21 Mei 2025
14:54 WIB
Tok, BI Turunkan Suku Bunga di Level 5,50% Pada Mei 2025
Bank Indonesia (BI) memutuskan menurunkan suku bunga acuan BI-Rate pada Mei 2025 sebesar 25 basis poin (bps) menjadi ke level 5,50%.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Editor: Fin Harini
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo (tengah) bersama Deputi Gubernur Senior (kanan) dan Deputi Gubernur (kiri) menyampaikan keterangan pers terkait hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI di Jakarta, Rabu (15/1/2025). AntaraFoto/Dhemas Reviyanto
JAKARTA –Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan BI-Rate Mei 2025 sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,50%. Level suku bunga moneter ini menurun setelah pada Januari 2025 lalu sempat mengalami penurunan BI-Rate 25 bps, kemudian ditahan pada Februari, Maret, dan April 2025.
“Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada tanggal 20 dan 21 Mei 2025 memutuskan untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,50%,” ungkap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG-BI) Bulanan Mei 2025, Jakarta, Rabu (21/5).
BI juga menurunkan suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi level 4,75% dan suku bunga Lending Facility turun sebesar 25 bps menjadi 6,25%.
Perry menjelaskan, keputusan ini konsisten dengan prakiraan inflasi tahun 2025 dan 2026 yang rendah dan terkendali dalam sasaran 2,5±1%, upaya mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya, serta untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
"Ke depan, Bank Indonesia akan terus mengarahkan kebijakan moneter untuk menjaga inflasi dalam sasarannya dan stabilitas nilai tukar rupiah yang sesuai fundamental dengan tetap mencermati ruang untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dinamika yang terjadi pada perekonomian global dan domestik," ungkapnya.
Sementara itu, lanjut dia, kebijakan makroprudensial akomodatif terus dioptimalkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan berbagai strategi untuk meningkatkan pertumbuhan kredit dan mendorong fleksibilitas pengelolaan likuditas oleh perbankan.
Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk turut menopang pertumbuhan ekonomi, khususnya sektor perdagangan dan UMKM melalui perluasan akseptasi pembayaran digital serta penguatan infrastruktur dan konsolidasi struktur industri sistem pembayaran.
Baca Juga: Rupiah Terjaga, BI-Rate Diproyeksi Turun Di RDG Mei
Sebelumnya, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) menyarankan BI mempertahankan suku bunga acuan BI-Rate 5,75% untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
“Meskipun tren inflasi dan pergerakan rupiah menunjukkan adanya ruang perubahan kebijakan, pelonggaran yang terlalu dini dapat berisiko mengubah capaian stabilitas mata uang baru-baru ini,” kata Ekonom LPEM UI Teuku Riefky di Jakarta, Rabu (21/5), dilansir dari Antara.
Menurut dia, penyesuaian kebijakan suku bunga perlu dilakukan secara hati-hati dan selaras dengan berbagai sinyal dari moneter global, utamanya Federal Reserve (The Fed).
Dia mengamini rupiah bergerak lebih stabil dalam satu bulan terakhir dan inflasi kembali masuk ke sasaran BI, memberikan ruang potensi penurunan suku bunga acuan bank sentral ini.
Namun, kebijakan tarif resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump masih membayangi perdagangan global sehingga masih membuka ruang yang lebar untuk volatilitas pasar.
Meski ada moderasi ketegangan AS-China, ruang lingkup dan waktu penerapan tarif ke depan masih sulit diprediksi.
Di saat yang sama, The Fed memilih untuk mempertahankan suku bunga acuan 4,25% hingga 4,5% pada pertemuan Mei 2025.
“Untuk sementara, BI harus tetap waspada dan terus menggunakan perangkat stabilisasi yang diperlukan untuk menjaga stabilitas makroekonomi,” ujar Riefky.
Pandangan yang sama juga diungkapkan oleh Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual.
Menurut dia, BI masih fokus di stabilitas, dipicu ketidakpastian perang tarif. The Fed juga masih mempertahankan suku bunga patokan.
Di samping itu, juga ada indikasi perlambatan konsumsi, meski faktornya lebih disebabkan oleh high base effect (pemilu tahun lalu) dan kurang optimalnya belanja pemerintah.
Rupiah Stabil
Akan tetapi, pasar tidak satu suara dalam prediksi suku bunga acuan BI pada RDG kali ini.
Chief Economist Bank Syariah Indonesia (BSI) Banjaran Surya Indrastomo memproyeksikan RDG BI hari ini akan memutuskan penurunan BI-Rate, di tengah volatilitas rupiah yang sudah relatif terjaga.
Banjaran mencatat, temporary truce atau “genjatan senjata” sementara perang tarif AS-China telah mengurangi ketegangan dan ketidakpastian perekonomian global.
Di sisi lain, Indonesia membutuhkan suku bunga yang lebih pro growth sebagai katalisator untuk mendorong pertumbuhan. Dengan demikian, penyesuaian dari Bank Indonesia akan sangat membantu ekonomi Indonesia.
Baca Juga: Ekonom: BI Punya Momentum Pangkas Suku Bunga Di RDG Mei 2025
Menurut Banjaran, interest rate differential antara surat berharga Indonesia dibandingkan negara-negara di ASEAN juga masih cukup kompetitif.
Dia berpendapat RDG kali ini menjadi momentum yang tepat bagi BI untuk menurunkan suku bunga.
Senada, Chief Economist Bank Mandiri Andry Asmoro juga melihat adanya ruang pemangkasan. Selain untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, ia menilai tekanan rupiah sudah tak setinggi Kuartal I/2025.
Inflasi pun dinilai akan tetap rendah pada kisaran target Bank Indonesia. Benchmark rate Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain juga masih relatif kompetitif.