05 April 2025
14:20 WIB
Buntut Tarif Impor Trump, Industri Elektronik Desak Pemerintah Terapkan Kebijakan Ini
Pasar produk elektronik dalam negeri harus diamankan dari potensi banjirnya produk impor negara-negara terdampak tarif resiprokal AS, lewat Revisi Permendag 8/2024 sampai perluasan TKDN.
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Khairul Kahfi
Aktivitas pekerja dalam proses produksi di industri elektronik. Antara/HO-Kementerian Perindustrian
JAKARTA - Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) meminta pemerintah melakukan percepatan kebijakan Non-Tariff Measure (NTM) atau Non-Tariff Barrier (NTB).
Sekretaris Jenderal Gabel Daniel Suhardiman menjelaskan, kebijakan itu antara lain dilakukan lewat Revisi Permendag 8/2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor, pemberlakuan pelabuhan entry point, hingga perluasan kewajiban Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).
Menurutnya, langkah tersebut wajib dilakukan untuk merespons kebijakan perdagangan agresif yang dilakukan Presiden AS Donald Trump yang menerapkan tarif impor dari beberapa negara, termasuk Indonesia dengan besaran 32%.
"Kebijakan-kebijakan itu sebagai bentuk risk management yang sangat urgent untuk dapat mengamankan pasar dalam negeri. Kebijakan-kebijakan itu juga yang selama ini sudah kami minta, dan untuk segera dilaksanakan," tegasnya lewat keterangan tertulis yang diterima Validnews, Jakarta, Sabtu (5/4).
Baca Juga: Saham Apple Anjlok 9% Imbas Tarif Pajak Donald Trump
Daniel meyakini, tarif resiprokal yang Negeri Paman Sam terapkan untuk Indonesia tak lepas dari kondisi defisit perdagangan AS dari Indonesia yang ditaksir mencapai US$14,34 miliar pada 2024 lalu.
Karena itu, kebijakan NTM atau NTB disebut Daniel sebagai bentuk risk management yang sangat darurat guna mengamankan pasar dalam negeri.
Dengan adanya kebijakan tarif resiprokal AS, Indonesia digadang dapat menjadi pasar yang sangat besar dan potensial, termasuk pada produk-produk elektronik. Dengan daya beli produk elektronik yang tinggi, Daniel meyakini, Indonesia bakal menjadi sasaran ekspor bagi negara yang produksinya terdampak oleh gebrakan Donald Trump.
Sehingga, Gabel meminta pemerintah melindungi industri dalam negeri supaya pasar domestik nantinya tak semakin dibanjiri barang-barang impor, sekaligus melindungi produsen dalam negeri yang melancarkan ekspor ke AS.
"Kami meminta kebijakan TKDN tetap dipertahankan dan tidak dilonggarkan guna merespons kebijakan kenaikan bea masuk impor AS. Kebijakan TKDN terbukti ampuh meningkatkan demand produk manufaktur dalam negeri, terutama dari belanja pemerintah," jabar Daniel.
Dirinya juga meyakini, kebijakan TKDN selama ini telah memberi jaminan kepastian investasi dan menarik investasi baru ke Indonesia. Kondisi itu kemudian berdampak positif pada tingginya serapan tenaga kerja sektor industri manufaktur.
"Banyak tenaga kerja Indonesia bekerja pada industri yang produknya dibeli setiap tahun oleh pemerintah karena dari kebijakan TKDN ini. Pelonggaran kebijakan TKDN akan berakibat hilangnya lapangan kerja dan berkurangnya jaminan investasi di Indonesia," kata Daniel.
Baca Juga: Hadapi Tarif Impor 32%, INDEF Beri 7 Langkah Cepat Yang Harus Diambil Indonesia
Lebih lanjut, Daniel menggarisbawahi kebijakan NTM atau NTB pada dasarnya adalah upaya yang dilakukan setiap negara guna mengamankan pasar dalam negeri. Sehingga, bea masuk impor AS sejatinya tak ada kaitannya dengan NTM ataupun NTB.
Namun demikian, pelaku industri dalam hal ini tetap mendorong pemerintah segera merespons perang tarif yang dilancarkan secara terbuka oleh AS.
"Kalau perlu, Pemerintah RI beri tarif masuk 0% pada produk manufaktur AS karena pada dasarnya daya saing produk AS tidak terlalu kompetitif dengan produk manufaktur dalam negeri atau produk manufaktur negara saingan AS," tandasnya.
Sebelumnya, Menkeu AS Scott Bessent menyarankan negara-negara yang terdampak tarif impor baru sebagaimana diumumkan Presiden Donald Trump untuk 'diam saja' dan tidak membalas, guna menghindari eskalasi lebih lanjut.