19 April 2024
19:09 WIB
Konflik Iran-Israel Memanas, Indef Sarankan 3 Hal Ini Kepada Pemerintah RI
Indef menyarankan agar pemerintah mengalokasikan anggaran ke aktivitas produktif, mendorong ekspor produk industri RI, dan tidak boros belanja.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Truk trailer melintas di kawasan penumpukan kontainer (container yard) PT Terminal Petikemas Surabaya di Surabaya, Jawa Timur, Jumat (29/12/2023). Antara Foto/Didik Suhartono
JAKARTA - The Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mewanti-wanti dampak perang Iran Vs Israel terhadap perekonomian nasional, terutama lonjakan harga energi karena Indonesia masih mengimpor minyak.
Di tengah situasi geopolitik yang bisa berimbas ke dalam negeri itu, Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti menyarankan sedikitnya ada tiga hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah RI.
Namun sebelum itu, Esther menyarankan agar pemerintah merevisi asumsi indikator makroekonomi dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2024. Utamanya, terkait harga minyak dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
"Kedua indikator itu berdampak adanya kenaikan alokasi APBN, khususnya belanja terkait subsidi bahan bakar minyak atau BBM, energi, impor, dan lain-lain," ujarnya kepada Validnews, Jumat (19/4).
Dengan kata lain, asumsi makroekonomi perlu disesuaikan dengan mengacu pada harga minyak dan kurs rupiah teranyar. Supaya ketika mengalokasikan anggaran untuk subsidi energi atau BBM, serta impor besarannya bisa lebih tepat.
Baca Juga: OJK: Perbankan Kuat di Tengah Tekanan Geopolitik Global
Esther pun menambahkan asumsi makroekonomi APBN 2024 perlu penyesuaian ulang mengingat cicilan utang luar negeri dan bunga. Selain itu, berbagai belanja pemerintah, termasuk untuk infrastruktur dan pembangunan lain pun akan meningkat.
"Apalagi besarnya cicilan utang luar negeri dan bunganya juga meningkat. Belum lagi berbagai belanja pemerintah terkait infrastruktur dan belanja pembangunan lainnya juga akan meningkat," katanya.
Adapun posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada Februari 2024 tercatat sebesar US$407,3 miliar atau sekitar Rp6.623,53 triliun (kurs: Rp16.262,05/US$). Angka itu naik US$1,6 miliar atau setara Rp26,01 triliun dari laporan ULN Januari 2024.
Sebab, ULN awal tahun berada di level US$405,7 miliar. Saat itu, utang internasional Indonesia masih berada di kisaran Rp6.339,93 triliun karena hitungan kurs yang lebih rendah, yakni Rp15.625,75/US$. Akibat pelemahan rupiah, sekilas besaran utang internasional Indonesia naik signifikan secara bulanan.
Sebagai tambahan informasi, asumsi dasar makroekonomi adalah indikator utama ekonomi makro yang digunakan sebagai acuan dalam menyusun berbagai komponen postur APBN. Kementerian Keuangan mencatat asumsi makroekonomi disusun mengacu pada sasaran pembangunan dan tetap memperhatikan perkembangan perekonomian terkini, baik domestik maupun internasional.
Ada enam indikator asumsi indikator makroekonomi. Itu mencakup pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, nilai tukar rupiah, suku bunga SBN 10 tahun, harga minyak, serta lifting minyak dan gas.
Baca Juga: IHSG Jatuh ke Zona Merah Dibayangi Perang Iran-Israel
Lebih lanjut, Esther memaparkan ada 3 cara yang bisa dilakukan pemerintah Indonesia di tengah konflik Timur Tengah yang bisa berdampak ke kondisi dalam negeri. Pertama, mengalokasikan anggaran ke aktivitas yang lebih produktif.
"Oleh karena itu caranya harus, pertama, alokasikan anggaran ke aktivitas yang produktif sehingga bisa generate income (menghasilkan pendapatan) lebih banyak," tuturnya.
Kedua, mendorong ekspor produk hasil industri dalam negeri. Ketiga, mengelola anggaran secara efisien lebih efisien dan harus menghindari pemborosan belanja.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indef tidak banyak memaparkan dampak perang Timur Tengah terhadap sektor perdagangan, terutama antara Indonesia dan Iran. Dia hanya mengutarakan kegiatan ekspor dan impor akan terhambat.
Utamanya, kegiatan impor minyak dari Iran karena harganya melonjak. Selain minyak, ia memprediksi banyak juga komoditas lain yang akan ikut kena imbas gegara konflik Iran VS Israel, namun ia tidak memerinci perihal tersebut.
"Komoditas yang terpukul banyak, mengingat tingginya harga minyak mendorong kenaikan biaya transportasi, sehingga akan meningkatkan harga barang lainnya di Indonesia," tutup Esther.