c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

03 April 2025

11:47 WIB

Kemenperin: Momentum Lebaran 2025 Gagal Kerek Permintaan Produk Manufaktur RI

Momentum hari raya besar biasanya mengerek permintaan produk manufaktur, tapi kali ini tidak terjadi. Jika tak ada perayaan hari besar keagamaan pada Maret 2025, PMI Indonesia turun lebih dalam.

Penulis: Aurora K M Simanjuntak

Editor: Khairul Kahfi

<p>Kemenperin: Momentum Lebaran 2025 Gagal Kerek Permintaan Produk Manufaktur RI</p>
<p>Kemenperin: Momentum Lebaran 2025 Gagal Kerek Permintaan Produk Manufaktur RI</p>

Sejumlah pekerja menyelesaikan pembuatan pakaian di salah satu pabrik garmen di Banjarnegara, Jawa Tengah, Senin (15/1/2023). Antara Foto/Yulius Satria Wijaya/nz.

JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menilai, momentum hari raya keagamaan seperti Idulfitri dan libur Lebaran tidak lagi menyumbang lonjakan permintaan terhadap berbagai produk manufaktur buatan Indonesia.

Juru Bicara Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief mengatakan, momentum Lebaran 2025 justru hanya menjadi penopang agar kinerja belanja atau Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur RI tidak makin anjlok.

Adapun PMI manufaktur pada Maret 2025 masih mengalami ekspansi dengan capaian sebesar 52,4 poin. Namun, angka itu turun dibandingkan dengan PMI Februari 2025 yang sebesar 53,6 poin.

"Momentum perayaan keagamaan kali ini hanya mampu menjadi penopang (level) PMI agar tidak turun lebih dalam lagi," ujar Febri dalam keterangan resmi, Jakarta, Rabu (2/4).

Baca Juga: PMI Manufaktur RI Maret 2025 Turun Ke Level 52,4 Poin

Febri menyampaikan, perusahaan industri melaporkan pada Kemenperin, mereka menyatakan penjualan produk manufaktur mengalami penurunan menjelang Lebaran. Di antaranya, produk hasil industri makanan-minuman, serta Tekstil dan Produk Tekstil (TPT).

Pelaku industri beranggapan, salah satu faktor yang menyebabkan penurunan penjualan, yakni karena terjadi pelemahan daya beli masyarakat.

Kemenperin menilai, perlambatan kinerja belanja tersebut tecermin dari laporan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Maret 2025. IKI berada di angka 52,98 poin atau turun 0,17 poin dibandingkan Februari 2025.

"Tetapi, para pelaku industri masih menyampaikan optimisme yang tinggi dalam menjalankan usaha di Indonesia," imbuh Jubir Kemenperin.

Lebih lanjut, Febri menyampaikan, hampir semua negara ASEAN mengalami penurunan PMI pada Maret 2025. Bahkan, sejumlah negara masih mengalami level PMI manufaktur yang kontraksi.

Adapun PMI manufaktur Indonesia pada Maret 2025 mampu melampaui China (51,2 poin), Vietnam (50,5 poin), Thailand (49,9 poin), Taiwan (49,8 poin) Amerika Serikat (49,8 poin) Myanmar (49,8 poin), Belanda (49,6 poin), Korea Selatan (49,1 poin), Prancis (48,9 poin), Jerman (48,3 poin), Jepang (48,3 poin), dan Inggris (44,6 poin).

Febri menilai, sebagian negara tersebut tidak memiliki perayaan hari besar keagamaan pada Maret 2025 yang berperan sebagai pendorong lonjakan permintaan ataupun menahan penurunan PMI.

"Bayangkan jika tidak ada perayaan hari besar keagamaan dan liburan pada bulan Maret ini, maka PMI Indonesia bisa turun lebih dalam lagi," katanya.

Baca Juga: Kemenperin: Industri RI Masih Diminati Investor dan Bakal Serap 24.000 Tenaga Kerja

Febri menilai, PMI Indonesia dapat melonjak lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya, apabila mampu mengoptimalkan permintaan perayaan keagamaan.

Selain itu, mengoptimalkan pengendalian produk impor murah di pasar domestik. Adapun aspek pengendalian tersebut merupakan ranah pemerintah.

Febri mengatakan, kinerja industri manufaktur masih sangat bergantung pada pasar domestik yang potensial. Hampir 80% produk manufaktur dijual di pasar domestik untuk memenuhi kebutuhan pemerintah, swasta dan rumah tangga.

Oleh karena itu, Kemenperin menilai, kinerja baik sektor manufaktur nasional akan menjamin kenaikan 19 juta rakyat Indonesia yang bekerja pada sektor ini.

"Sebaliknya, ketika pasar domestik dibanjiri produk impor barang jadi, akan mengakibatkan tekanan yang berat pada demand domestik, bahkan juga akan mengancam pendapatan rumah tangga untuk 19 juta pekerja tersebut," papar Febri.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar