c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

21 Juli 2025

13:31 WIB

Kadin: Ketimbang Pertumbuhan Ekonomi, Lapangan Kerja Lebih Urgent

Kadin Indonesia mengungkap isu perekonomian Indonesia saat ini bukan hanya pertumbuhan yang terjebak di kisaran 4,7%. Namun, penurunan daya beli masyarakat yang menganggur dan tak punya pendapatan.

Penulis: Siti Nur Arifa

Editor: Khairul Kahfi

<p>Kadin: Ketimbang Pertumbuhan Ekonomi, Lapangan Kerja Lebih <em>Urgent</em></p>
<p>Kadin: Ketimbang Pertumbuhan Ekonomi, Lapangan Kerja Lebih <em>Urgent</em></p>

Ketua Dewan Kadin Indonesia Arsjad Rasjid dalam diskusi Universitas Paramadina bertajuk Driving Inclusive Growth: Innovation, Industrialization and Energy for Job Creation, Jakarta, Sabtu (19/7). Dok Universitas Paramadina

JAKARTA - Ketua Dewan Pertimbangan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid mengungkap, isu perekonomian yang saat ini terjadi di Indonesia bukan hanya semata-mata dilihat dari pertumbuhan yang terjebak di kisaran 4,7%.

Menurutnya, pengaruh utama yang memengaruhi pertumbuhan dan perlu jadi fokus penting berbagai pihak adalah daya beli masyarakat yang terus menurun karena saat ini disinyalir 'tidak mempunyai uang'. Utamanya, disebabkan keterbatasan lapangan pekerjaan dan tingginya angka pengangguran di tanah air.

"Jadi jelas, yang lebih urgent dalam menjadi tantangan saat ini adalah (keberadaan) lapangan pekerjaan, dan pengangguran," ujar Arsjad dalam diskusi Universitas Paramadina bertajuk 'Driving Inclusive Growth: Innovation, Industrialization and Energy for Job Creation', Jakarta, dikutip Senin (21/7).

Baca Juga: Menaker: Kualitas Tenaga Kerja Kita Bermasalah

Lebih detail, Arsjad membeberkan meski tingkat pengangguran terbuka turun ke level 4,7%, sayangnya jumlah pengangguran justru naik menjadi sekitar 7,28 juta orang. Yang lebih memprihatinkan, menurutnya, fakta bahwa hampir 60% angkatan kerja masih berada di sektor informal.

Sehingga, dirinya mempertanyakan apakah lapangan kerja di tanah air saat ini mencukupi untuk memperbaiki keadaan. 

Sebab, jika dilihat dari cara pandang sederhana, saat ini hanya ada dua sumber pendapatan masyarakat di Indonesia. Yakni, pedagang yang mendapat laba dari usahanya, serta pekerja yang mendapat upah, bonus, dan lain-lain.

"Jika dua sumber itu tidak lagi ada, maka growth economy tidak akan ada lagi, pasti menurun tajam," imbuh Arsjad.

Investasi dan Lapangan Kerja
Terkait peluang investasi yang selama ini dinarasikan dapat membuka lapangan kerja, eks Ketua Umum Kadin itu menyebut skema investasi di tanah air saat ini masih penuh tantangan.

Salah satunya, sumber investasi yang masuk lebih bersifat padat modal (capital intensive) daripada padat karya (labour intensive). Artinya, sektor industri atau kegiatan ekonomi lebih banyak melakukan investasi bermodal besar, terutama dalam bentuk aset tetap seperti mesin, peralatan, dan bangunan untuk memproduksi barang atau jasa.

"Untuk menciptakan investasi, baik investasi kecil ataupun besar, tantangannya banyak sekali. Mulai dari soal tanah, preman, permit, izin-izin dan segala macam persoalan," tambahnya.

Baca Juga: Menaker Beberkan Upaya Atasi Masalah Pengangguran dari 2 Sisi

Sementara itu, dari segi lapangan kerja, dirinya menyorot fenomena beberapa tahun terakhir mengenai terjadinya migrasi yang cukup signifikan dari para tenaga terampil Indonesia ke luar negeri, mulai dari perawat, ahli IT, sampai insinyur.

Menurut Arsjad, masyarakat yang memutuskan mengambil keputusan tersebut bukan tidak cinta Indonesia, melainkan peluang upah yang diterima bekerja di luar negeri bisa 5-8 kali lebih besar dari jumlah upah domestik. Belum lagi, peluang jenjang karir dan akses ke jaminan sosial yang lebih baik.

"'Kabur Dulu Aja' itu adalah fakta, karena memang jumlah lapangan pekerjaan di dalam negeri yang sangat kurang. Hal itulah yang kini menjadi pertanyaan apa yang akan dilakukan dengan realitas yang ada seperti sekarang," imbuhnya.

Strategi 3G
Guna menghadapi permasalahan lapangan kerja dan pengangguran yang saat ini terjadi, Arsjad menilai solusi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan strategi 3G, yakni Grow People, Gear Up Industry dan Go Green.

Grow People, menurutnya, dapat diartikan sebagai membangun manusia Indonesia sebagai talenta global, bukan sekadar untuk bekerja, tapi juga untuk memimpin dan berinovasi.

"Hari ini hanya 10% lulusan S1, selebihnya adalah lulusan SMA-SMK dan SMP dan SD. Kebanyakan angkatan kerja kita malah lulusan SMP dan SD saja. IQ Indonesia juga saat ini diketahui turun," jelasnya.

Baca Juga: Kemenaker Ungkap Masalah Pengangguran Saat Ini

Kedua, strategi Gear Up Industry atau mendorong reindustrialisasi berbasis nilai tambah dan pemerataan sebagai motor pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja. 

Di mana langkah strategisnya adalah dengan hilirisasi mineral dan manufaktur strategis, reindustrialisasi dengan nilai tambah hingga US$25 miliar ke PDB, dan perluasan industri ke luar Jawa dengan melibatkan UMKM.

Adapan langkah terakhir adalah Go Green, dengan menjadikan transisi energi sebagai peluang pertumbuhan ekonomi baru.

"Langkah strategis yang dilakukan dengan reskilling pekerja sektor tinggi emisi, mendorong pembiayaan hijau untuk UMKM, dan melibatkan masyarakat lokal dalam proyek transisi energi," pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar