02 Juni 2025
11:09 WIB
Ancaman Tarif Baja Trump Bisa Bikin Rupiah Menguat? Begini Prediksinya
Rupiah diperkirakan menguat terhadap dolar AS yang tertekan sentimen negatif tarif aluminium dan baja oleh AS. Donald Trump mengumumkan gandakan tarif impor baja dan aluminium dari 25% menjadi 50%.
Editor: Khairul Kahfi
JAKARTA - Analis mata uang Doo Financial Futures Lukman Leong memperkirakan nilai tukar (kurs) rupiah pada Senin (2/6) menguat, seiring ancaman tarif terhadap baja dan aluminium yang dilontarkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump baru-baru ini.
“Rupiah diperkirakan akan menguat terhadap dolar AS yang kembali tertekan oleh sentimen negatif seputar tarif menyusul ancaman Trump pada aluminium dan baja,” ujarnya melansir Antara, Jakarta, Senin (2/6).
Baca Juga: Trump Gandakan Tarif Impor Baja Menjadi 50%
Pada Jumat (30/5), Trump mengumumkan kenaikan besar tarif impor baja dan aluminium dengan menggandakan tarif dari 25% menjadi 50% sebagai langkah melindungi industri dalam negeri AS. Trump berpendapat, kenaikan ini akan menutup celah yang selama ini dimanfaatkan para pesaing asing untuk melewati tarif sebelumnya.
Di hadapan para investor sektor baja, Presiden AS mengakui pemberian tarif sebesar 25% masih belum mampu mengamankan industri terkait dari para pesaing. Namun, dengan tambahan tarif menjadi 50%, Trump yakin tidak ada lagi yang melewati tarif sebelumnya.
Di sisi lain, data Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia Masih menunjukkan kontraksi, sehingga membatasi kurs rupiah.
“Angka PMI manufaktur Indonesia berada di 47,4 (di bawah 50 diartikan kontraksi), ini mengindikasikan sentimen di sektor manufacturing yang menurun, baik oleh permintaan domestik yang masih lemah, maupun kekhawatiran seputar tarif,” ucap Lukman.
Baca Juga: Kembali Melemah Usai Menguat, Rupiah Bisa Tembus Rp15.000?
Info saja, nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan di awal pekan ini di Jakarta menguat sebesar 2 poin atau 0,01%, dari sebelumnya Rp16.327 menjadi Rp16.325 per dolar AS.
Melansir Bloomberg, Indeks Dolar AS (DXY) yang mengukur kinerja terhadap mata uang lainnya, termasuk EUR, JPY, GBP, CAD, CHF, dan SEK sementara ini terpantau masih menguat di level 99,40 poin meski masih dalam zona merah. Level DXY tersebut naik tipis sekitar 0,08 persen poin ketimbang sebelumnya yang bertengger di level 99,32 poin.
Adapun pergerakan DXY harian saat ini diperkirakan berkisar antara 99,11-99,42 poin, atau mulai perlahan menguat dan menjauhi rentang level DXY dalam 52 pekan terakhir di kisaran 97,92-110,17 poin.
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese berkomentar, keputusan Donald Trump untuk menggandakan tarif baja pada impor adalah 'tidak tepat'. Bahkan, kebijakan yang sama dapat merugikan suasana perekonomian global itu sendiri.
Baca Juga: Balik Arah, Optimisme Negosiasi Tarif AS-Eropa Bikin Rupiah Melemah
Namun, Albanese meyakini, kebijakan terbaru Trump tidak akan berdampak lebih besar pada Australia dibandingkan negara lain.
Albanese juga menilai, langkah Presiden AS untuk meningkatkan tarif baja dan aluminium dari 25% menjadi 50% merupakan tindakan merugikan ekonomi Negeri Paman Sam yang akan meningkatkan biaya bagi konsumen di sana.
"Karena dipasok secara menyeluruh, hal itu (kebijakan tarif impor baja) tidak akan menciptakan keuntungan atau kerugian komparatif apa pun bagi Australia dibandingkan dengan negara lain yang mengekspor ke Amerika Serikat," kata Albanese kepada wartawan melansir Bloomberg, Minggu (1/6).