16 Agustus 2025
13:02 WIB
IESR: PLTS Bisa Jadi Senjata Wujudkan Target Ambisius 100% EBT Ala Prabowo
Indonesia punya potensi 3,3 TWp-20 TWp energi surya yang dapat diandalkan untuk mencapai target 100% EBT yang dicetuskan Presiden Prabowo Subianto.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
Teknisi memeriksa Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) atap di Gedung Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (29/4/2025). ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha.
JAKARTA - Presiden Prabowo Subianto punya target yang sangat ambisius untuk mencapai 100% bauran energi baru dan terbarukan (EBT) pada 10 tahun mendatang. Hal itu kembali diungkapkan Kepala Negara dalam Pidato Kenegaraan di Gedung DPR/MPR-RI.
Institute for Essential Services Reform (IESR) pun melayangkan apresiasi atas visi tersebut. Menurut IESR, target itu jadi cerminan komitmen Indonesia atas agenda transisi menuju energi yang lebih bersih, serta meninggalkan ketergantungan pada sumber energi fosil.
Namun demikian, perlu ada rencana teknis dan kebijakan yang konkret guna mencapai target tersebut. CEO IESR Fabby Tumiwa menilai target 100% energi terbarukan baru bisa tercapai pada 2040 jika optimalisasi dilakukan sejak sekarang.
Fabby menegaskan tantangan mencapai target itu sangat besar. Sehingga pada tahap awal, optimalisasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dapat menjadi senjata bagi Prabowo untuk mewujudkan bauran 100% EBT.
"Visi Pak Prabowo menunjukkan niat dan tekad yang besar bahwa Indonesia perlu mempercepat transisi energi. Namun, visi ini harus segera diterjemahkan ke dalam rencana teknis dan peta jalan yang jelas oleh para menteri sebagai pembantu Presiden," imbuh dia lewat keterangan tertulis, Sabtu (16/8).
Berdasarkan kajian IESR, ada potensi energi surya sekitar 3,3 Terawatt Peak (TWp) sampai 20 TWp yang tersebar merata dari Sabang sampai Merauke.
Baca Juga: ESDM Prioritaskan Ganti Diesel Dengan PLTS Di Wilayah 3T
Dirinya menilai potensi itu harus bisa dimanfaatkan untuk menyediakan listrik andal bagi ribuan desa yang belum memiliki akses listrik. Langkah utama yang harus dilakukan, adalah optimalisasi potesi 655 GW PLTS atap di bangunan rumah dan memanfaatkan 300 GW potensi PLTS terapung di perairan nasional.
"Untuk itu, IESR merekomendasikan pada tahap awal percepatan, PLTS menjadi pilihan yang paling strategis," kata Fabby.
Fabby juga melanjutkan, pemanfaatan PLTS atap jadi langkah tercepat dan termurah yang bisa dijalankan oleh pemerintah dalam rangka mendongkrak bauran energi terbarukan.
Sehingga, harus ada pembaharuan regulasi terkait kuota PLTS pada sistem ketenagalistrikan, serta peninjauan kembali soal kebijakan Penggunaan Bersama Jaringan Transmisi (PJBT) yang diatur dalam Peraturan Menteri ESDM.
"Jika langkah regulasi ini segera diambil, akselerasi energi terbarukan dapat dimulai dari sekarang, membuka peluang investasi baru, menciptakan lapangan kerja hijau, dan memperkuat ketahanan energi nasional," ucap Fabby Tumiwa.
Revisi Target
Sebagai informasi, pemerintah merevisi target bauran EBT menjadi 17-20%, dari semula 23%, karena berbagai tantangan yang ada.
“Dengan berbagai kondisi yang ada, kami sudah melakukan revisi untuk kebijakan energi nasional kita, pada 2025 diharapkan kita bisa mencapai kurang lebih 17 hingga 20% bauran energi terbarukan,” kata Direktur Aneka Energi Baru dan Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Andriah Feby Misna dalam acara Climate Solutions Partnership, di Jakarta, Kamis (12/6), dikutip dari Antara.
Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, realisasi bauran EBT tahun 2024 lalu yang ditargetkan mencapai 19,5% hanya tercapai 14,68%.
Feby mengakui bahwa upaya transisi energi dihadapkan pada sejumlah tantangan. Salah satunya adalah infrastruktur transmisi di negara kepulauan seperti Indonesia, yang memerlukan pembangunan interkoneksi antarpulau untuk menyeimbangkan pasokan dan permintaan.
Menurutnya, saat ini banyak pembangkit EBT berada di wilayah dengan permintaan rendah, sementara daerah dengan permintaan tinggi justru memiliki potensi EBT yang rendah.
Baca Juga: Menkop: Kopdes Merah Putih Dikaji untuk Pembangunan PLTS 100 GW
Tantangan lain meliputi perbaikan regulasi terkait pendanaan proyek EBT yang masih tergolong mahal dan sulit mendapatkan dukungan dari bank-bank konvensional. Namun, Feby mengatakan pemerintah terus berupaya mendorong skema pendanaan inovatif, termasuk dari filantropi dan lembaga keuangan.
Selain itu, kesiapan industri dalam negeri juga menjadi perhatian serius, mengingat banyak komponen EBT yang masih harus diimpor. Terakhir, masalah penerimaan publik juga menjadi salah satu tantangan sosial yang perlu diatasi.
Lebih lanjut, Feby menjelaskan bahwa pengembangan pembangkit EBT terus diupayakan. Hingga 2024, kapasitas EBT terpasang diperkirakan mencapai 14.800 MW.
Di sektor transportasi, pemerintah aktif mendorong pengembangan biofuel. Mandatori biodiesel yang berada di level B35 pada 2024, akan ditingkatkan menjadi B40 pada 2025.
Feby menyampaikan pemerintah juga berfokus pada sisi permintaan energi dengan mendorong pengembangan manajemen energi di sektor industri, bangunan, dan rumah tangga.
Berdasarkan PP Nomor 33 Tahun 2023, bangunan gedung yang menggunakan energi di atas 500 ton oil equivalent (TOE) kini wajib menerapkan manajemen energi. Demikian pula untuk sektor industri, pengguna energi di atas 4.000 TOE (sebelumnya 6.000 TOE) juga wajib menerapkan manajemen energi. Harapannya, kebijakan ini akan berkontribusi pada penurunan emisi gas rumah kaca.
Dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), target bauran EBT 23% dapat dicapai pada 2030 dan hingga 2045 ditargetkan proporsinya sebesar 46%.
Menurut Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025-2034, akan ada penambahan pembangkit EBT sebesar 42,5 GW dan pembangunan storage atau penyimpanan energi sebesar 10,2 GW hingga 2034.
Proyeksi penambahan kapasitas EBT berdasarkan jenisnya hingga 2030 mencakup PLTS sekitar 17 GW, PLTA 11,7 GW, hidro 11 GW, energi bayu sekitar 7 GW, serta pengembangan pembangkit lain seperti energi laut sekitar 40 MW.