c

Selamat

Selasa, 4 November 2025

EKONOMI

07 Mei 2024

16:42 WIB

Apindo: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I Masih Belum Maksimal

Apindo menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama sebesar 5,11% masih belum maksimal.

Penulis: Khairul Kahfi

<p>Apindo: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I Masih Belum Maksimal</p>
<p>Apindo: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I Masih Belum Maksimal</p>

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi. Suasana gedung bertingkat di Jakarta, Rabu (12/10/2022). Antara Foto/Muhammad Adimaja

JAKATRA - Analis Ekonomi Apindo Ajib Hamdani menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama sebesar 5,11% masih belum maksimal. Dirinya pun menyoroti, kondisi pelemahan daya beli akibat naik-turunnya level inflasi di dalam negeri di waktu bersamaan.

“Pada rentang masa ini, terjadi fluktuasi inflasi yang memberikan tekanan terhadap daya beli masyarakat,” jelasnya dalam keterangan resmi, Jakarta, Selasa (7/5).

Secara umum, dirinya mengapresiasi capaian pertumbuhan ekonomi nasional tersebut. Pasalnya, torehan ini terhitung cukup agresif di sela-sela kondisi ekonomi global yang sedang menantang, bahkan sanggup melampaui ekspektasi target pertumbuhan pasar.

Hanya saja, semua pihak mesti menyadari inflasi RI di kuartal I/2024 menyentuh angka 3%. Atau lebih tinggi daripada inflasi agregat 2023 yang hanya mencapai angka 2,61%. 

“Kalau tren inflasi tidak turun, maka daya beli akan terus mengalami tekanan dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi cenderung tidak sustain,” ucapnya.

Padahal, pertumbuhan ekonomi kuartal ini ditopang secara signifikan oleh konsumsi masyarakat. Sepanjang tiga bulan pertama tahun ini, setidaknya ada dua momentum terkait konsumsi, yaitu lebaran dan kontestasi politik di Pileg dan Pilpres. 

Baca Juga: BPS: RI Bukukan Pertumbuhan Ekonomi 5,11% di Kuartal I/2024

Dengan momentum ini, Ajib sebut, Menkeu Sri Mulyani Indrawati sejak awal sudah optimis pertumbuhan ekonomi bakal berada di atas 5%, dan meningkat dibandingkan kuartal terakhir yang menyentuh angka 5,04%. 

“Optimisme pelaku usaha dan pemerintah berbanding lurus dengan hasil yang diumumkan BPS,” ujarnya.

Mengantisipasi pelemahan daya beli tersebut, sektor konsumsi butuh kebijakan yang intensif. Mencakup insentif moneter, insentif fiskal, maupun regulasi yang pro-pertumbuhan dan pro-pemerataan. 

Kendati begitu, menurutnya, kebijakan moneter sementara ini cenderung tidak ideal dan memerlukan penyesuaian. Seperti diketahui, BI secara mengejutkan menaikkan suku bunga acuannya 25 bps per April ini menjadi sebesar 6,25%.

“Tingkat suku bunga tinggi akan mengurangi likuiditas di sistem perekonomian dan juga mendorong cost push inflation,” terangnya.

Dari sisi fiskal, Ajib menggarisbawahi, pemerintah hanya punya ruang APBN yang sangat terbatas pada 2024 ini untuk bisa menopang daya beli masyarakat. Terlebih, kalau hanya mengandalkan pola konvensional dengan metode bansos, misalnya. 

Dengan asumsi makro nilai tukar rupiah 15.000 terhadap dolar AS dan harga minyak US$82/barel saja, struktur keuangan negara sudah defisit lebih dari Rp500 triliun atau setara 2,8% dari PDB. 

“(Belum lagi), isu kenaikan tarif PPN awal tahun 2025, juga memberikan tekanan terhadap dunia usaha dan memberikan dampak psikologis pada naiknya harga barang,” tambahnya.

Sementara dari sisi regulasi, Apindo mendukung keberadaan insentif yang lebih banyak diberikan terhadap industri padat karya. Karena secara alamiah, investasi yang terus mengalir cenderung bermuara pada investasi padat modal. 

Baca Juga: Di Bawah Nasional, Ekonomi Jakarta Tumbuh 4,78%

Oleh karena itu, pencapaian investasi yang selalu melebihi target sejak 2019, tidak diiringi dengan penyerapan tenaga kerja. “Dari target penyerapan 3 juta tenaga kerja, pada tahun 2023 hanya mampu menyerap 1,8 juta tenaga kerja,” tegasnya.

Selain faktor moneter, fiskal dan regulasi, pengusaha juga mengingatkan pemerintah, untuk terus melakukan program prioritas hilirisasi. Dengan melibatkan lebih banyak stakeholder dan pelaku ekonomi nasional. 

Pihaknya percaya, program hilirisasi  akan memberikan daya ungkit ekonomi lebih maksimal, ketika pemerintah fokus dengan sektor pertanian, perikanan, peternakan dan perkebunan. 

“Program hilirisasi yang menjadi bagian komitmen Presiden Jokowi sebagai bagian transformasi ekonomi, harus lebih dikembangkan di era pemerintahan selanjutnya,” tegasnya.

Dirinya pun mewanti pemerintah untuk bisa fokus memperhatikan keempat poin tersebut di atas. Jika berhasil, pertumbuhan ekonomi sepanjang 2024 akan terus tereskalasi dan sampai akhir tahun bisa mencapai target secara agregat sebesar 5,2%. 

“Tetapi, ketika pemerintah tidak memberikan insentif yang tepat sasaran, pertumbuhan ekonomi akan mencapai di bawah target, sesuai yang tertuang dalam proyeksi Kerangka Ekonomi Makro,” pungkasnya. 

Cerminkan Optimisme
Presiden Joko Widodo menyampaikan optimisme terhadap kondisi ekonomi nasional yang mencatat pertumbuhan sebesar 5,11% pada kuartal I/tahun 2024. Apalagi, angka tersebut dicapai saat banyak negara besar mengalami resesi atau penurunan pertumbuhan.

“Negara-negara besar sudah masuk ke jurang resesi, negara lain juga turun growth-nya tapi kita mampu tumbuh di 5,11%,” ungkap Presiden Jokowi dalam keterangan pers di Balai Besar Pengujian Perangkat Telekomunikasi (BBPPT), Kota Depok, Provinsi Jawa Barat pada Selasa (7/5).

“Ini saya kira patut kita syukuri karena ini banyak didukung oleh konsumsi, tetapi juga didukung oleh investasi yang terus masuk ke negara kita,” tambahnya.

Sementara itu, dalam menghadapi isu penutupan beberapa pabrik manufaktur di dalam negeri, Presiden mengakui bahwa fluktuasi semacam ini adalah bagian dari dinamika pasar yang dipengaruhi oleh kompetisi, efisiensi, dan adaptasi terhadap barang-barang baru.

“Kalau masalah ada pabrik yang tutup, sebuah usaha itu naik turun karena kompetisi, karena mungkin efisiensi, juga karena bersaing dengan barang-barang baru yang lebih inovatif,” jelasnya

Meskipun ada beberapa pabrik yang tutup, Jokowi menekankan bahwa secara makro, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih sangat baik. Hal ini menunjukkan daya tahan dan potensi pasar domestik serta kepercayaan investor.

“Saya kira dua hal itu (konsumsi dan investasi) yang sangat baik,” ucapnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar