02 Juli 2025
16:00 WIB
Menaker Beberkan Upaya Atasi Masalah Pengangguran dari 2 Sisi
Dukungan terhadap program-program pemerintah yang berpotensi membuka lapangan kerja dinilai dapat menjadi solusi menyeimbangkan permasalahan supply dan demand ketenagakerjaan di Indonesia.
Penulis: Siti Nur Arifa
Editor: Khairul Kahfi
Sejumlah pekerja berjalan sepulang kerja di kawasan Sudirman-Thamrin, Jakarta, Senin (10/10/2022). Antara Foto/Muhammad Adimaja/rwa.
JAKARTA - Menteri Tenaga Kerja Yassierli mengatakan, solusi dari tingginya angka pengangguran di Indonesia perlu dilihat dari dua sisi, yakni antara ketersediaan tenaga kerja dan adanya lapangan kerja (supply and demand).
Dirinya menilai, narasi terkait masalah pengangguran yang terjadi sering kali hanya menyorot tingginya angka pencari kerja, tanpa berupaya mengawal pembentukan lapangan kerja untuk menyerap tenaga yang ada.
“Sebelumnya kita banyak bicara supply, demand-nya enggak tau ke mana,” ujar dalam Seminar Nasional Indef di Jakarta, Rabu (2/7).
Baca Juga: Zulhas Klaim Kopdes Merah Putih Bisa Serap Minimal 2 Juta Tenaga Kerja
Yassierli mengungkap, sejatinya terdapat tiga hal yang dapat dilakukan untuk meningkatkan permintaan atau pembentukan lapangan kerja di Indonesia. Pertama, mengoptimalkan program-program yang sedang dijalankan oleh pemerintah, salah satunya program Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes/Kel) Merah Putih.
Terkait hal ini, dirinya menyorot Studi dari McKinsey 2025 berjudul 'The Enterprising Archipelago: Propelling Indonesia's Productivity'. Studi tersebut menyatakan untuk dapat mewujudkan menjadi negara dengan ekonomi berpenghasilan tinggi atau setidaknya merealisasikan pertumbuhan ekonomi 8% di 2029, salah satu cara yang dapat Indonesia lakukan adalah dengan meningkatkan jumlah perusahaan yang ada.
Spesifik, Indonesia dikatakan perlu meningkatkan jumlah perusahaan menengah dan besar sebanyak tiga kali lipat, sehingga menciptakan lebih banyak lapangan kerja berkualitas tinggi.
“Saya akan berbicara bukan enterprising Indonesia, tapi adalah meng-koperasikan Indonesia. Karena itu pasti jalan 80 ribu (Kopdes Merah Putih),” tambahnya.
Baca Juga: Menagih Janji Tersedianya 19 Juta Lapangan Kerja
Menanggapi studi dimaksud, Yassierli menyebut, semangat yang sama dapat digunakan untuk merealisasikan lapangan kerja dengan memanfaatkan pembentukan Kopdes Merah Putih, yang menurut perhitungan Kementerian Ketenagakerjaan dapat menyerap hingga lebih dari 2 juta tenaga kerja.
“Kami dari Kementerian Ketenagakerjaan kemarin hitung-hitungannya 80 ribu (Kopdes/Kel Merah Putih), kalau seandainya pengelola, karena koperasi itu nanti ada pengelola, ada pekerja, 25 orang aja kali 80 ribu itu sudah 2,5 juta, 2 juta sekian,” urainya.
Kedua, Yassierli menempatkan peluang investasi baru yang berpotensi membuka lapangan kerja, diikuti inisiasi membesarkan korporasi yang sudah ada sebagai upaya ketiga.

Pengembangan Tenaga Kerja
Dengan lebih memprioritaskan pembangunan di dalam negeri untuk penciptaan lapangan kerja baru, menurutnya, pengembangan dan pembentukan suplai tenaga kerja dapat dikelola dengan lebih leluasa.
Terkait hal tersebut, Menaker mengaku, pihaknya memerlukan transformasi Balai Latihan Kerja (BLK), terutama dari segi kurikulum. Karena itu, BLK saat ini sudah ditransformasi menjadi Balai Pelatihan Vokasi dan Peningkatan Produktivitas (BPVP).
Yassierli mengatakan, Kemenaker juga menyadari bahwa kurikulum dari lembaga yang dimaksud harus diperkaya dengan future skill-set.
“Sehingga orang pelatihan itu, dia kemudian bisa menjawab juga. Bahwa yang akan mereka peroleh itu adalah skill-set masa depan,” imbuhnya.
Baca Juga: Gelar Pendidikan Bergengsi Tak Jamin Nasib Pasti
Lebih lanjut, Menaker mengungkap pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk mengelola dan mengembangkan tenaga kerja di Indonesia, mulai dari meneken MoU dengan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia (Kemendikdasmen), terkait integrasi SMK dengan BLK.
Selain itu, pihaknya juga sedang membangun komunikasi dengan kawasan-kawasan industri, dengan proyeksi BLK nantinya harus didekatkan dengan kawasan industri, agar dapat menjadi solusi atas kekhawatiran yang ada terkait fenomena mismatch antara pencari kerja dan kebutuhan industri.
“Kami juga akan mengoptimalkan, karena isunya juga tadi kalau kita lihat, sejauh mana perguruan tinggi itu sudah mampu menjawab kompetensi yang dibutuhkan oleh industri,” jelasnya.