c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

06 Februari 2025

17:30 WIB

Anggaran Semakin Cekak, Indonesia Terdesak?

Indef mengingatkan langkah efisiensi anggaran K/L bisa dialokasikan untuk program perekonomian, salah satunya penciptaan lapangan kerja. Pemerintah tidak bisa lagi hanya fokus pada MBG saja.

Penulis: Erlinda Puspita

Editor: Khairul Kahfi

<div dir="auto" id="isPasted">Anggaran Semakin Cekak, Indonesia Terdesak?</div>
<div dir="auto" id="isPasted">Anggaran Semakin Cekak, Indonesia Terdesak?</div>

Direktur Big Data Indef Eko Listiyanto menuturkan, pemerintah sebaiknya tidak hanya berfokus mengalokasikan hasil efisiensi anggaran K/L pada Makan Bergizi Gratis (MBG), Jakarta, Kamis (6/2). tangkapan layar

JAKARTA - Indef mendorong pemerintah memanfaatkan hasil efisiensi anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) untuk program yang mendorong produktivitas perekonomian, terutama penciptaan lapangan kerja. Melalui langkah tersebut, pertumbuhan ekonomi diharapkan bisa bergerak lebih tinggi mencapai target 8%.

Direktur Big Data Indef Eko Listiyanto menuturkan, pemerintah sebaiknya tidak hanya berfokus mengalokasikan hasil efisiensi anggaran K/L pada Makan Bergizi Gratis (MBG). Ia menilai, pemanfaatan program ikonik tersebut belum cukup memberikan multiplier effect atau efek rambatan dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi.

"Pemerintah harus mendorong produktivitas perekonomian, jadi menurut kami tidak cukup hanya diletakkan di MBG lagi, MBG lagi. Itu belum cukup," ucap Eko dalam Diskusi Publik 'Pertumbuhan Melambat, Anggaran Mengetat: Tanggapan Atas Pertumbuhan Ekonomi 2024', Jakarta, Kamis (6/2).

Eko mengingatkan, kondisi perekonomian nasional yang saat ini harus diperhatikan saksama. Pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2024 sebesar 5,03% mengalami perlambatan dibandingkan tahun lalu yang mencapai 5,05%.

Baca Juga: Prabowo Instruksikan Pemerintah Pusat-Daerah Efisiensi Anggaran Rp306 T

Menurutnya, perlambatan ekonomi juga terjadi di level global. International Monetary Fund (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global tahun ini hanya di kisaran 3,3%. Target tersebut menurun dibandingkan perkiraan 2024 sebesar 3,2% dan stagnan di 2026 sebesar 3,3%. 

Dari perkiraan-perkiraan tersebut, kemudian Eko menghubungkan dengan target pertumbuhan ekonomi nasional tahun 2025 di kisaran 5,2% yang cenderung tak ada peningkatan signifikan atau perlambatan.

Menurutnya, jika efisiensi anggaran K/L yang tahun ini mulai dilakukan dan tidak dialokasikan untuk menciptakan lapangan pekerjaan, maka pertumbuhan ekonomi 8% pada periode pemerintahan Prabowo akan sulit tercapai. 

"Bagaimana mengatasi pertumbuhan ekonomi yang melambat ini? Ya tumbuhkan dan ciptakan lapangan kerja, baik yang distimulasi APBN maupun dari iklim investasi yang bisa menciptakan perusahaan-perusahaan berekspansi," jelasnya. 

Isu lapangan pekerjaan menjadi dominan, lantaran dari hasil survei Indef menurut Eko, PHK massal menjadi bahan perbincangan terbanyak di platform X dan Youtube. Dia pun menilai, masyarakat tengah kesulitan mencari lapangan kerja. 

"Tanpa lapangan kerja, maka masyarakat tak memiliki penghasilan. Tanpa penghasilan, maka daya beli masyarakat menurun bahkan tidak ada.. Tanpa itu, kalau kita hanya mengandalkan bantuan sosial (bansos) maka akan bertahan di 5% saja," ucap Eko. 

Baca Juga: Indef: Ekonomi Disokong Penciptaan Lapangan Kerja, Bukan Dikit-dikit Bansos

Sementara itu, Peneliti Indef Riza Annisa memperingatkan, dengan kondisi perekonomian Indonesia yang melambat, pemerintah juga akan menghadapi tekanan lain yaitu utang negara yang semakin besar.

Pada 2025, pemerintah diketahui memiliki total utang mencapai Rp1.353,2 triliun yang di dalamnya terdiri dari pinjaman sebanyak Rp94,83 triliun, bunga utang sebesar Rp552,9 triliun, dan Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp705,5 triliun. 

"Utang pemerintah di 2024 itu meningkat totalnya menjadi Rp8.801,09 triliun. Bukannya berkurang malah terus bertambah. Jadi kecenderungannya akan seperti ini. Jadi pemerintah sudah tentu ke depannya perlu hati-hati dalam penarikan utang, meski masih di bawah batas rasio 60% dari UU," kata Riza. 

Berdasarkan kondisi tersebut, Indef menyarankan agar pemerintah bisa segera melakukan realisasi kerja sama internasional dalam wujud peningkatan investasi dan perluasan pasar ekspor.

Kemudian, realokasi anggaran untuk mendorong produktivitas perekonomian, serta mempercepat upaya penciptaan lapangan kerja untuk memperbaiki daya beli rumah tangga.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar