c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

30 Agustus 2025

18:00 WIB

GAPKI: Menang Putusan WTO Tak Jamin Ekspor Sawit Ke Eropa Mulus

GAPKI menyambut baik kemenangan Indonesia dalam putusan WTO soal sengketa produk biodiesel dengan Eropa. Namun, masih ada beberapa tantangan sawit Indonesia di Eropa, seperti RED II dan EUDR.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Khairul Kahfi

<p>GAPKI: Menang Putusan WTO Tak Jamin Ekspor Sawit Ke Eropa Mulus</p>
<p>GAPKI: Menang Putusan WTO Tak Jamin Ekspor Sawit Ke Eropa Mulus</p>

Foto udara kendaraan melintas di areal perkebunan sawit milik salah satu perusahaan di Pangkalan Banteng, Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, Senin (7/11/2022). Antara Foto/Makna Zaezar

JAKARTA - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Eddy Martono menyambut positif atas kemenangan Indonesia dalam putusan WTO terkait sengketa DS618 atau sengketa perdagangan produk biodiesel dengan Uni Eropa (UE). 

Kendati, dia meyakini, masih banyak tantangan yang harus dihadapi industri sawit nasional dengan langkah lanjutan dari Benua Biru. Eddy menjelaskan, saat ini para pelaku usaha nasional masih menunggu langkah berikutnya yang akan Eropa ambil.

“Putusan ini sangat positif. Hanya saja, kita lihat apakah Uni Eropa akan banding atau menerima putusan ini,” jelas Eddy dalam keterangan resmi, Jakarta, dikutip Sabtu (30/8).

Baca Juga: Menang di WTO, Kemendag Proyeksi Ekspor Biodiesel RI Ke Eropa Naik 6,7%

Lebih lanjut, GAPKI meyakini peluang sawit Indonesia di pasar Eropa makin besar berkaitan dengan hasil putusan WTO yang memenangkan Indonesia dalam DS618. 

Pasar Eropa saat ini menjadi yang ketiga terbesar setelah China dan India untuk produk sawit, yakni sekitar 3-4 juta ton per tahun. Walau demikian, ekspor biodiesel ke Benua Biru relatif kecil karena produksi biodiesel mayoritas diserap dalam negeri untuk program mandatory.

Penurunan impor biodiesel beralasan lantaran kawasan tersebut mulai memproduksi sendiri biodiesel mereka dari used cooking oil, rapeseed, sunflower, palm oil, dan soybean.

Dia tetap mengingatkan, industri sawit Indonesia disinyalir masih akan menghadapi beberapa tantangan meski sudah menang dalam gugatan DS618 dengan Eropa di WTO. 

Baca Juga: Indonesia Berhasil Buktikan Diskriminasi Uni Eropa Atas Kelapa Sawit

Di antaranya, Uni Eropa masih belum menyesuaikan aturan Renewable Energy Directive (RED) II, sebuah kasus terpisah (sengketa DS593) di mana WTO telah memutuskan kebijakan Eropa bersifat diskriminatif.

Merespons itu, Dirjen Perundingan Perdagangan (PPI) Kemendag Djatmiko Bris Witjaksono menyebut, kebijakan Eropa bersifat tidak konsisten atau tidak sesuai dengan aturan WTO.

“Sehingga memang perlakuan diskriminatif ini yang tertera dalam ketentuan ataupun regulasi Eropa itu harus disesuaikan,” kata Djatmiko di Kantor Kemendag, Kamis (28/8).

Tantangan EUDR
Eddy menambahkan, tantangan besar berikutnya berupa Peraturan Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation Regulation/EUDR) yang akan berlaku mulai akhir Desember 2025.

“Kalau sawit Indonesia tidak comply dengan UEDR, ekspor bisa terganggu. Perusahaan relatif lebih siap, tetapi petani sawit bisa terdampak langsung. Jika buah sawit rakyat tidak sesuai aturan, perusahaan yang menampung pun ikut terhambat,” terang Eddy.

Baca Juga: Negosiasi EUDR Krusial, Indonesia Tunggu Respons Resmi Uni Eropa

Oleh karena itu, GAPKI mendorong pentingnya pembenahan internal, termasuk percepatan kepemilikan Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) untuk petani rakyat.

“Hal ini  penting agar Indonesia bisa mengulang sukses seperti saat Uni Eropa akhirnya mengakui skema Indonesia Sustainable Oil (ISPO),” ujar Eddy.

Terkait kebijakan EUDR, Dirjen PPI Djatmiko menyebut, komoditas minyak sawit Indonesia sejatinya telah memperoleh status benchmarking sebagai negara dengan risiko standar, bukan risiko tinggi maupun rendah. 

Kemendag juga menekankan, jumlah negara-negara produsen sawit yang memperoleh status standar oleh Eropa juga terhitung lebih banyak atau umum.

“Ya tentu ke depan kita juga memastikan bahwa kita juga bisa mendapatkan status yang low risk,” tandas Djatmiko.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar