c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

24 Januari 2025

13:01 WIB

Ikatan Wajib Pajak Lapor Dugaan Korupsi Coretax Ke KPK

IWPI melaporkan dugaan korupsi aplikasi sistem administrasi pajak Coretax yang menghabiskan anggaran lebih dari Rp1,3 triliun. IWPI menyerahkan sejumlah bukti dugaan tindak pidana korupsi.

Editor: Khairul Kahfi

<p>Ikatan Wajib Pajak Lapor Dugaan Korupsi Coretax Ke KPK</p>
<p>Ikatan Wajib Pajak Lapor Dugaan Korupsi Coretax Ke KPK</p>

Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) melaporkan dugaan korupsi mega proyek aplikasi sistem administrasi pajak Coretax yang menghabiskan anggaran lebih dari Rp1,3 triliun, Jakarta, Kamis (23/1). Dok IWPI

JAKARTA - ‎Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) melaporkan dugaan korupsi mega proyek aplikasi sistem administrasi pajak Coretax yang menghabiskan anggaran fantastis, yakni lebih dari Rp1,3 triliun. Laporan ini langsung dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (23/1).

“Kami melaporkan tentang kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan Coretax, sistem yang memakan anggaran Rp1,3 triliun lebih,” kata Ketua Umum (Ketum) IWPI Rinto Setiyawan di Jakarta, dikutip Jumat (24/1).

Rinto menyampaikan, pihaknya telah menyerahkan sejumlah bukti dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan Coretax pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kemenkeu pada tahun anggaran 2020-2024.

“Tadi diterima di Dumas II (Direktur Pelayanan Pelaporan dan Pengaduan Masyarakat KPK), kami menyerahkan laporan satu bundel terkait dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan aplikasi Coretax,” ujarnya.

Baca Juga: Coretax Masih Bermasalah, DJP Sebut Sudah Perbaiki 3 Aspek Layanan Ini

Rinto mengungkapkan, pihaknya sebenarnya telah menyiapkan empat alat bukti. Pertama, dokumen di antaranya surat, pengumuman tender, dan Keputusan Dirjen Pajak.

Kedua, bukti petunjuk, yang merupakan bukti-bukti pemberitaan berbagai media massa, termasuk daring terkait berbagai permasalahan aplikasi Coretax.

“Hasil-hasil capture tangkapan layar aplikasi  coretax error dan kendala-kendala terkait penggunaan aplikasi coretax yang  telah dilaporkan oleh wajib pajak yang kepada IWPI,” katanya.

Sementara itu, dua bukti ketiga dan keempat yang telah dipersiapkan IWPI berupa ‎saksi dan ahli, jika KPK memerlukannya. 

“Jadi sebenarnya sudah ada empat alat bukti dan bisa digunakan,” ucapnya.

Baca Juga: Perhatian Wajib Pajak, Layanan Faktur Pajak di Coretax Sudah Diperbaiki

Rinto menjelaskan, tidak berfungsinya berbagai fitur dalam aplikasi senilai lebih Rp1,3 triliun itu menjadi indikasi awal terjadi dugaan terjadinya korupsi dalam proyek Coretax. Adapun Coretax diluncurkan oleh Presiden Prabowo pada 31 Desember 2024 dan mulai digunakan pada 1 Januari 2025 tersebut.

‎“Sampai saat ini banyak anggota kami dari IWPI, dari wajib pajak di seluruh Indonesia masih menemukan banyaknya malfungsi aplikasi Coretax ini,” tandasnya.

Persoalan di atas kian bertambah pelik, setelah Dirjen Pajak menerbitkan Keputusan Nomor 24 Tahun 2025 menyatakan bahwa aplikasi Coretax bermasalah.

“Untuk 790 pajak-pajak tertentu itu boleh menggunakan aplikasi yang lama,” ujarnya. 

Menurut Rinto, kondisi itu sangat janggal karena Coretax dinyatakan sangat canggih dengan biaya yang sangat mahal. Terlebih, wajib pajak besar malah justru diperbolehkan ke sistem pajak lama.

Semestinya, dia menjelaskan, situasi itu dibalik. Sebanyak 790 pajak tertentu seharusnya memakai Coretax, sedangkan wajib pajak yang dianggap kecil dapat menggunakan aplikasi yang lama.

‎“Yang kita laporkan sekarang ini adalah Dirjen Pajak,” tandasnya.

Senada, Praktisi Hukum Pajak Dr Alessandro Rey menyampaikan, anggaran Coretax sebesar Rp1,3 triliun merupakan hal fantastis. Apalagi, aplikasi ini ditunjukkan dan diluncurkan untuk mencapai target penerimaan pajak nasional.

Dia menyayangkan, sistem Coretax tidak bisa digunakan secara maksimal saat dibuka untuk bisa diakses publik. Entah potensi malfungsi, baik partially malfunction atau completely malfunction.

“Banyak fitur-fitur yang sampai dengan sekarang dikeluhkan oleh wajib pajak,” ujar Rey.

Contoh persoalan Coretax lain, yakni kendala login dan penggunaan sertifikat elektronik (sertel) pajak untuk menerbitkan faktur pajak‎. Dia menilai, situasi ini merugikan wajib pajak. 

Pasalnya, ketika faktur pajak tidak bisa diterbitkan maka tidak bisa dilaksanakan kegiatan bisnis. “Tidak ada proses transaksi yang bisa dilakukan, maka itu menghambat pertumbuhan ekonomi dan kegiatan bisnis” sebutnya. 

Baca Juga: Coretax DJP Banyak Keluhan Hingga Singgung Tender Rp1,2 T, Ini Respons Pengamat

Di sisi lain, situasi itu akan merugikan wajib pajak lebih lanjut dan terancam sanksi karena tidak menerbitkan faktur pajak sebagaimana mestinya. Sanksi ini akan sangat merugikan wajib pajak, sementara aturan penghapusan sanksi ini juga belum ada dari DJP.

“Mega proyek Rp1,3 triliun ini kan harusnya tidak kemudian menimbulkan kendala seperti ini. Aplikasi semahal ini justru sebaliknya, belum bisa membantu wajib pajak. Berarti ada dugaan tindak tindak korupsi di sini,” ucapnya. 

Potensi Timbulkan Pidana Pajak Sampai Perekonomian
Rey mengungkapkan, penggunaan Coretax berpotensi menimbulkan pidana pajak karena ada kebocoran data wajib pajak yang kemudian bisa dilihat oleh wajib pajak lain. Kemudian, bisa disalahgunakan oleh wajib pajak lain tersebut.

“Itu berkaitan dengan pidana di bidang perpajakan sebagaimana diatur di Pasal 34 Ayat (1) juncto Pasal 41 Ayat (1) Undang-Undang KUP,” jelas Rey.

Baca Juga: Luhut Minta Publik Beri Waktu 4 Bulan Untuk Coretax Berjalan Optimal

Berbagai persoalan aplikasi pajak Coretax juga mengancam perekonomian. Terlebih, jika penegak hukum tidak mengusut persoalan ini. 

"Ada sekitar 70 juta Wajib Pajak yang harus menggunakan Coretax untuk melaporkan pajak tahunan," paparnya.

Secara umum, ‎IWPI mengharapkan KPK dapat menindaklanjuti dugaan korupsi pengadaan aplikasi Coretax sebagaimana mestinya, sesuai kewenangan yang dimiliki lembaga antirasuah. 

Soal aduan ini, Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menyampaikan, KPK akan menindaklanjutinya sesuai dengan prosedur yang berlaku.

‎“Nanti kan dinilai, ditelaah dulu, pulbaket (Pengumpulan Bahan Keterangan) istilahnya. Tapi kan baru dilaporkan, kan butuh proses,” papar Tessa.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar