03 September 2025
10:41 WIB
IESR: Pengembangan PLTS Skala Besar Hadapi 3 Kendala Serius
IESR mengingatkan pengembangan PLTS skala besar RI menghadapi 3 tantangan besar di tengah target pemerintah untuk mencapai kapasitas PLTS 17,1 GW dalam RUPTL.
Editor: Khairul Kahfi
JAKARTA - Institute for Essential Services Reform (IESR) mengingatkan, pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) skala besar menghadapi sejumlah tantangan, di tengah target pemerintah untuk mencapai kapasitas PLTS 17,1 GW dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).
Analis Ketenagalistrikan dan Energi Terbarukan IESR Alvin Putra menekankan, tantangan pertama proyek PLTS terletak pada mekanisme pengadaan energi terbarukan.
"Evaluasi terbesarnya (PLTS skala besar) adalah di mekanisme pengadaannya, bagaimana selama ini mekanisme pengadaan EBT (energi baru terbarukan) itu masih belum memiliki kerangka yang jelas," katanya melansir Antara, Jakarta, Selasa (2/9).
Baca Juga: IESR Usul Bebaskan Bea Masuk Bahan Baku Dukung PLTS Lokal
Dia menilai, masalah pengadaan di PLN tetap menjadi hambatan, walaupun sudah ada perbaikan regulasi seperti Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 Tahun 2017 yang sebelumnya membatasi harga jual listrik.
Ia mencatat beberapa proyek besar dijalankan melalui mekanisme strategic partnership, alih-alih tender murni Independent Power Producer (IPP) berdasarkan Perpres Nomor 112 Tahun 2022.
Tantangan kedua terletak pada tahap persiapan proyek. Alvin mencontohkan, proyek PLTS di Bali bagian barat yang terkendala masalah akuisisi lahan. Menurutnya, isu-isu seperti ini harus diatasi sejak awal untuk mencegah penundaan proyek. Untuk itu, ia menekankan pentingnya transparansi dalam perencanaan dan perizinan.
"Pemerintah perlu meningkatkan transparansi dalam perencanaan sistem, data, dan perizinan, misalnya melalui aplikasi," kata dia.
Perahu melintas di samping proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) terapung di Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Selasa (12/9/2023). Antara Foto/Raisan Al FarisiTantangan ketiga, soal ketidaksesuaian antara target proyek yang sudah direncanakan dalam RUPTL dengan realisasi tender.
Alvin menyebutkan, proyek-proyek yang seharusnya sudah mulai beroperasi tidak diadakan tendernya sesuai jadwal. Alasan penundaan seperti isu overcapacity atau kelebihan kapasitas listrik di wilayah Jawa-Bali sudah tidak relevan lagi.
"Sebenarnya sudah tidak ada alasan lagi untuk menunda-nunda pengembangan PLTS di Indonesia," ucap Alvin.
Berdasarkan pemetaan IESR, dari total 916 MW kapasitas PLTS terpasang di Indonesia per akhir 2024, sebagian besar disumbang oleh PLTS skala besar.
Baca Juga: IESR: PLTS Bisa Jadi Senjata Wujudkan Target Ambisius 100% EBT Ala Prabowo
Namun, Alvin menilai ada tren baru yang menjanjikan yang mana PLTS terdistribusi seperti PLTS atap, terutama dari sektor industri, berkontribusi signifikan di 2024 dengan penambahan kapasitas lebih dari 100 MW.
Pada kesempatan sama, Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Kementerian ESDM Andriah Feby Misna menjelaskan, pemerintah sedang menyusun regulasi pendukung, termasuk revisi Perpres Nomor 112 Tahun 2022 dan Peraturan Menteri ESDM tentang PLTS Operasi Paralel.
Andriah juga mendorong partisipasi pemerintah daerah dalam pengembangan energi terbarukan, di antaranya dengan menyelaraskan tata ruang wilayah untuk mendukung investasi PLTS, dan menjadi mediator dalam isu pembebasan lahan.
Lalu, mengalokasikan APBD untuk proyek PLTS di bangunan pemerintah dan publik, serta memberikan insentif untuk pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan.