30 Juli 2025
18:17 WIB
Pedagang Beras Sebut Gabah Mahal Jadi Pemicu Maraknya Beras Turun Mutu
Pedagang beras menjelaskan, harga gabah yang terus naik mendorong kenaikan harga jual beras terutama premium. Produsen berusaha mengurangi kerugian dengan menurunkan mutu beras.
Penulis: Erlinda Puspita
Petugas Satgas Pangan Polri memeriksa kemasan beras premium saat terjadi penjualan beras oplosan di Lotte Mart, Kota Bogor, Jawa Barat, Selasa (22/7/2025).Antara Foto/Arif Firmansyah
JAKARTA - Salah satu pedagang sekaligus pemilik toko beras Idolaku di Jakarta, Haryanto mengungkapkan adanya potensi kelangkaan beras di Indonesia, terutama beras premium meski saat ini pemerintah mengklaim surplus produksi beras. Hal ini menurutnya bisa terjadi, jika harga bahan baku atau gabah di daerah tetap tinggi di atas harga pembelian pemerintah (HPP) yang ditetapkan Rp6.500/kg.
Haryanto menyampaikan, saat ini harga gabah di daerah banyak yang mengalami kenaikan. Sedangkan di saat yang sama, pemerintah menuntut penjualan beras harus sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET) yakni untuk beras premium sebesar Rp14.900/kg dan beras medium senilai Rp Rp12.500/kg.
“Dalam perberasan Indonesia ini, biarpun klaim pemerintah surplus beras tapi kenyataannya akan terjadi kelangkaan beras khususnya beras premium. (Harga) gabah di daerah itu cenderung naik, kalau penjualannya harus mengacu pada HET, ya (penggilingan) nggak bisa kerja. Pemerintah maunya harga harus turun, sedangkan di hulu harga naik. Kalau nggak sinkron ya otomatis putus,” terang Haryanto saat dihubungi Validnews, dikutip Rabu (30/7).
Baca Juga: Indef: Cegah Beras Oplosan Terulang, Ganti Razia Jadi Pengawasan Cerdas
Alasan berpotensinya beras premium menghilang dari pasaran menurut dia adalah, saat ini harga gabah di penggilingan sudah mencapai Rp8.000/kg. Mayoritas gabah untuk beras premium tersebut juga diakui Haryanto berada di perusahaan swasta, sedangkan di penggilingan padi rakyat stoknya nihil.
Adapun gabah yang dikuasai Bulog sebagai serapan pemerintah, menurutnya memiliki kondisi yang kurang baik. Alhasil, produksi beras premium yang berada di pasaran akan mengalami kenaikan harga.
“Yang punya stok (gabah) itu Bulog. Tapi stok di Bulog kualitasnya tidak akan bisa bagus. Gabah (basah) saat ini sudah mendekati harga Rp8.000/kg. Pemerintah maunya menang sendiri, kenaikan harga beras yang sangat tinggi ini sebenarnya berawal dari penyerapan beras lokal oleh Bulog,” jelas Haryanto.
Baca Juga: Mentan: Harga Beras Tak Sesuai Mutu dan Label Harus Turun!
Berdasarkan panel harga Badan Pangan Nasional (Bapanas), harga beras premium untuk hari ini (30/7) secara nasional ada di angka Rp16.169/kg atau naik 8,52% dari HET. Sementara untuk beras medium ada di harga Rp14.439/kg atau naik 15,51% dari HET.
Imbas dari kondisi ini, maka Haryanto tak menampik muncul fenomena produsen memproduksi beras dengan kualitas yang turun mutu. Tindakan ini sebagai cara produsen menekan angka kerugian, namun bukan mengoplos beras.
“Yang harusnya kadar broken itu 5%, karena harga jualnya tidak masuk, makanya untuk menutupi kerugian ya para produsen itu menurunkan kualitas beras ke prosentase broken atau patahan dari 5% ke 15% atau lebih,” tandas Haryanto.
Haryanto menegaskan, yang terjadi saat ini bukanlah pengoplosan beras. Sebab arti kata oplos menurutnya memiliki konotasi yang negatif. Ia menyebut yang sebenarnya terjadi saat ini adalah penurunan mutu beras.