26 April 2024
13:37 WIB
Hingga Akhir Maret 2024, Penerimaan Pajak Terkumpul Rp393 T
Setoran pajak Januari sampai akhir Maret 2024 telah terkumpul Rp393,91 triliun. Tiga jenis pajak mengalami kontraksi pertumbuhan penerimaan.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Sejumlah petugas melayani wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Cilandak, Jakarta, Sen in (4/12/2023). ValidNewsID/Darryl Ramadhan.
JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melaporkan penerimaan pajak nasional sepanjang Januari sampai akhir Maret 2024 telah terkumpul Rp393,91 triliun. Adapun setoran pajak mengalami perlambatan, namun masih tumbuh positif sebesar 8,8% (yoy).
Sri Mulyani mengatakan setoran pajak awal tersebut mencapai 19,81% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun ini. Adapun target penerimaan pajak dalam APBN 2024 senilai Rp1.988,8 triliun.
"Penerimaan pajak kita sampai akhir Maret 2024 mencapai Rp393,91 triliun. Ini artinya hampir 20% (terkumpul) dalam satu kuartal ini, 19,81% dari target," ujarnya dalam Konpers APBN Kita, Jumat (26/3).
Menkeu menyebutkan komposisi penerimaan pajak nasional yang terdiri dari 4 jenis. Pertama, setoran pajak yang berasal dari PPh non migas sejumlah Rp220,42 triliun atau tumbuh 0,1% secara tahunan (yoy).
Kedua, setoran PPN dan PPnBM terkumpul Rp155,79 triliun atau tumbuh 2,57% (yoy). Ketiga, PBB dan Pajak Lainnya terkumpul sejumlah Rp3,17 triliun atau tumbuh 11,05% (yoy). Keempat, PPh migas sejumlah Rp14,53 triliun atau mengalami kontraksi 18,06% (yoy).
"PPh migas ini naik turunnya berdasarkan harga minyak dan nilai tukar. Untuk kuartal I/2024, masih mengalami koreksi cukup dalam, yaitu 18,06%," terang Sri Mulyani.
Baca Juga: Sri Mulyani: Hingga Maret 2024, APBN Surplus Rp8,1 T
Secara umum, Kemenkeu mencatat penerimaan pajak mengalami perlambatan akibat penurunan signifikan harga komoditas pada 2023 yang baru dirasakan tahun ini. Di luar restitusi pajak, penerimaan pajak bruto tumbuh melambat tapi tetap positif, yakni sebesar 0,64%.
Hal itu tercermin dari adanya perlambatan bruto PPh nonmigas dan penurunan setoran PPh migas. Sementara untuk penerimaan bruto PPN dan PPnBM, Kemenkeu melihat kinerjanya masih positif dan berjalan baik sesuai aktivitas ekonomi.
PPh Badan, PPN, dan PPN Impor Alami Kontraksi
Berikutnya, Sri Mulyani memaparkan penerimaan pajak Januari-Maret 2024 berdasarkan aktivitas dan kinerja kegiatan usaha. Secara keseluruhan, ada 8 jenis setoran pajak.
"Mayoritas dari pajak-pajak jenis pajak utama kita masih tumbuh positif, namun pertumbuhannya relatif tipis dan ini harus kita waspadai," kata Menkeu.
Dari 8 jenis pajak tersebut, tiga jenis pajak mengalami kontraksi pertumbuhan penerimaan, yakni PPh Badan, PPN Dalam Negeri, dan PPN Impor. Secara neto, pertumbuhan PPh Badan terkontraksi sebesar 29,8%. Kemudian PPN Dalam Negeri terkontraksi 23,8%, dan PPN Impor terkontraksi 2,8%.
Sri Mulyani menjelaskan PPh Badan anjlok karena ada penurunan harga komoditas yang signifikan pada 2023, lalu mengakibatkan peningkatan restitusi tahun ini. Sementara itu, PPN DN mengalami kontraksi karena peningkatan restitusi pada sektor industri pengolahan, perdagangan dan pertambangan, terutama berasal dari kompensasi lebih bayar tahun-tahun sebelumnya.
"Yang perlu kita waspadai adalah PPh Badan, kita lihat mengalami kontraksi cukup dalam. Kenapa ini? Terutama didominasi oleh perusahaan-perusahaan pertambangan dan manufaktur, untuk pertambangan mengalami koreksi harga dan ekspor, sehingga mereka minta restitusi," jelasnya.
Meski mengalami kontraksi, PPN Dalam Negeri (porsinya 22,1%) masih menjadi kontributor terbesar penerimaan pajak nasional. Kemudian disusul oleh PPh Pasal 21 (16%) dan PPN Impor (15,6%). Sementara kontribusi PPh Badan (14,5% tergeser menjadi kontributor nomor empat.
Baca Juga: Konflik Iran-Israel Memanas, Indef Sarankan 3 Hal Ini Kepada Pemerintah RI
Sisanya, setoran pajak yang berasal dari jenis pajak PPh 22 Impor (4,8%), PPh orang pribadi (2,2%), PPh Pasal 26 (3,9%), dan PPh Final (8,3%). Sayangnya, Kemenkeu tidak melaporkan nominal setoran dari masing-masing jenis pajak.
Menurut Menkeu, koreksi pertumbuhan penerimaan pajak ini perlu menjadi perhatian serius. Itu berarti ada koreksi dari kegiatan perekonomian yang berdampak ke penerimaan negara. Koreksi yang dimaksud Sri Mulyani, antara lain perubahan harga komoditas serta penurunan kegiatan ekonomi.
"Ini (penerimaan berdasarkan jenis pajak) adalah refleksi dari situasi ekonomi. Di satu sisi, PPh 21 dari karyawan membaik, PPh orang pribadi atau penerima upah tumbuh positif, namun perusahaan mengalami koreksi cukup dalam, serta PPN juga mengalami restitusi meski secara bruto masih positif. Ini gambaran cukup mixed dari perekonomian kita yang harus terus kita waspadai," imbuh Menkeu.
Industri Pengolahan dan Perdagangan Kontributor Utama
Selanjutnya, Sri Mulyani juga menjabarkan penerimaan pajak berdasarkan 8 sektor usaha atau industri sepanjang Januari-Maret 2024. Ia mengatakan industri pengolahan masih menjadi kontributor utama setoran pajak nasional.
Ia menyebutkan industri pengolahan berkontribusi 26,2% terhadap penerimaan pajak. Kemudian disusul oleh penerimaan dari sektor perdagangan sebesar 24,9%, dan industri jasa keuangan dan asuransi sebesar 13,2%.
Sektor usaha lainnya yang ikut menyumbang penerimaan pajak, yakni konstruksi dan real estat sebesar 5,5%, pertambangan hanya 5%, transportasi dan pergudangan 4,9%, jasa perusahaan sebesar 4,1%, serta industri sektor informasi dan komunikasi berkontribusi sebesar 3,5%.
"Industri pengolahan adalah sektor yang kontribusinya terbesar dalam penerimaan pajak kita, ada 26,2%," sebut Sri Mulyani.
Menkeu juga memaparkan pertumbuhan neto penerimaan pajak dari 8 sektor usaha tersebut. Dari 8 sektor usaha, ada 3 industri yang mengalami kontraksi pertumbuhan penerimaan pajak, yakni industri pertambangan, pengolahan, dan perdagangan.
Baca Juga: Sri Mulyani: Belum Ada Pembahasan Makan Siang Gratis Di APBN 2025
Ia menyebutkan setoran pajak dari sektor pertambangan anjlok sebesar 58,2% lantaran mengalami tekanan hampir pada seluruh subsektor. Utamanya, pertambangan batu bara yang penerimaan pajaknya anjlok 60,1%, dan pertambangan bijih logam yang anjlok 17,8%.
"Untuk pertambangan ini paling mengalami koreksi sangat dalam. Tahun lalu tumbuh 72,3% (bruto) karena harga komoditas masih tinggi, lalu turun drastis (harganya) pada kuartal akhir 2023 sampai tahun ini, sehingga penerimaan dari pertambangan pajaknya turun 39,4% (bruto). Bahkan secara neto turunnya sangat dalam 58,2%," tutur Sri Mulyani.
Kemudian, penerimaan pajak industri pengolahan kontraksi sebesar 13,6%. Sri Mulyani menjelaskan di satu sisi, PMI Manufaktur masih bagus di level 54. Namun di sisi lain, impor termasuk impor bahan baku mengalami penurunan, dan pajak dari industri manufaktur secara bruto tubuh tipis 0,8%, tapi secara neto anjlok 13,6%.
Sementara sektor perdagangan, penerimaan pajaknya mengalami sedikit kontraksi, yakni sebesar 1,6%. Itu karena banyak restitusi atau pengembalian kelebihan pembayaran pajak, serta adanya koreksi harga komoditas.
"Ini yang perlu untuk kita terus lihat, waspadai dan respons, agar secara keseluruhan perekonomian kita tetap terjaga momentumnya, meski ada beberapa sektor yang tidak imun dari pengaruh global," tutup Bendahara Negara.