15 Oktober 2025
10:35 WIB
Etanol Disebut Bikin Rusak Mesin Kendaraan Tua, ESDM Angkat Bicara
Kementerian ESDM menjelaskan campuran etanol diterapkan pada BBM nonsubsidi yang rata-rata penggunanya merupakan kendaraan dengan kualitas mesin lebih tinggi dari pengguna BBM subsidi.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Khairul Kahfi
Ilustrasi tangki bensin motor yang berkarat. Revzilla
JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa campuran etanol diterapkan pada Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi atau non-Public Service Obligation (PSO) yang rata-rata penggunaannya merupakan kendaraan kelas menengah ke atas.
Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Eniya Listiani Dewi mengungkapkan, kualitas mesin-mesin yang menggunakan BBM nonsubsidi biasanya lebih tinggi dari kendaraan yang menenggak BBM subsidi. Karenanya, mesin jenis ini dianggap sudah adaptif terhadap bioetanol dengan kadar maksimum 20%.
"Keluaran mesinnya sudah lebih dari tahun 2000 ya, itu sudah adaptif terhadap bioetanol sampai dengan 20%. Jadi, sudah bisa dan itu non-PSO dulu, kalau bioetanol nanti dimandatorikannya ke wilayah non-PSO (BBM nonsubsidi)," ucapnya saat ditemui di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (14/10).
Baca Juga: Dukung Program Bioetanol, Pertamina Siap Edukasi Publik
Eniya juga berencana memanggil pelaku industri otomotif, alat dan mesin pertanian (alsintan), alat berat, pertambangan, dan sektor industri terkait lainnya untuk menguji mesin-mesin kendaraan terhadap produk BBM nonsubsidi yang dijajakan PT Pertamina dengan campuran etanol.
Baca Juga: PTPN Dukung Mandatori E10! Sanggup Suplai Etanol 36.000 KL/Tahun
Hal tersebut dilakukan sebagai respons atas isu senyawa etanol yang tidak bisa optimal dimanfaatkan pada daerah tropis. Ada beberapa anggapan, BBM campuran etanol di negara tropis bisa membuat mesin kendaraan lebih mudah berkarat.
"Nanti kita uji ya, saya akan panggil industri otomotif. Besok Kamis saya panggil industri otomotif, alsintan, alat berat, tambang, dan lain sebagainya (menguji BBM beretanol)," jelasnya.
Baca Juga: Serius Beralih Ke Energi Bersih, Pemerintah Kaji Pengembangan E10
Pengujian bakal dilakukan secara komprehensif pada mesin kendaraan. Hal ini juga dalam rangka memandatorikan campuran etanol yang lebih besar ke dalam BBM, yakni 10% (E10) dari status saat ini yang hanya 5% (E5).
"Jadi seluruh nanti pengujian statistiknya, mesin-mesinnya seperti apa, korosif atau enggak, terus filternya diganti berapa, atau karetnya (seal) persis seperti apa, ini akan persis seperti (aplikasi) biodiesel saya rasa," sambungnya.
E10 Butuh Waktu 2-3 Tahun
Lebih lanjut, Eniya menerangkan, penerapan E10 masih butuh waktu 2-3 tahun mendatang. Saat ini, pemerintah fokus melaksanakan trial market untuk proyek E5 lewat produk Pertamax Green 95 yang dijajakan oleh PT Pertamina di sebanyak 104 SPBU.
Baca Juga: E10 Jadi BBM Wajib? Bahlil Siapkan Peta Jalan Etanol 10%
Dia berharap, trial market bisa menunjukkan hasil positif dan konsumsi BBM E5 bisa terus bertumbuh. Uji pasar tersebut sampai saat ini masih berjalan sampai 2026 mendatang.
"E5 ini kita harapkan bertumbuh, itu masih trial market kan dan trial market pun sedikit. Buktinya, waktu itu bilang 'rada mahal sedikit,' gitu kan? Ini aku masih ingat, jadi sepeda motornya harus beli Pertamax Green ini," tegas Eniya.