22 Oktober 2025
14:37 WIB
Impor Pakaian-Tas Ilegal Distop, Menkeu Ancam Denda Importir Balpres!
Menkeu Purbaya bakal menerapkan denda kepada importir balpres pakaian dan tas bekas ilegal. Selama ini, pemerintah mengaku langkah penindakan importir ilegal tidak menguntungkan negara.
Menkeu Purbaya Purbaya Yudhi Sadewa bersama Kepala Lembaga Nasional Single Window (LNSW) Oza Olavia, Jakarta, Selasa (21/10). Instagram/@MenkeuRI
JAKARTA - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bakal menerapkan sanksi berupa denda kepada importir pakaian dan tas bekas (balpres) ilegal.
Purbaya menilai, langkah yang diambil dalam menindak importir ilegal selama ini tidak menguntungkan negara. Maka perlu dicari cara agar penindakan aktivitas ilegal itu bisa memberikan keuntungan.
“Rupanya selama ini (balpres ilegal) hanya dimusnahkan dan yang impor masuk penjara. Saya (Menkeu) enggak dapat duit, (importir) enggak didenda, jadi saya rugi. Cuma mengeluarkan ongkos untuk memusnahkan barang itu, ditambah ngasih makan orang-orang yang dipenjara itu,” ujarnya di Kantor Kemenkeu Jakarta, Rabu (22/10), melansir Antara.
Baca Juga: Cegah Misinvoicing, Menkeu Siap Jadikan LNSW Pusat Intelijen Ekspor-Impor
Purbaya pun menyebut telah memiliki daftar pemain dalam aktivitas impor balpres ilegal. Mantan Ketua Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ini bakal memblokir pemain-pemain tersebut agar tidak lagi bisa mengakses aktivitas impor.
Lebih lanjut, Purbaya menekankan, kebijakannya ini bertujuan untuk menghidupkan kembali pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) legal yang juga bisa menciptakan lapangan kerja, terutama produsen industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Purbaya juga menjamin rencananya itu tidak akan merugikan pedagang pasar, seperti Pasar Senen. Purbaya juga meyakini, ketika barang ilegal sudah diberantas nantinya, dagangan pasar akan dipenuhi oleh barang-barang dalam negeri.
“Jadi, kami ingin menghidupkan lagi produsen-produsen tekstil dalam negeri,” tuturnya.
Purbaya menginformasikan, pagi ini melakukan inspeksi dadakan (sidak) ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kemenkeu.
Usai sidak, Purbaya menyatakan ingin menyiapkan sistem berbasis akal imitasi (AI) untuk mengawasi jalur kepabeanan dan cukai. Sistem AI itu bakal mengintegrasikan data-data instansi naungannya, seperti DJBC dan Lembaga National Single Window (LNSW).
Baca Juga: Bea Cukai-TNI AL Sita 755 Bale Pakaian dan Tas Bekas Rp1,51 M
Melalui sistem itu, dia menargetkan dapat menciptakan sistem pengawasan kepabeanan dan cukai yang bisa memonitor praktik-praktik ilegal secara efektif.
Siap Lindungi Industri tekstil
Sebelumnya, Menkeu Purbaya juga telah menyatakan siap beraudiensi dengan asosiasi untuk membahas langkah perlindungan industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) nasional ke depan.
Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) menyatakan telah mengirim surat ke Menkeu untuk berdialog, namun Purbaya mengaku belum menerima surat tersebut.
"Itu yang saya cari, karena saya belum terima suratnya," ujar Purbaya, Selasa (21/10).
Dia berharap, para pelaku industri dapat melapor langsung ke dirinya bila menemukan barang ilegal atau dumping produk di jalur perdagangan. Dia juga bakal menyesuaikan kebijakan agar tidak ada lagi pelaku industri yang menjadi korban atas ketidakadilan 'permainan' negara lain.
"Saya belum ketemu industrinya, tapi yang jelas kami akan tanggapi positif masukan seperti itu. Yang penting tujuannya adalah industri di sini hidup dan ada penciptaan lapangan kerja," tuturnya.
Baca Juga: Tersungkur Dipukul Impor Tekstil Ilegal
Terpisah, Ketua APSyFI Redma Gita Wirawasta menyampaikan harapan untuk bisa beraudiensi bersama Menkeu dan asosiasi lain, seperti Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) untuk menjelaskan kondisi terkini industri TPT serta dampak berganda (multiplier effect) dari penerapan kebijakan trade remedies terhadap impor ilegal.
Asosiasi mengingatkan, butuh langkah tegas pemerintah untuk menjaga industri tekstil nasional dari risiko kehilangan daya saing dan peningkatan pengangguran.
"Penyelamatan industri tekstil bukan hanya soal pabrik, tetapi juga menyangkut jutaan tenaga kerja dan keberlanjutan ekonomi daerah," tutur Redma.
Menurut Redma, terdapat kesenjangan antara data perdagangan Indonesia dan negara mitra, yang mengindikasikan banyaknya barang impor yang masuk tanpa tercatat di sistem Bea Cukai. Hal ini menimbulkan kerugian bagi negara dari segi penerimaan maupun persaingan pasar.
Terkait hal tersebut, APSyFI berharap Ditjen Bea Cukai dapat memperkuat sistem pengawasan dan memperbaiki prosedur penerimaan barang impor dari pelabuhan. Salah satu hal yang disorot, tidak digunakannya sistem port-to-port manifest.
Redma pun mengapresiasi perhatian Purbaya terhadap praktik kuota impor ilegal yang dinilai menjadi harapan baru bagi industri tekstil.
"Hubungan sinergi dan harmoni antara pemerintah dan pelaku usaha perlu terus dilanjutkan," kata Redma.