emiten di tengah tekanan global saat ini.

Menurutnya, transparansi dan tata kelola yang baik serta model bisnis yang adaptif menjadi faktor kunci keberhasilan IPO. Selain itu, kesiapan internal dan kejelasan strategi jangka panjang bisnis merupakan syarat utama agar calon emiten mampu menarik minat pasar secara maksimal.

“Tetapi, kami melihat bahwa peluang itu (untuk IPO) masih ada. Namun, perlu saya tekankan bahwa investor ini cenderung untuk berhati-hati dan juga selektif dalam menempatkan dananya (di tengah tekanan ekonomi global),” tutur Inarno.

Terkait dengan rencana IPO Bank DKI, Inarno menyampaikan, hingga saat ini belum ada konsultasi atau pernyataan pendaftaran atas IPO Bank DKI. Senada, hingga saat ini, OJK juga mengaku belum menerima pernyataan pendaftaran BPR/BPRS yang akan melangsungkan IPO.

Baca Juga: Bank DKI Didorong IPO, OJK Peringatkan Tata Kelola Dan Profesionalisme

OJK sendiri telah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 7 Tahun 2024, sehingga membuka kesempatan bagi BPR/BPRS untuk melantai di bursa. Adapun, salah satu syarat BPR/BPRS untuk bisa menggelar IPO, yakni wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp80 miliar.

Tren Penurunan Jumlah BPR Berlanjut
Sementara itu, masih pada kesempatan yang sama, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae menilai, tren penurunan jumlah BPR/BPRS masih bakal berlanjut pada tahun ini.

Menurut Dian, hal itu seiring dengan pelaksanaan konsolidasi BPR/BPRS yang berada dalam kepemilikan yang sama melalui penggabungan/peleburan usaha atau adanya pencabutan izin usaha BPR/BPRS karena masuk dalam status bank dalam resolusi.

OJK mencatat, kinerja industri BPR/BPRS posisi Maret 2025 tumbuh positif, ditopang dengan peningkatan pada sisi aset, penyaluran kredit, maupun penghimpunan dana pihak ketiga (DPK).

Fungsi intermediasi dan likuiditas BPR/BPRS tetap terjaga, dengan rasio permodalan yang masih berada di atas regulatory threshold.

Baca Juga: Salah Urus Penyebab BPR Tergerus

Meski begitu, Dian juga mencatat, rasio kredit bermasalah atau NPL industri BPR/BPRS yang dipengaruhi scaring effect  pandemi covid-19 yang berdampak pada nasabah perorangan atau UMKM di daerah yang merupakan target BPR.

"OJK pun terus berkomitmen untuk memperkuat industri BPR/BPRS sesuai dengan amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), antara lain dengan menerbitkan beberapa peraturan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas penerapan manajemen risiko dan tata kelola BPR/BPRS," sebut Dian.

Salah satu peraturan tersebut, yaitu Peraturan OJK (POJK) Nomor 9 Tahun 2024 tentang Penerapan Tata Kelola bagi BPR dan BPRS yang dilengkapi dengan SEOJK Nomor 12/SEOJK.03/2024 tentang Penerapan Tata Kelola Bagi BPR.

Selanjutnya, OJK telah mengeluarkan SEOJK Nomor 21/SEOJK.03/2024 tentang Panduan Akuntansi Perbankan Bagi BPR di mana BPR ditetapkan menggunakan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia untuk Entitas Privat.

"OJK juga meminta BPR/BPRS membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) untuk mengantisipasi kerugian yang mungkin terjadi akibat penurunan nilai aset keuangan, terutama kredit yang dibentuk oleh bank sebagai bentuk kehati-hatian," ucapnya.

Sekadar informasi, OJK baru-baru ini mencabut izin usaha PT BPRS Gebu Prima yang beralamat di Kota Medan, Sumatera Utara. Lantaran pemegang saham, dewan komisaris, dan direksi tidak dapat melakukan upaya penyehatan BPR sesuai tenggat waktu yang diberikan.

Pencabutan izin usaha BPRS Gebu Prima menjadi daftar pertama BPRS yang tumbang untuk tahun ini. Sebelumnya, pada 2024, OJK telah melakukan pencabutan izin usaha kepada 20 BPR/BPRS yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar