c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

20 Agustus 2024

10:14 WIB

Ekonom: Simulasi Makan Bergizi Gratis Yang Belum Jelas Timbulkan Ekses Negatif

Ekonom menilai simulasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang belum jelas menjadikan program tersebut tidak tepat sasaran. Dengan keterbatasan ruang fiskal, ekonom mengusulkan pemanfaatan anggaran.

Penulis: Khairul Kahfi

Editor: Fin Harini

<p id="isPasted">Ekonom: Simulasi Makan Bergizi Gratis Yang Belum Jelas Timbulkan Ekses Negatif</p>
<p id="isPasted">Ekonom: Simulasi Makan Bergizi Gratis Yang Belum Jelas Timbulkan Ekses Negatif</p>

Siswa menyantap makanan saat mengikuti uji coba pelaksanaan program makan bergizi gratis di SDN 4 Tangerang, Kota Tangerang, Banten, Senin (5/8/2024). Antara Foto/Galih Pradipta

JAKARTA - Director of Public Policy Celios Media Wahyudi Askar menekankan, simulasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang masih belum jelas menimbulkan potensi kesalahan dalam implementasinya. Ekonom pun mewanti, jangan sampai pelaksanaan subsidi energi yang sudah tidak tepat sasaran bergeser ke program ikonik ini.

Dia menyoroti ini lantaran, secara umum besaran alokasi belanja Kementerian/Lembaga 2025 mengalami penurunan dengan struktur belanja pemerintah pusat yang hampir sama. Dari semua itu, belanja pendidikan mengalami peningkatan signifikan 24,3%, dari Rp581,3 triliun di outlook 2024 menjadi Rp722,6 triliun di RAPBN 2025.

“Peningkatan signifikan itu clear sebetulnya untuk anggaran Makan Bergizi Gratis (MBG)… Kita belum tahu bagaimana simulasi dan skenario dampak kebijakan itu. Jangan sampai subsidi yang sudah tidak tepat sasaran, bergeser ke MBG yang juga tidak tepat sasaran,” terangnya dalam media briefing yang dipantau daring, Jakarta, Senin (5/8) malam. 

Baca Juga: Badan Gizi Nasional Dibentuk Khusus Urus Program Makan Gratis

Dari penjelasan pemerintah sementara ini pun, pihaknya belum mendapat gambaran jelas apakah pelaksanaan MBG akan diterima semua anak atau hanya anak dari keluarga tidak mampu. Begitu pula, pengelola program tersebut masih belum jelas yang kemungkinan akan diatur dalam revisi RAPBN.

Di sisi lain, Wahyudi juga mengingatkan, keberlanjutan pembiayaan program tersebut pasca 2025 yang tampaknya masih rumit. Pasalnya, ruang fiskal yang tersedia serba sempit, sehingga pemerintah baru bisa menyediakan anggaran MBG di 2025 sebesar Rp71 triliun. 

“Bisa dibayangkan kalau seandainya tidak terjadi peningkatan pendapatan dari pajak, diversifikasi pajak yang juga progresnya lemah, otomatis (MBG) di tahun 2026 mungkin anggarannya juga ‘bisa dibilang belum ada’” ujarnya.

Dampak ke Pertumbuhan Ekonomi
Di samping itu, dia juga mempertanyakan estimasi pertumbuhan ekonomi yang bisa dihasilkan program makan gratis ini sebagaimana tercantum dalam buku II Nota Keuangan dan RAPBN 2025. Pemerintah berharap program MBG dapat menyumbang peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 0,10% pada 2025.

Hal ini terjadi lewat rancangan anggaran yang dialokasikan di 2025 sekitar Rp71 triliun atau 0,29% terhadap PDB, yang termasuk biaya makanan, distribusi (safe guarding), dan operasional lembaga yang menangani Program MBG. Sedangkan tenaga kerja yang diharapkan dapat terserap untuk pelaksanaan program ini berkisar 0,82 juta pekerja. 

Program MBG akan dilakukan melalui UMKM lokal sebagai unit penyedia makanan/dapur umum untuk menyediakan makanan bergizi kepada peserta didik penerima manfaat. Program MBG selain merupakan upaya peningkatan kesehatan dan peningkatan kualitas SDM, juga memiliki backward dan forward linkage yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja melalui pemberdayaan UMKM. 

“Program Makan Bergizi Gratis sebetulnya juga bukan program yang baru di banyak negara di dunia… Tetapi memang ketika diukur dampaknya terhadap ekonomi, saya kira sebelum sampai ke ekonomi makro yang lebih indirect efeknya, kelihatannya kita perlu fokus pada dampak berbasis individu dulu,” sebutnya. 

Intinya, program ini harus bisa menjamin dampak terhadap peningkatan kualitas individu terlebih dahulu, sebelum memproyeksikannya sebagai mesin perekonomian makro. Karena itu, pelaksanaan MBG secara tepat sasaran menjadi kunci utama program ini.

