26 Juli 2024
14:47 WIB
PPATK Catat Transaksi Judol Ratusan Ribu Remaja Capai Rp282 Miliar
Transaksi judol remaja sebanyak 191.380 pada usia 17-19 tahun itu mencapai 2,1 juta transaksi.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Warga berjalan di depan spanduk sosialisasi larangan judi online di Kantor Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (1/7/2024). Kecamatan ini menjadi wilayah dengan transaksi judi online tertinggi di Indonesia. Antara/Arif Firmansyah.
JAKARTA - Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana memaparkan, lembaga itu mendata 191.380 remaja berusia 17-19 tahun terlibat judi online dengan 2,1 juta transaksi yang mencapai Rp282 miliar.
"Kami menemukan luar biasa banyak transaksi yang terkait dengan anak-anak yang melakukan judi online," kata Ivan Yustiavandana dalam konferensi pers di Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jakarta, Jumat (26/7).
Selain itu, sebanyak 1.160 anak berumur kurang dari 11 tahun melakukan 22 ribu transaksi judi online dengan nilai sedikitnya tiga miliar rupiah.
Baca: Kemenkominfo Blokir 2,6 Juta Situs Judi Online Dalam Setahun
Sementara itu, ada 4.514 anak usia 11-16 tahun yang melakukan 45 ribu transaksi judi online dengan nilai Rp7,9 miliar.
"Semua itu anak-anak sekolah, anak-anak yang sedang menimba ilmu ataupun yang sedang dipersiapkan untuk menjadi pemimpin masa depan Indonesia," kata Ivan dikutip dari Antara.
Dia menyebutkan secara keseluruhan terdapat 197.054 anak dari usia kurang dari 11-19 tahun yang melakukan deposit judi online senilai Rp293,4 miliar dan 2,2 juta transaksi.
Ivan mengatakan, permasalahan ini harus ditangani bersama. Untuk itu, PPATK bersama KPAI melakukan penandatanganan nota kesepahaman sebagai wujud komitmen dan kolaborasi terhadap perlindungan anak dalam konteks kejahatan pencucian uang yang melibatkan anak.
Penandatanganan dilakukan Ketua KPAI, Ai Maryati Solihah dan Kepala PPATK Ivan Yustiavandana di Kantor KPAI, Jakarta, Jumat.
Dia melanjutkan, kerja sama ini merupakan langkah penting melindungi anak-anak Indonesia dan manipulasi untuk keuntungan finansial.
Baca: KPAI Sebut Penyebab Anak Rentan Main Judol
Menurut dia, MoU ini bakal menjadi landasan dan pedoman dalam pelaksanaan kerja sama sesuai dengan tugas, fungsi, dan wewenang KPAI maupun PPATK.
Ai menjelaskan sejak 2021-2023 jumlah pengaduan anak korban pornografi dan kejahatan siber ke KPAI mencapai 481 kasus. Sedangkan, anak korban eksploitasi serta perdagangan anak berjumlah 431 kasus.
Dari seluruh kasus tersebut mayoritas terjadi karena menyalahgunakan media teknologi dan informasi. Serta, akibat dampak buruk internet dan penggunaan gawai yang tak sesuai fase tumbuh kembang anak.
Catatan KPAI, data yang paling tinggi dari dua situasi anak tersebut adalah mereka yang menjadi korban eksploitasi ekonomi dan seksual. Serta, anak sebagai korban kejahatan pornografi daru dunia maya. Mereka banyak teradukan menjadi korban prostitusi online, eksploitasi ekonomi, serta anak korban pornografi.
Beberapa permasalahan yang menimpa anak-anak Indonesia dalam pengaduan ke KPAI salah satunya adanya jual-beli konten pornografi anak yang dikendalikan orang dewasa melalui pembayaran digital.