27 Februari 2025
13:17 WIB
840 RW di Jakarta Belum Bentuk Bank Sampah
RW wajib miliki bank sampah untuk penentuan retribusi sampah yang seharusnya berlaku sejak 1 Januari 2025.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ilustrasi kegiatan warga sebagai nasabah bank sampah. AntaraFoto/Dedhez Anggara.
JAKARTA - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta menyebut sebanyak 840 RW dari 2.748 RW di Jakarta belum memiliki bank sampah.
"Angkanya masih cukup banyak, dan target kami selama 100 hari ke depan, 840 RW yang belum punya bank sampah, belum membentuk bank sampah, maka wajib membentuk bank sampah tersebut," kata Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto di Jakarta, Kamis (27/2).
Asep menjelaskan, kewajiban satu RW memiliki satu bank sampah itu menjadi hal yang memang harus dipercepat. Kalau tidak, nantinya pada saat pemberlakuan retribusi akan menyulitkan masyarakat.
Menurut Asep, saat ini hanya sekitar 30-40% warga di setiap RW yang menjadi nasabah bank sampah.
Jika nantinya instruksi itu sudah resmi dikeluarkan, maka hal tersebut akan menjadi alat ukur kerja dari setiap kecamatan hingga kelurahan dalam memilah sampah.
"30% warga di RW tersebut, itu yang memang menjadi nasabah bank sampah. Itu 30% paling top. Tapi saat ini rata-rata masih di bawah itu," jelas Asep.
Oleh karenanya Asep pun berharap, dengan adanya aturan soal retribusi sampah rumah tangga, jumlah nasabah bank sampah akan meningkat, sehingga operasional bank sampah dapat lebih optimal.
"Kami berharap, dengan pemberlakuan retribusi itu nantinya, nasabah bank sampah akan bertambah. Maka operasional dari bank sampah tersebut bisa terpenuhi. Dan kami saat ini juga, dalam waktu dekat, akan melakukan kerjasama PKS antara Bank Sampah Hidup dengan Offtaker (pihak yang membeli produk atau layanan),” kata Asep.
Retribusi Sampah
Dia menjelaskan peraturan retribusi sampah masih dalam tahap harmonisasi dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Asep mengatakan seharusnya kewajiban retribusi sampah diterapkan per 1 Januari 2024. Namun, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta mengajukan permohonan penundaan penerapan retribusi sampah menjadi tanggal 1 Januari 2025.
“Sampai saat ini pembahasan retribusinya, pembahasan pergubnya itu masih dalam harmonisasi dengan Kemendagri. Itu belum selesai,” kata Asep.
Lebih lanjut, Asep mengatakan DLH DKI Jakarta sudah merapatkan soal retribusi itu dengan Komisi D DPRD Daerah Khusus Jakarta.
Baca: DLH Jakarta Tak Diuntungkan Dari Retribusi Sampah
Nantinya, kata Asep, apabila peraturan retribusi sampah sudah berlaku, masyarakat yang tidak memilah sampah di rumah atau menjadi nasabah aktif bank sampah akan dikenakan biaya retribusi senilai Rp10.000 hingga Rp77.000 per bulan.
“Bagi masyarakat yang menjadi nasabah bank sampah, secara aktif yang menyetorkan sampahnya sebulan empat kali, maka tidak berlaku lagi retribusi bagi masyarakat tersebut. Jadi pilihannya bagi masyarakat adalah lakukan pilah sampah dan menjadi anggota bank sampah atau bayar retribusi,” kata Asep.
Asep juga menjelaskan, biaya ini tidak berkaitan dengan uang iuran sampah yang biasanya dipungut oleh pihak RT maupun RW. Sehingga masyarakat tetap harus membayarkan iuran tersebut ke RT atau RW.
“Tugas kami sebenarnya adalah sarana edukasi bagi masyarakat untuk mau melakukan pilah sampah dari rumah. Kalau retribusi sampah makin tinggi, maka indikatornya adalah ternyata membuktikan bahwa masyarakat enggak mau pilah sampah. Dan nggak mau menjadi nasabah bank sampah. Dan jelas itu akan mempengaruhi kinerja DLH,” kata Asep.
Untuk itu Asep berharap dengan adanya peraturan tersebut masyarakat menjadi tergerak untuk memilih menjadi anggota bank sampah dan memilah sampahnya di rumah dibandingkan membayar retribusi.
Baca: