07 Agustus 2025
16:15 WIB
ASPERMIGAS Dorong Pemerintah Bentuk Badan Khusus Pemberantas Sumur Ilegal
Banyak sumur ilegal disinyalir bukan milik masyarakat. Diduga ada pemain besar yang mengambil untung kala Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025 terbit
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Khairul Kahfi
Tim yang terdiri dari perwakilan Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin, PT Pertamina EP Asset II, Polri memantau keberadaan sumur minyak liar di Kecamatan Sungai Keruh, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, Sabtu (14/9/2019). Antara/HO/19
JAKARTA - Pemerintah telah menginventarisasi sumur-sumur minyak masyarakat dari berbagai daerah yang selama ini dibor secara haram, dalam rangka menangani maraknya pengeboran ilegal. Sumur yang telah teridentifikasi itu nantinya bakal dilegalkan dan dikelola oleh entitas usaha berbentuk UMKM, koperasi, maupun Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Lalu, hasil produksinya, wajib diserap oleh perusahaan migas atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) setempat. Hasil produksi sumur rakyat ini dinilai bisa mendongkrak lifting migas nasional.
Namun, Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (ASPERMIGAS) Moshe Rizal menilai, kebijakan itu sama sekali bukan menjadi solusi atas maraknya sumur minyak ilegal di banyak wilayah. Moshe menekankan, satu-satunya cara menangani sumur ilegal adalah dengan melakukan pemberantasan, terutama kepada pihak-pihak yang mem-back up dan memberi pendanaan atas pengelolaan sumur-sumur ilegal tersebut.
"Jadi solusinya bukan dilegalkan, tapi diberantas. Selama ini kita lihat 'oh ini masyarakat, ekonomi masyarakat', bukan. Di belakang itu tuh ada pengusaha besar, ada backing-an dana. Memang masyarakat punya duit untuk ngebor? Tidak punya, ada yang danain di belakang mereka," ucapnya kepada Validnews, Jakarta, Kamis (7/8).
Baca Juga: Pertamina Masih Suka Kebobolan Soal HSE, Apa Kabar UMKM?
Dirinya juga menyayangkan mengemukanya narasi ’ekonomi masyarakat’ yang digunakan untuk melegalkan sumur-sumur tersebut. Dia menuding, masyarakat bukanlah pemain utama dari pengeboran ilegal itu.
"Di belakang itu ada pemain besar yang punya modal. Memang yang mendanai siapa? Masyarakat pinjam ke bank? Enggak. Selama ini narasinya dibuat seolah-olah masyarakat yang punya sumur, enggak, bukan. Masyarakat memang yang punya lahan, tapi di belakang itu ada pemainnya," kata Moshe.
Karena itulah, dia menegaskan, harus ada tindakan nyata untuk memberantas pemain-pemain besar di belakang pengeboran sumur minyak secara ilegal.
Dia menengarai, pemain-pemain tersebut justru bakal semakin bahagia dengan terbitnya Permen ESDM 14/2025. Lewat beleid itu, mereka tak perlu lagi khawatir dikejar aparat penegak hukum. Terlebih, sudah ada jaminan pasar karena KKKS diwajibkan menyerap minyak dari sumur mereka.
"Ada Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025, mereka enak aja tidak perlu safety, tidak perlu sertifikasi, jalan saja sudah. Pasarnya sudah jelas dan itu sebagian. Sebenarnya, masih dijual juga ke tempat lain karena tempat lain bisa lebih tinggi harganya," sambung dia.
Moshe malah mengusulkan, pemerintah seharusnya membentuk badan khusus dalam naungan aparat penegak hukum dalam rangka memberantas maraknya sumur-sumur minyak ilegal. Menurutnya, pemberantasan itu amat sangat mungkin dilakukan oleh pemerintah jika ada badan khusus yang memiliki power dan inisiatif kuat untuk menyusup ke setiap titik sumur ilegal.
Dia mencontohkan aksi terorisme dan peredaran narkotika yang juga didanai dan di-back up oleh pemain besar. Pemerintah sudah memiliki Detasemen Khusus 88 (Densus 88) dan Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam naungan aparat penegak hukum untuk melakukan pemberantasan.
"Di belakang narkoba ada pemain besar tidak? Ada kan? Pemerintah berusaha memberantas dan memang tidak ada yang perfect ya, tapi setidaknya ada upaya,” tandasnya.
Baca Juga: Ganggu Iklim Investasi, Ini Cara ESDM Tertibkan Sumur Minyak Ilegal
Pemberantasan sumur minyak ilegal, wajib dilakukan oleh entitas berbentuk badan, bukan satuan tugas (satgas) yang sifatnya temporer. Badan itu juga harus di bawah naungan aparat penegak hukum dan bukan di bawah Kementerian ESDM.
"Bentuklah sebuah badan yang resmi dan itu siapapun presidennya harus selalu ada. Jangan satgas karena hanya 4-5 tahun, jangan juga di bawah Ditjen Gakkum karena dirjen-nya selalu berganti-ganti," tambahnnya.
Dengan menangkap satu per satu pemain besar di balik pengeboran minyak ilegal, pendanaan ke masyarakat pun perlahan-lahan bakal hilang dan mereka memutuskan untuk beralih ke jenis usaha lain.
Sedangkan jika pemain utamanya tak diberantas terlebih dahulu, masyarakat akan tetap menjadi korban. Ketika ada insiden, merekalah yang pasang badan untuk dipenjara, sementara sang pemodal mencari orang lain lagi untuk mengelola sumur minyak ilegal.
"Lalu saat yang dipenjara sudah keluar, ya direkrut lagi. Ini tidak akan selesai, masyarakat hanya dijadikan pion. Seolah-olah, ini usaha masyarakat. Bukan, ini bukan UMKM, ini bukan usaha masyarakat, ini ada pemain besar yang membiayai semuanya, men-secure operasinya, it's organized crime," tegas Moshe.
Manfaat Legalisasi Sumur Haram
Sebelumnya, pemerintah melalui Kementerian ESDM sedang berupaya memperbaiki tata kelola sumur minyak ilegal milik masyarakat.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan, penataan ini hanya berlaku untuk sumur-sumur yang sudah ada, bukan untuk mengizinkan pengeboran baru.
Langkah awal yang dilakukan pemerintah adalah menginventarisasi jumlah sumur minyak masyarakat yang sudah ada saat ini. Proses ini melibatkan Pemerintah Provinsi dan KKKS di lapangan.
Dalam permen ESDM 14/2025 tercantum sumur-sumur minyak yang dikelola secara haram bisa dilegalkan dan dikerjasamakan dengan KKKS dengan harga 70% dari ICP. Bahlil berasumsi, sumur-sumur ini dapat memproduksi sekitar 3-5 barel minyak per hari.
Asal tahu saja, 1 barel minyak setara dengan 159 liter. Artinya, jika produksi sumur masyarakat mencapai 3 barel, ada sekitar 500 liter minyak mentah per hari yang dihasilkan.
Bahlil menerangkan dengan rerata harga ICP US$70 per barel dan asumsi porsi bagi hasil 70%, maka setiap barel minyak yang dihasilkan masyarakat dipatok dengan harga US$49 dan wajib dibeli oleh KKKS.
Baca Juga: Sebulan Ke Depan, Pemerintah Bakal Mendata Sumur Minyak Ilegal
"Artinya, dalam sehari satu sumur bisa meraup sekitar US$147, dibulatkan menjadi US$150, atau setara lebih dari Rp2 juta," sambung Bahlil, Jumat (18/7).
Dari perhitungan tersebut, Bahlil meyakini legalisasi sumur-sumur minyak masyarakat bisa memberi dampak nyata terhadap perputaran ekonomi setempat. Begitu pula bakal menyerap banyak tenaga kerja, hingga berkontribusi terhadap pencapaian produksi minyak nasional.
"Satu sumur tenaga kerjanya itu bisa 10 orang. Jadi ini menciptakan lapangan pekerjaan untuk masyarakat, lalu pendapatan masyarakat, perputaran ekonominya ada," katanya.