06 Februari 2025
15:59 WIB
Indef: Ekonomi Disokong Penciptaan Lapangan Kerja, Bukan Dikit-dikit Bansos
Perluasan lapangan kerja bisa menjadi solusi konkret untuk mengerek pertumbuhan ekonomi. Ekonom mengimbau pemerintah untuk jangan sedikit-sedikit menggelontorkan bansos.
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
Editor: Khairul Kahfi
Sejumlah pencari kerja antre untuk masuk ke dalam area Pameran Bursa Kerja di Thamrin City, Jakarta, Selasa (28/5/2024). Antara Foto/Aprillio Akbar/aww.
JAKARTA - Ekonom menantang pemerintah untuk menciptakan lapangan kerja yang luas sebagai pemantik peningkatan konsumsi. Buntutnya, upaya ini akan berkontribusi mengerek pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai, penciptaan lapangan kerja menjadi solusi agar pertumbuhan ekonomi tidak stagnan 5%. Bukan terus-terusan menggelontorkan bantuan sosial (bansos).
"Sekali lagi, penciptaan lapangan kerja itu adalah jalan keluar untuk (ekonomi) tumbuh lebih dari 5%. Tanpa itu, kalau hanya dikit-dikit kasih bansos, ya kita hanya akan bertahan di 5% saja," ujar Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto dalam Diskusi Publik, Jakarta, Kamis (6/2).
Untuk diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 melambat di angka 5,03%. Adapun angka itu tidak mencapai target APBN sebesar 5,2%, bahkan lebih rendah dari pertumbuhan 2023 yang sebesar 5,05%.
Sejalan dengan itu, Eko kembali menegaskan, perekonomian RI di tahun ini maupun ke depannya perlu didukung penciptaan lapangan kerja. Menurutnya, pemerintah harus fokus mengupayakan hal tersebut.
"Kalau misalkan hanya ada satu isu saja gitu ya yang harus ditangani pada 2025 ini adalah isu tentang penciptaan lapangan kerja," tegasnya.
Baca Juga: Menperin dan Menaker Bertemu, Bahas Penciptaan Lapangan Kerja Hingga Industri Rentan
Menurut data Indef, isu ketenagakerjaan menjadi bobot perbincangan di media sosial pada pertengahan 2024. Indef mencatat, ada top 5 pembahasan yang mendominasi sebanyak 4,21 juta riwayat obrolan di media sosial X, dulu Twitter.
Pembahasan itu meliputi perbincangan sedang mencari lowongan kerja (29%), tetap semangat meski kena PHK (25,6%), info lowongan kerja (23,1%), pembahasan sedang menganggur (7,5%), dan freelance bisa jadi alternatif pekerjaan (1,9%).
Eko menilai, perbincangan seputar ketenagakerjaan terjadi mengingat banyaknya badai PHK di 2024. Adapun Kemnaker mencatat, ada 63.947 pekerja kena PHK sepanjang Januari-Oktober 2024.
"Ini gambaran masyarakat memang merasakan betapa semakin sulit mencari lapangan kerja gitu. Nah tanpa lapangan kerja, dompet enggak bisa diisi. Tanpa dompet terisi, daya beli enggak ada," jelasnya.
Oleh karena itu, Eko menyarankan pemerintah perlu menumbuhkan lapangan kerja. Yang 'pengadaannya' bisa dibantu dengan APBN maupun iklim investasi untuk bisa berekspansi.
Selain itu, dia beranggapan, pemerintah perlu memetakan sektor usaha produktif yang akan memberikan multiplier effect di tengah ekonomi melambat dan anggaran yang mengetat. Dengan begitu, efisiensi anggaran yang saat ini dilakukan bisa direlokasi ke sektor tersebut.
Baca Juga: Kemnaker Diminta Atasi Masalah Batas Usia Kerja
Lebih lanjut, Eko menyoroti, awal tahun ini masing-masing kementerian/lembaga sedang menyesuaikan diri dengan pemangkasan anggaran. Ia menilai, efisiensi itu akan memberikan pengaruh positif apabila alokasinya terarah dan efektif.
"Kalau kemudian hasil dari efisiensi itu dipakai untuk mendorong produktivitas perekonomian, kemungkinan besar pertumbuhan ekonomi tidak terganggu ya," imbuhnya.
Menurut Ekonom Indef, anggaran yang dipangkas perlu direlokasi ke sektor-sektor yang mendorong tingkat produktivitas perekonomian. Sehingga bisa mendorong penciptaan lapangan kerja dan membuat masyarakat mampu mengisi dompetnya masing-masing.
Dengan demikian, masyarakat makin gencar berbelanja. Dampak positifnya, daya beli naik dan menjadi bekal untuk meningkatkan perekonomian Indonesia.
"Efisiensi anggaran ini dipakai untuk apa? Kita upayakan yang mendorong produktivitas, gimana produktivitas itu pada yang bisa menciptakan lapangan kerja," ucap Eko.