c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

25 Juni 2025

20:55 WIB

Kemenperin Dukung Kemendag Hentikan Rencana BMAD impor Benang Filamen

Kemenperin mendukung langkah Kemendag hentikan rencana pengenaan BMAD impor benang filamen dari China. Kebijakan pembangunan ekosistem perlu menjaga keberlanjutan industri hulu-hilir.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Khairul Kahfi

<p>Kemenperin Dukung Kemendag Hentikan Rencana BMAD impor Benang Filamen</p>
<p>Kemenperin Dukung Kemendag Hentikan Rencana BMAD impor Benang Filamen</p>
Pekerja menyelesaikan produksi kain di PT Trisula Textile Industries, Kota Cimahi, Jawa Barat, Selasa (15/4/2025). Antara Foto/Abdan Syakura/YU.

JAKARTA - Jubir Kemenperin Febri Hendri Antoni Arief menyatakan, pihaknya menyetujui langkah Mendag Budi Santoso yang memutuskan untuk menghentikan rekomendasi Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) terhadap pengenaan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) atas impor benang filamen sintetis tertentu asal China.

Menurut Febri, pembangunan ekosistem industri perlu menjaga keberlanjutan dari hulu ke hilir.

"Membangun ekosistem industri itu kan tidak hanya membangun pabrik, tapi juga me-maintain keberlanjutan rantai pasok, supplier bahan baku, dan itu juga harus memerhatikan keseimbangan industri hulu, intermediate (tengah), dan hilir," jelas Febri saat ditemui di Kantor Kemenperin, Jakarta, Rabu (25/6).

Baca Juga: HIPMI Desak Kemendag Terapkan Tarif BMAD Untuk Impor Sektor Hulu Industri Tekstil

Dia menjelaskan, pemerintah akan kesulitan menerapkan kebijakan BMAD, apabila industri intermediate (tengah) dan hilir masih bergantung dengan bahan baku asal impor.

Kendati, sambungnya, Indonesia bisa saja menerapkan BMAD untuk menjaga industri hulu penyedia bahan baku. Asalkan, kebutuhan bahan baku industri intermediate dan hilir itu bisa dipenuhi oleh bahan baku asal atau produksi dalam negeri.

Oleh karena itu, Febri menegaskan, keputusan Kemendag yang memilih untuk menghentikan rekomendasi KADI terkait pengenaan BMAD atas impor benang filamen sintetis tertentu asal China merupakan langkah yang tepat.

"Jadi kalau menurut kami, BMAD yang diputuskan oleh Kementerian Perdagangan, ya sudah benar," tandasnya.

Sebelumnya, dalam keterangan resmi, Mendag Budi Santoso memutuskan menghentikan perencanaan pengenaan BMAD tersebut berdasarkan hasil pertimbangan kondisi industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) secara menyeluruh, serta masukan dari para pemangku kepentingan terkait.

Mendag menjelaskan, keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan kondisi industri TPT nasional, khususnya pasokan benang filamen sintetis tertentu ke pasar domestik yang masih terbatas. 

"Kapasitas produksi nasional masih belum mampu memenuhi kebutuhan industri pengguna dalam negeri. Sebagian besar produsen benang filamen sintetis tertentu memproduksi untuk dipakai sendiri," kata Budi, Jumat (20/6).

Perlu diketahui, KADI telah melakukan penyelidikan atas dugaan praktik dumping produk benang filamen sintetis sejak 12 September 2023. Penyelidikan ini dilakukan atas permohonan Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) yang mewakili PT Asia Pacific Fibers Tbk dan PT Indorama Synthetics Tbk.

Baca Juga: APSyFI Sebut BMAD Bukan Penghambat Pasar, Melainkan Bersaing Sehat

Produk yang diselidiki mencakup benang filamen sintetis tertentu dengan klasifikasi HS 5402.33.10; 5402.33.90; 5402.46.10; dan 5402.46.90 dalam Buku Tarif Kepabeanan Indonesia (BTKI) 2022. Produk ini terdiri dari dua jenis, yakni partially oriented yarn (POY) dan drawn textured yarn (DTY).

Sementara itu, Ketua Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta menyatakan, praktik dumping produsen luar telah menciptakan distrorsi harga domestik. Oleh karena itu, menurutnya, BMAD 20% ideal diterapkan untuk memulihkan industri hulu tanpa membebani sektor hilir secara berlebihan.

"Harga normal itu ada di kisaran 20% (BMAD) di atas harga dumping. Kalau lebih tinggi dari itu, memang produsen hulu punya ruang untuk margin lebih besar, tapi berisiko membebani industri hilir. Kita perlu titik tengah yang sehat dan berkelanjutan," tutur Redma.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar