c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

03 September 2025

10:11 WIB

IESR Usul Bebaskan Bea Masuk Bahan Baku Dukung PLTS Lokal

IESR mengusulkan insentif pembebasan bea masuk bahan baku untuk industri PLTS lokal. Upaya ini untuk mendorong pertumbuhan industri domestik sekaligus meningkatkan permintaan dalam negeri.

Editor: Khairul Kahfi

<p id="isPasted">IESR Usul Bebaskan Bea Masuk Bahan Baku Dukung PLTS Lokal</p>
<p id="isPasted">IESR Usul Bebaskan Bea Masuk Bahan Baku Dukung PLTS Lokal</p>
Sejumlah pekerja menyelesaikan produksi panel surya atau modul surya di pabrik produksi PT LEN Industri, Bandung, Jawa Barat, Kamis (4/6/2015). Antara Foto/Novrian Arbi/ed/aa.

JAKARTA - Institute for Essential Services Reform (IESR) menilai, industri modul surya di Indonesia perlu mendapat insentif, khususnya terkait pembebasan bea masuk bahan baku Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Upaya ini untuk mendorong pertumbuhan industri domestik sekaligus meningkatkan permintaan dalam negeri.

Analis Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR Alvin Putra menyatakan, saat ini sudah ada insentif pajak bagi industri yang berinvestasi di kawasan industri atau kawasan ekonomi khusus. Namun, insentif tersebut belum mencakup pembebasan bea masuk untuk impor bahan baku.

“Padahal, 50-60% dari total biaya produksi industri modul surya adalah untuk mengimpor bahan baku,” kata Alvin melansir Antara, Jakarta, Selasa (2/9).

Baca Juga: ESDM Kulik Pengembangan 293 Tampungan Air Milik PU Untuk PLTS Terapung

Menurut Alvin, harga modul surya lokal saat ini relatif lebih mahal sekitar 30-40% dibandingkan produk impor. Kondisi ini membuat penyerapan kapasitas produksi yang sudah mencapai 11,7 GWp per tahun masih perlu ditingkatkan.

Untuk mengatasi kesenjangan harga, IESR menilai, pemberian insentif seperti pembebasan bea masuk bahan baku sangat dibutuhkan.

Alvin menambahkan, pemerintah harus menjamin adanya permintaan yang konsisten dari dalam negeri, terutama melalui proyek PLTS skala utilitas, untuk memastikan keberlanjutan investasi pada rantai pasok.

"Pemerintah perlu menyiapkan strategi agar aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) tetap mampu menarik investasi sambil tetap melindungi industri lokal," ucapnya.

Alvin juga menyoroti kondisi industri sel surya di dalam negeri. Meskipun beberapa pabrik telah dibangun, sebagian besar produksinya masih berorientasi ekspor karena harga jual di pasar internasional yang lebih tinggi.

Akibatnya, pasar domestik untuk sel surya menjadi terbatas karena industri modul surya masih belum berkembang pesat. Menurutnya, kondisi industri modul surya di Indonesia masih rentan, antara berpotensi maju pesat atau justru terhambat.

Dua petugas PLN Indonesia Power UBP Bali memeriksa titik panel surya pada PLTS di Pulau Nusa Penida, Klungkung, Bali, Selasa (22/10/2024). Antara Foto/Nyoman Hendra WibowoPada kesempatan sama, Manajer Program Akses Energi Berkelanjutan IESR Marlistya Citraningrum menyampaikan, pemanfaatan PLTS di Indonesia berkembang dengan pola berbeda pada setiap skala, mulai dari elektrifikasi desa, kebutuhan industri, hingga pembangkit skala utilitas.

Baca Juga: Paruh Pertama 2025, Kapasitas Terpasang PLTS Atap Tembus 495 MW

Meski demikian, tantangan yang dihadapi relatif serupa, yakni regulasi yang kerap berubah, keterbatasan skema pembiayaan, serta rantai pasok domestik yang masih lemah.

Ia memaparkan dalam lima tahun terakhir, Indonesia sebenarnya mulai menunjukkan momentum pengembangan PLTS. 

Indonesia baru memiliki regulasi khusus PLTS atap pada 2018, yang mendorong adopsi relatif cepat terutama di sektor industri dengan kapasitas mencapai puluhan MW per lokasi. Hingga Mei 2025, kapasitas terpasang PLTS nasional akhirnya berhasil melampaui 1.000 MW.

Sementara itu, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Andriah Feby Misna menjelaskan, pemerintah sedang menyusun regulasi pendukung pengembangan energi terbarukan di Indonesia, termasuk revisi Perpres Nomor 112 Tahun 2022 dan Peraturan Menteri ESDM tentang PLTS Operasi Paralel.

Andriah juga mendorong partisipasi pemerintah daerah dalam pengembangan energi terbarukan di antaranya dengan menyelaraskan tata ruang wilayah untuk mendukung investasi PLTS, dan menjadi mediator dalam isu pembebasan lahan.

Lalu, mengalokasikan APBD untuk proyek PLTS di bangunan pemerintah dan publik, serta memberikan insentif untuk pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar