04 Agustus 2025
12:05 WIB
Indef: Kasus Beras Oplosan Tunjukkan Kegagalan Tata Niaga Pangan RI
Indef menilai kasus penjualan beras turun mutu beberapa waktu lalu menunjukkan disfungsi struktural tata niaga pangan nasional. Solusi pemerintah dianggap belum menyentuh akar masalah.
Penulis: Erlinda Puspita
Editor: Khairul Kahfi
Seorang ibu yang sedang memilih beras di minimarket. Validnews/Hasta Adhistra.
JAKARTA - Head of Center Indef Abra Talattov menilai, kasus penjualan beras turun mutu atau dianggap beras oplosan beberapa waktu lalu merupakan wujud nyata struktural tata niaga pangan nasional yang tak berjalan sesuai fungsi. Hal ini pun pada akhirnya berdampak pada kenaikan harga dan kepercayaan konsumen yang turun.
Dari kasus penjualan beras turun mutu tersebut, tercatat ada sekitar 268 merek beras yang diuji Kementan, dengan 79% di antaranya atau 212 merek melanggar standar mutu. Pelanggaran tersebut terutama pada kadar patahan dan ketidaksesuaian label premium.
"Kerugian konsumen akibat praktik ini ditaksir mencapai Rp99 triliun per tahun, mencerminkan ekstraksi nilai dari konsumen melalui asimetri informasi dan ketiadaan pengendalian mutu," jelas Abra dalam laporan INDEF, Jakarta, dikutip Senin (4/8).
Baca Juga: Timbang-Timbang Urgensi Menghapus Jenis Beras Premium Dan Medium
Selain pengawasan yang lemah, permasalahan beras juga terletak pada distribusi yang tak merata. Abra menuturkan, meski pasokan beras nasional meningkat, harga beras malah naik di 219 kabupaten/kota di pekan keempat Juli.
"Dengan kasus ekstrem di Papua (harga beras) senilai Rp54.772/kg, ini yang mencerminkan lemahnya mekanisme stabilisasi harga antarwilayah," sambung Abra.

Dia juga menegaskan, adanya permasalahan pada beras, baik dari sisi pengawasan mutu hingga distribusi yang tak sama di antarwilayah turut memicu erosi kepercayaan masyarakat.
"Munculnya kecurigaan publik terhadap hampir semua beras kemasan, mendorong penurunan konsumsi beras premium dan penurunan omzet beberapa pedagang hingga 50% yang mengganggu stabilitas saluran distribusi ritel," jelasnya.
Baca Juga: Beras Premium dan Medium Dihapus, Pengamat Pertanyakan Banyak Hal
Selain itu, Abra mengungkap dugaan keterlibatan beras subsidi dalam praktik oplosan memperlihatkan potensi pengalihan alokasi dari kelompok rentan ke segmen pasar komersial yang dapat memperdalam ketimpangan akses pangan.
Lebih lanjut, dalam menghadapi berbagai masalah perberasan nasional tersebut, menurut Abra, pemerintah cenderung mengambil langkah reaktif, bukan strategi preventif atau pencegahan.
"Pemerintah merespons melalui langkah penegakan hukum dan intervensi pasar, yang secara teknis tepat, namun masih bersifat korektif dan belum menyentuh akar struktural dari kegagalan tata kelola mutu pangan," tambah Abra.
Baca Juga: Pedagang Beras Sebut Gabah Mahal Jadi Pemicu Maraknya Beras Turun Mutu
Dia pun mengusulkan agar pemerintah perlu menata ulang secara sistematis antara lain dalam standar nasional mutu beras, mekanisme sertifikasi dan pengawasan di level produsen, serta insentif dan sanksi yang berdampak signifikan dalam membentuk kedisiplinan pasar (market discipline).