c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

08 April 2025

11:32 WIB

Ekonom: Pelemahan Rupiah Ke Level Terlemah Tidak Separah Krisis 1998 

Pelemahan rupiah yang menyentuh rekor terlemah sepanjang sejarah tak bisa disamakan dengan kondisi krisis moneter yang menimpa Indonesia pada 1998. Kondisi fundamental rupiah saat ini jauh berbeda.

Editor: Khairul Kahfi

<p>Ekonom: Pelemahan Rupiah Ke Level Terlemah Tidak Separah Krisis 1998&nbsp;</p>
<p>Ekonom: Pelemahan Rupiah Ke Level Terlemah Tidak Separah Krisis 1998&nbsp;</p>

Petugas menunjukan uang pecahan rupiah dan dolar AS di gerai penukaran mata uang asing VIP (Valuta Inti Prima) Money Changer, Jakarta, Selasa (4/10/2022). Antara Foto/Muhammad Adimaja/aww

JAKARTA - Dosen Departemen Akuntansi FEB Univ Brawijaya Noval Adib menilai, pelemahan rupiah yang menyentuh rekor terlemah sepanjang sejarah saat ini tidak bisa disamakan dengan kondisi krisis moneter yang menimpa Indonesia pada 1998. Menurutnya, kondisi fundamental rupiah saat ini jauh berbeda.

"Meski rupiah jatuh ke Rp16.000 (per dolar AS), dan ini sudah atau sedang terjadi, seperti tahun 1998, itu cuma kesamaan nominal saja, namun secara intrinsik (nilai rupiah) jelas jauh berbeda," jelasnya dalam pernyataan tertulis, Jakarta, Selasa (8/4). 

Mengutip Bloomberg, per 8 April 2025 pukul 10.37 WIB, rupiah terpantau mengalami pelemahan terhadap dolar AS sebesar 0,12% atau sekitar Rp21 rupiah ketimbang sebelumnya. Saat ini rupiah bernilai kisaran Rp16.842 per dolar AS.

Sepanjang hari ini, Bloomberg memperkirakan, rupiah bakal berada di kisaran Rp16.798 sampai Rp16.871 per dolar AS. Sehari sebelumnya, nilai tukar rupiah sempat melemah sebesar 251 poin atau 1,51%, menjadi Rp16.904 per dolar AS, dari sebelumnya Rp16.653 per dolar AS.

Baca Juga: Waduh! Rupiah Tembus Rp17.000, Ada Apa?

Dia pun memberikan perbandingan sederhana. Pada tahun 1998, nilai rupiah sebanyak Rp16.000 bisa digunakan untuk membeli sampai 16 porsi soto. Namun saat ini, rupiah dengan nominal yang sama mungkin hanya cukup untuk membeli seporsi soto.

Jika ingin perbandingan lebih serius, harga emas pada 1998 dibanderol sekitar Rp75.000 per gram. Namun sekarang, harga emas dibanderol sekitar Rp1,8 juta per gram.

"(Dengan contoh di atas), jadi jauh sekali purchasing power rupiah antara tahun 1998 dan 2025," ungkapnya.

Hal ini juga dapat dilihat dari level kajatuhan rupiah. Pada 1998, rupiah mengalami kejatuhan dari kisaran Rp2.500 per dolar AS menjadi Rp16.000 per dolar AS dalam kurun waktu setahun. Adapun saat ini, rupiah sudah bertahun-tahun bertengger di kisaran Rp14.000-15.000 per dolar AS.

"Sehingga penurunan (rupiah saat ini) ke Rp16.000 (per dolar AS) ibaratnya cuma turun ke satu anak tangga saja. Jelas beda dengan tahun 1998 yang ibaratnya jatuh dari loteng tingkat dua," paparnya.

Lebih lanjut, episentrum krisis finansial 1998 memang berada di kawasan Asia, yang di dalamnya ada Indonesia. Tak heran, kondisi ini membuat sejumlah pemimpin negara mengalami kejatuhan seperti Presiden Indonesia, Presiden Korea Selatan, maupun Perdana Menteri Thailand.

Sedangkan episentrum krisis sekarang berada di Amerika Serikat yang dipicu oleh kebijakan tarif resiprokal yang diteken pada 2 April 2025. Namun demikian, pelemahan rupiah tidak hanya terpicu oleh kebijakan dagang AS saja, melainkan ada faktor fundamental ekonomi RI yang juga disinyalir melemah ditandai PHK di banyak tempat.

"Patut dicatat bahwa sebelum Presiden Trump memicu perang tariff ini, (ekonomi) Indonesia memang kondisinya sudah sulit. PHK sudah terjadi dimana-mana sebelum Trump bikin ulah," jelasnya.

Baca Juga: Imbas Tarif Trump, BI Agresif Perkuat Intervensi Rupiah

Sementara itu, Dosen Departemen Ekonomi Universitas Andalas Syafruddin Karimi menjelaskan, tekanan rupiah terhadap dolar AS yang telah menyentuh level terendah sepanjang sejarah harus menjadi alarm serius bagi otoritas moneter dan fiskal Indonesia. 

"Ketimbang bersikap reaktif, pemerintah dan Bank Indonesia perlu menyusun strategi komunikasi dan kebijakan yang lebih tegas dan terukur untuk meredam kepanikan pasar," ungkap Syafrudin, Selasa (8/4).

Dia juga mengingatkan, pelemahan rupiah saat ini bukan semata cerminan faktor eksternal, seperti penguatan dolar AS atau perang dagang global. Namun juga menunjukkan lemahnya kepercayaan investor terhadap stabilitas jangka pendek ekonomi domestik. 

"Jika tidak segera dijawab dengan kebijakan yang kredibel dan langkah stabilisasi yang konsisten, tekanan terhadap rupiah berpotensi merembet menjadi krisis kepercayaan yang lebih luas," paparnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar