03 Maret 2025
14:27 WIB
Permintaan Membaik, PMI Manufaktur RI Februari 2025 Naik ke Level 53,6 Poin
S&P Global mencatat, terjadi peningkatan laju produksi, penjualan, pertumbuhan ketenagakerjaan, dan pelaku industri makin optimis.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Editor: Khairul Kahfi
Aktivitas buruh tekstil di Sukoarjo, Jawa Tengah. Antara Foto/Hafidz Mubarak A
JAKARTA - Pertumbuhan di seluruh sektor manufaktur Indonesia berlanjut. Tecermin dari angka Purchasing Managers Index (PMI) Manufaktur pada Februari 2025 yang meningkat ke level 53,6 poin.
Adapun capaian PMI manufaktur RI itu lebih tinggi ketimbang Januari 2025 yang sebesar 51,9 poin. Kepala Ekonom S&P Global Market Intelligence Joe Hayes mengatakan, capaian ini merupakan rekor tertinggi dalam 11 bulan terakhir.
"Headline survei PMI manufaktur RI menunjukkan kenaikan hingga di posisi tertinggi dalam 11 bulan dan mengarah pada perbaikan solid pada kondisi pengoperasian," ujarnya dalam keterangan resmi, Jakarta, Senin (3/3).
Joe melaporkan, hasil survei S&P Global melihat, faktor utama yang mengerek PMI manufaktur RI pada Februari 2025 adalah kenaikan permintaan atas barang-barang produksi made in Indonesia.
Menurutnya, variabel permintaan baru (new order) naik selama tiga bulan berturut-turut. Dia bahkan menyebutkan tingkat pertumbuhan variabel ini berada di posisi paling kuat sejak Maret 2024.
Baca Juga: Kinerja Industri Manufaktur Naik, IKI Februari 2025 Tercatat 53,15 Poin
Joe juga menyampaikan, pertumbuhan penjualan didorong oleh pasar domestik. Kemudian, percepatan kenaikan permintaan baru juga dibarengi oleh penurunan marginal pada bisnis ekspor baru.
"Kondisi permintaan sangat mendukung pertumbuhan, mendorong perluasan lapangan kerja dan kenaikan volume pembelian," paparnya.
Selanjutnya, untuk memenuhi kenaikan permintaan, industri RI terus menggenjot variabel output atau produksi selama Februari 2025. Capaian ini turut menunjukkan ekspansi usaha tergolong kuat dan cepat dalam sembilan bulan terakhir.
Joe melaporkan, variabel permintaan baru lebih tinggi ketimbang output atau produksi. Ini berarti pertumbuhan produksi lebih rendah dari penjualan, dan data Februari 2025 mencatat terjadi kenaikan penumpukan pekerjaan meski masih tergolong marginal.
Dia menambahkan, perusahaan manufaktur membeli input tambahan untuk memenuhi kenaikan kebutuhan produksi. S&P mencatat, pertumbuhan pembelian juga naik pada Februari 2025 dan merupakan yang terkuat sejak Mei tahun lalu.
"Percepatan ekspansi pada pembelian membantu perusahaan untuk mengisi kembali inventaris pra-produksi mereka. Tingkat kenaikan stok input merupakan yang paling tajam dalam rekor," ujar Joe.
Dia juga menyampaikan, upaya perusahaan untuk meningkatkan stok dan menaikkan kapasitas staf sejalan dengan optimisme produsen Indonesia pada tahun mendatang. Ekspektasi output merupakan yang paling kuat sejak Maret 2022.
Joe mengaku, manufaktur Indonesia memiliki tingkat optimisme yang kuat ke depannya. Itu didorong pula dengan pertumbuhan optimisme pelaku usaha dalam tiga tahun.
"Kami juga melihat bahwa perusahaan lebih optimis terhadap perkiraan mendatang, kepercayaan diri naik paling tinggi dalam waktu hampir tiga tahun," tuturnya.
Meski demikian, S&P Global mencatat, tantangan seperti ekspor yang berubah-ubah agak mengecewakan pelaku industri RI. Di satu sisi, peningkatan ketidakpastian perdagangan global yang mengarah pada proteksionisme diperkirakan bakal berdampak pada arus barang internasional.
Baca Juga: Pertumbuhan Kinerja Industri Pengolahan 2024 Melambat, Ini Respons Kemenperin
Kendati demikian, Joe mengungkapkan, kabar baiknya, para produsen Indonesia tetap memiliki persepsi positif terhadap perkiraan permintaan mendatang.
"Hal ini menunjukkan pasar domestik dapat menjadi sumber pertumbuhan, setidaknya dalam jangka pendek," imbuhnya.
Tantangan lainnya, S&P menilai, tekanan harga semakin intensif pada pertengahan kuartal I/2025. Ini menunjukkan, kenaikan nilai tukar makin memburuk karena naiknya harga bahan baku dan mark-up dari vendor.
Untuk melindungi margin profit, Joe menerangkan, produsen Indonesia mengerek biaya pada Februari 2025. Survei juga menyebut, kenaikan tarif PPN menjadi 12% menjadi alasan produsen menaikkan harga jualnya.
"Sehingga, tingkat inflasi harga output tergolong sedang dan yang paling rendah dalam empat bulan," tambah Joe.
Adapun secara keseluruhan, S&P Global menilai, kenaikan pertumbuhan di seluruh sektor manufaktur Indonesia yang berlanjut hingga Februari ini merupakan pertanda baik pada awal kuartal I/2025.