Baca Juga: Ikut Urus Program Makan Gratis, Kementan Bakal Impor Sapi Hidup

Pada akhirnya, pelaksanaan makan gratis di setiap negara berbeda. Di Eropa, makan gratis bisa dilakukan secara menyeluruh dan masif karena kemampuan fiskal yang ajeg. Sementara pelaksanaan makan gratis di Amerika Latin dan Asia Selatan hanya terbatas diberikan pada anak tidak mampu, karena kapasitas fiskal yang terbatas

“Artinya ada usaha untuk supaya program jangan mistargeting. Dalam konteks Indonesia, sampai hari ini enggak pernah mendiskusikan, apakah penerima MBG semua anak atau hanya anak dari yang tidak mampu,” ucapnya.

Apabila, penerima MBG difokuskan untuk anak dari keluarga tidak mampu, bisa saja Indonesia berharap dampak untuk individu tersebut akan jauh lebih signifikan dalam mengurangi kemiskinan. Yang pada prosesnya, ketika kemiskinan berkurang, produktivitas meningkat, ada penyerapan tenaga kerja lebih baik, sehingga ekonomi nasional bisa bertumbuh. 

“Logika yang sama, dengan fiskal hari ini, tidak memungkinkan untuk program Makan Bergizi Gratis (diberikan) untuk semua anak. Di samping karena memang tidak memungkinkan untuk semua anak, ini juga enggak fair. Bisa jatuh kepada anak-anak yang sebetulnya secara finansial orangtuanya tidak begitu rentan,” imbuhnya.

Pada kesempatan sama, Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menyebut, anggaran MBG sebesar Rp71 triliun di 2025 tidak akan cukup apabila diberlakukan secara nasional. Karena biaya tersebut harus juga menyertakan pembentukan Badan Gizi Nasional, logistik, pekerja, sampai pengadaan barang-jasa yang butuh anggaran yang tidak kecil. 

Dia menyarankan, pelaksanaan MBG tersebut untuk dilakukan pemilihan, dengan tidak semua sekolah menjadi target penerima Makan Bergizi Gratis.

“Kalau tujuan awal untuk mengurangi stunting, sebaiknya anggaran Rp71 triliun difokuskan dulu untuk Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk ibu hamil dengan (kondisi) Kekurangan Energi Kronis (KEK). Sementara anak sekolah, sebaiknya dilakukan pilot project dulu,” urai Bhima.

Makan Gratis Jangan Diatur Lembaga Super Body
Dari sisi pengelolaan, Wahyudi menyampaikan, perencanaan dan skema MBG yang belum jelas dari pemerintah juga menyebabkan ketidakpastian dan berisiko inefisien. Dalam beberapa hari terakhir, keberadaan Badan Gizi Nasional di tubuh pemerintah, yang disinyalir jadi pengampu program MBG juga masih jadi pertanyaan besar.

“Saya membayangkan, ketika satu lembaga memegang nominal uang yang besar sekali, maka super body itu juga cenderung sangat merusak, dalam konteks inefisiensi yang risikonya sangat-sangat tinggi,” papar Wahyudi.

Dia pun mengibaratkan kondisi tersebut dengan pelaksanaan program pinjaman finansial siswa (student loan) di AS, yang membuat salah satu institusi negara yang membidanginya jadi lebih besar dari bank. Yang akhirnya menjadi tidak efektif dan efisien, sehingga diserahkan lagi ke pihak swasta.

Baca Juga: Alasan Jokowi Bentuk Badan Gizi Nasional

“Jadi soal governance-nya (pelaksana MBG) ini juga masih jadi tanda tanya ya,” katanya.

Untuk gambaran, program MBG perlu desentralisasi pengelolaan mengingat potensi mistargeting program yang tinggi. Karenanya implementasi MBG di lapangan juga harus melibatkan institusi di level terkecil seperti sekolah dan pemerintah daerah sebagai pengelola, termasuk distribusi dan pembiayaannya.

“Tetapi karena (kita) belum menerima dan melihat bagaimana skemanya, saya khawatirnya kalau ini dipaksakan Januari 2025 dengan skema yang belum rapih, ini bisa berpotensi untuk kita kehilangan anggaran yang sangat signifikan,” jelasnya. 

Dirinya juga berharap, jangan sampai anggaran Rp71 triliun itu habis untuk sekadar gaji pegawai Badan Gizi Nasional, untuk koordinasi, sampai berbagai pembiayaan teknis. Pada akhirnya, masyarakat hanya menerima sedikit porsi manfaat dari total anggaran tersebut.

“Ini yang terjadi di banyak kebijakan pemerintah, seperti kebijakan bantuan-bantuan yang lain, dana otsus misalnya, sehingga masyarakat yang menerima langsung program itu juga jumlahnya sangat-sangat kecil. Termasuk juga program penurunan stunting, itu juga ternyata habis untuk anggaran-anggaran koordinasi dan semacamnya,” jabarnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar