c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

31 Juli 2025

14:28 WIB

Beras Premium dan Medium Dihapus, Pengamat Pertanyakan Banyak Hal

Pengamat menyorot keputusan pemerintah yang menghapus pembagian kelas mutu beras dari premium-medium menjadi beras reguler. Kualifikasi mutu beras berikutnya dipertanyakan.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Khairul Kahfi

<p>Beras Premium dan Medium Dihapus, Pengamat Pertanyakan Banyak Hal</p>
<p>Beras Premium dan Medium Dihapus, Pengamat Pertanyakan Banyak Hal</p>

Seorang pekerja sedang memindahkan gabah yang telah dipilah kedalam mesin penggiling. Validnews/Hasta Adhistra.

JAKARTA - Pengamat pertanian Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Khudori mempertanyakan keputusan pemerintah yang menghapus pembagian kelas mutu beras dari premium dan medium menjadi beras reguler. 

Menurutnya, penghapusan kelas beras tersebut memicu sejumlah pertanyaan terkait penentuan kualifikasi mutu beras berikutnya hingga batas harga tertinggi penjualan.

Seperti diketahui, Kemenko Pangan telah mengumumkan adanya penghapusan kelas mutu beras premium dan medium, diubah hanya menjadi beras reguler.

Nantinya, beras yang beredar di masyarakat hanya terbagi menjadi beras reguler, dan khusus atau beras yang tidak bisa diproduksi di dalam negeri atau beras yang memiliki kandungan khusus.

"Pertanyaannya kemudian, bagaimana kualifikasi mutu beras umum dan beras khusus ditetapkan? Lalu dengan kualitas mutu beras itu, apakah meniadakan beras premium dan medium ini jalan keluar dari kekisruhan di dunia perberasan saat ini? Apa implikasi dari rencana ini jika benar-benar dieksekusi? Apa saja alternatif yang tersedia yang bisa dipilih?" tegasnya penuh tanda tanya dalam keterangan tertulis, Jakarta, Kamis (31/7).

Baca Juga: Pedagang Beras Sebut Gabah Mahal Jadi Pemicu Maraknya Beras Turun Mutu

Sebagaimana diketahui, selama ini peraturan terkait mutu beras dan label tercantum pada Peraturan Kepala Bapanas 2/2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras.

Dalam beleid itu, kelas mutu beras terbagi menjadi beras umum yang terdiri atas beras premium, medium, submedium, dan pecah. Beras-beras tersebut memiliki perbedaan persentase kandungan butir menir, butir patah, butit berss lainnya, butir gabah, dan benda lain.

Sementara itu, beras khusus mencakup beras ketan, beras merah, beras hitam, beras varietas lokal, beras fortifikasi, beras organik, beras indikasi geografis, beras dengan klaim kesehatan, dan beras tertentu yang tidak dapat diproduksi di dalam negeri. 

Khudori menyampaikan, baik beras umum maupun beras khusus wajib bebas hama, bebas bau apak, asam, dan bau asing lain, dan memenuhi syarat keamanan.

Adapun untuk harga beras saat ini masih diatur dalam Peraturan Bapanas Nomor 5 Tahun 2024 yang membagi harga beras berdasarkan zonasi.

Beda Skala Penggilingan Padi, Beda Kelas
Berkaitan dengan penghapusan kelas mutu beras, Khudori juga menyampaikan, seharusnya pemerintah mempertimbangkan jumlah penggilingan padi skala kecil dan skala menengah hingga besar. Dia mengingatkan, oenggilingan padi melakukan investasi untuk menghasilkan produk beras yang berbeda.

Dia menekankan, penggilingan padi kecil tak mampu menghasilkan beras kualitas baik berbiaya rendah, kehilangan hasil tinggi, banyak butir patah, rendemen rendah, dan tak mampu menghasilkan beras dengan higienitas tinggi. 

"Sebaliknya, penggilingan padi besar, apalagi penggilingan padi terintegrasi, bisa menghasilkan beras berkualitas bagus, biaya rendah, kehilangan hasil rendah, butir patah sedikit, dan rendemen tinggi," tuturnya.

Baca Juga: Pedagang: Penghapusan Beras Medium dan Premium Tak Solutif

Khudori menginformasikan kondisi riil di lapangan, setidaknya terdata ada 169 ribu unit penggilingan di seluruh Indonesia. Di antaranya 95% merupakan penggilingan kecil, 4,32% penggilingan menengah, dan 0,62% penggilingan besar.

Dia mengingatkan, banyaknya penggilingan kecil merupakan hasil kebijakan era tahun 1970-an ketika konsumen beras masih memperlakukan beras sebagai komoditas homogen. Adapun kondisi ini telah berubah seiring waktu. 

Menurut Khudori, selama dua dekade terakhir, masyarakat Indonesia memandang beras menjadi komoditas heterogen sesuai atribut, yaitu berdasarkan rasa, kualitas, varietas, kemasan, hingga brand.

“Saat ini pangsa beras premium aneka merek ini diperkirakan 30% dari konsumsi nasional,” ujar Khudori.

Oleh karena itu, Khudori menilai sebaiknya pemerintah sebelum memutuskan menghapus kelas mutu beras, agar bisa memperhatikan kondisi nyata di lapangan saat ini.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar