26 Mei 2025
18:07 WIB
Langkah Borong SBN Dikritik, Begini Tanggapan BI
Bank Indonesia telah memborong SBN dengan total sebesar Rp96,41 triliun sejak awal tahun hingga 20 Mei 2025. Langkah ini dinilai memberi sinyal negatif bagi investor dan pertumbuhan sektor riil.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Khairul Kahfi
Dua pegawai melintas di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (20/3/2024). ValidNewsID/Darryl Ramadhan
JAKARTA - Strategi Bank Indonesia (BI) dalam memborong Surat Berharga Negara (SBN) untuk menjaga stabilitas moneter justru menuai kritik. Lantaran, dinilai memberi sinyal negatif bagi investor, serta berisiko menekan pertumbuhan sektor riil.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso menyampaikan, bank sentral memiliki tiga intervensi atau yang lebih dikenal triple intervention untuk membantu nilai tukar rupiah tetap stabil.
"Bank Indonesia itu punya namanya triple intervention. Jadi bagaimana kita intervensi di pasar spot, intervensi di pasar NDF dan DNDF, dan bagaimana intervensi ataupun melakukan pembelian SBN di pasar sekunder," terangnya kepada wartawan di Kantor Pusat BI, Jakarta, Senin (26/5).
Baca Juga: Demi Rupiah Stabil Dan Inflasi Terkendali, BI Borong SBN Rp96,41 T Hingga Mei 2025
Asal tahu saja, Bank Indonesia telah membeli Surat Berharga Negara (SBN) dengan total sebesar Rp96,41 triliun sejak awal tahun hingga 20 Mei 2025.
Secara rinci, pembelian SBN dilakukan melalui pasar sekunder sebesar Rp64,99 triliun serta pasar primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN), termasuk syariah, sebesar Rp31,42 triliun.
Lebih lanjut, dia menegaskan, strategi otoritas moneter melakukan pembelian SBN di pasar sekunder dapat membantu kondisi likuiditas perbankan.
"Ini tentunya membantu kondisi likuiditas perbankan, tentunya bagaimana mereka mengelola likuiditas, dan kita berharap supaya likuiditas itu bisa maksimal untuk disalurkan ke kredit perbankan," imbuhnya.
Menurut Denny, sebelum melakukan pembelian SBN, Bank Indonesia sudah terlebih dahulu melakukan perhitungan saksama mengenai dampaknya terhadap perekonomian. Selain perekonomian secara luas, Bank Indonesia juga menghitung dampak pembelian SBN terhadap likuiditas perbankan.
Di sisi lain, Denny menyebut, hingga saat ini suku bunga yang berlaku di pasar uang tetap stabil dan inline dalam kisaran suku bunga kebijakan Bank Indonesia (BI-Rate). Selain itu, BI juga melihat pergerakan suku bunga yang relatif stabil di pasar uang.
"Ini menunjukkan bahwa sebenarnya perbankan mampu mengelola likuiditas dengan baik, dan gejolak hampir tidak ada di pasar uang domestik," paparnya.
Baca Juga: BI Ungkap Cara Stabilkan Rupiah Di Tengah Volatilitas Tinggi
Sebelumnya, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 20-21 Mei 2025 memutuskan untuk menurunkan BI-Rate menjadi 5,50%. Selain itu, suku bunga Deposit Facility juga dipangkas menjadi 4,75%, dan suku bunga Lending Facility turun menjadi 6,25%.
Keputusan ini konsisten dengan perkiraan inflasi 2025-2026 yang rendah dan terkendali dalam sasaran 2,5±1%, upaya mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya, serta mendorong pertumbuhan ekonomi.
Ke depan, Bank Indonesia akan terus mengarahkan kebijakan moneter untuk menjaga inflasi dalam sasarannya dan stabilitas nilai tukar rupiah yang sesuai fundamental. Dengan tetap mencermati ruang untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dinamika yang terjadi pada perekonomian global dan domestik.