16 Februari 2024
17:59 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
JAKARTA - Peneliti Indef Riza Annisa menyampaikan, kelanjutan kenaikan harga beras bisa memberikan pengaruh lebih dalam terhadap daya beli masyarakat. Dia mengingatkan, beras merupakan komponen utama dalam keranjang pengukuran inflasi di Indonesia.
“Bisa menekan daya beli jika terus berlanjut, terutama kelas menengah yang berada di batas bawah atau dekat dengan batas garis kemiskinan. Kelompok ini rawan (tertekan daya belinya), karena tidak menerima bansos,” jelasnya kepada Validnews, Jakarta, Jumat (16/2).
Riza melanjutkan, keberlanjutan harga beras yang tinggi bisa berpengaruh pada pergerakan inflasi yang cukup besar. Oleh karena itu, bisa mendorong peningkatan inflasi dari sisi komponen pangan bergejolak atau volatile food.
Dia juga menyorot andil beras terhadap inflasi masih terjadi pada laporan inflasi Januari 2024. Apalagi angkanya terus meningkat sejak September 2023. “Kemungkinan (inflasi beras) bisa meningkat lebih tinggi,” katanya.
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada Januari 2024, komoditas beras masih terpantau mengalami inflasi sebesar 0,64% (mtm), dengan andil sebesar 0,03%. Sebelumnya, pada 2023, komoditas beras terpantau mengalami fenomena kenaikan harga atau inflasi hampir sepanjang tahun.
Baca Juga: Aprindo Ingatkan Pemerintah Untuk Alirkan Cadangan Beras ke Ritel
Saat itu, inflasi beras paling rendah terjadi pada Mei 2023 sebesar 0,02% (mtm) dan tertinggi terjadi pada September 2023 sebesar 5,61% (mtm).
Sementara ini, per Januari 2024, komponen Harga Bergejolak (volatile food) mengalami inflasi sebesar 0,01% (mtm), dengan andil inflasi sangat kecil. Komoditas yang dominan memberikan andil inflasi adalah tomat, bawang merah, beras, ikan segar, dan daging ayam ras.
Meski secara tahunan, tekanan inflasi komponen Harga Bergejolak masih tinggi di level 7,22% (yoy). Adapun, komoditas yang dominan memberikan andil inflasi adalah beras, bawang putih, tomat, cabai merah, dan daging ayam ras.
Riza meyakini, konsumsi beras di Indonesia tidak akan bergeming atau menurun ketika harganya meningkat. Pasalnya, komoditas terkait merupakan kebutuhan pangan pokok di Indonesia hari ini.
Namun begitu, kondisi tersebut kemungkinan bisa berdampak besar dan mengubah alokasi belanja rumah tangga yang lain. “Bisa jadi menahan konsumsi barang non-primer, yang bisa menurunkan (besaran) belanja rumah tangga,” paparnya.
Karena itu, kenaikan harga beras yang terus berlanjut diikuti dengan peningkatan harga barang lain yang penting, seperti harga energi, BB,M dan listrik, akan bisa semakin menggerus daya beli masyarakat Indonesia.
Terkait fenomena harga beras yang naik, Riza kembali mempertanyakan manajemen pengelolaan stok oleh pemerintah. Tata kelola manajemen yang baik, semestinya sudah bisa memasukkan potensi puso dan bencana alam lainnya, yang sudah diprediksi akibat perubahan iklim.
Dengan begitu, Indonesia tidak mengalami kondisi kekurangan stok (shortage) beras seperti saat ini. Jika sudah demikian, hukum permintaan dan penawaran atas harga beras akan berlaku di pasaran.
Baca Juga: Aprindo Targetkan Beras Rp9.450/Kg Hadir di Ritel Dalam Sepekan
Ekonom menekankan, harga beras yang meningkat bisa terjadi lantaran peningkatan permintaan atau penawaran yang berkurang. Hal ini pun bisa ditelusuri pemerintah secara saksama.
“Jika konsumsi saat ini seharusnya masih belum banyak berubah dari sisi permintaan, maka yang mengalami kendala adalah sisi penawaran karena ada shortage jumlah beras di pasar,” bebernya.
Ke depan, dia berharap, pemerintah segera memperbaiki manajemen stocking beras. Utamanya, dengan dengan memasukkan kemungkinan gagal panen, baik karena perubahan iklim maupun dampak bencana.
Oleh karena itu, kebutuhan impor bisa direncanakan dengan lebih baik. Tidak ketinggalan, pemerintah juga diminta untuk terus mengawasi distribusi beras nasional.
“Pembelian dalam jumlah yang sangat besar, seperti bukan untuk konsumsi sehari-hari atau keperluan bahan baku pelaku usaha maupun charity kemanusiaan, perlu mendapat perhatian regulasi. Agar tidak menimbulkan shortage (jumlah beras) di pasaran,” ucap Riza.