26 Juli 2025
13:47 WIB
Potensi Karhutla Di Aceh Masih Ada Sampai Agustus
Sejak bulan Juli sampai Agustus 2025 merupakan musim puncak musim kemarau. Jadi, potensi karhutla di Aceh masih bisa terjadi
Editor: Rikando Somba
Foto udara api membakar lahan di Desa Rantau Panjang, Muaro Jambi, Jambi, Senin (2/9/2024). Antara F oto/Wahdi Septiawan
MEULABOH- Sebagian besar wilayah Provinsi Aceh masih berpotensi terjadi bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) hingga Agustus mendatang. Kemarau yang terjadi di Aceh dapat menyebabkan suhu udara panas sepanjang hari, sehingga hal ini sangat rawan terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyatakan, ini tersimpul dari citra satelit.
“Berdasarkan pengamatan citra satelit, sejak bulan Juli sampai Agustus 2025 merupakan musim puncak musim kemarau. Jadi, potensi karhutla masih bisa terjadi,” kata Prakirawan Stasiun BMKG Meulaboh, Almira Aprilianti di Nagan Raya, Aceh, Sabtu (26/7).
Masyarakat juga diimbau agar berhati-hati menggunakan sarana api di luar rumah, sehingga potensi terjadinya kebakaran dapat dihindari.
Almira mengatakan, kemarau yang terjadi saat ini terjadi karena sinar terik matahari dapat menyebabkan naiknya suhu udara, dikarenakan tidak adanya tutupan awan sehingga sinar matahari langsung masuk ke permukaan bumi. Karena paparan sinar matahari tidak terhalang awan, sehingga menyebabkan meningkatnya suhu udara.
Baca juga: KLH Segel Perusahaan Sawit Terkait Karhutla Riau
Pemerintah Minta Tiap Sekolah Punya SOP Bencana Dan Kedaruratan
Karenanya, BMKG mengimbau kepada masyarakat agar tidak melakukan aktivitas pembukaan lahan dengan cara membakar, karena hal ini dapat mengakibatkan terjadinya potensi kebakaran hutan dan lahan.

Meski diprakirakan kemarau akan berlangsung hingga Agustus mendatang, Almira mengatakan menutup kemungkinan bahwa di sejumlah wilayah di Aceh masih berpotensi terjadinya curah hujan, seperti yang terjadi beberapa hari belakangan ini.
Ini disebabkan karena adanya gangguan cuaca seperti terjadinya penumpukan massa udara, yang menyebabkan pertumbuhan awan konvektif yang dapat menyebabkan terjadinya hujan pada pagi, siang, sore hingga malam atau dini hari, katanya.
Segel Perusahaan
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) terhadap penegakan hukum dalam kasus karhutla, mengambil langkah tegas di Provinsi Ria. Empat perusahaan serta satu pabrik kelapa sawit.
Dikutip dari Antara, Sabtu (26/7), Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup Rizal Irawan mengatakan berdasarkan hasil pengawasan dari Januari hingga Juli 2025, pihaknya mendeteksi sejumlah titik panas (hotspot) di area konsesi enam perusahaan. Temuan ini langsung ditindaklanjuti dengan penyegelan lokasi dan penghentian operasional perusahaan.
“Setiap pemegang izin wajib memastikan lahannya tidak terbakar. Tidak ada alasan pembiaran, karena mitigasi adalah kewajiban yang melekat pada setiap konsesi. Kami pastikan, siapa pun yang terbukti lalai atau sengaja membakar lahan akan berhadapan dengan proses hukum yang tegas dan transparan,” kata Rizal.

Empat perusahaan yang disegel merupakan pemegang izin konsesi kebun sawit dan Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) adalah PT Adei Crumb Rubber – ditemukan 5 hotspot dengan tingkat kepercayaan sedang. Ada pula PT Multi Gambut Industri – ditemukan 5 hotspot dengan tingkat kepercayaan sedang. Dan, PT Tunggal Mitra Plantation – ditemukan 2 hotspot dengan tingkat kepercayaan sedang, serta PT Sumatera Riang Lestari – ditemukan 13 hotspot dengan tingkat kepercayaan sedang.
Selain itu, katanya, PT Jatim Jaya Perkasa, yang mengoperasikan pabrik kelapa sawit, terpantau memiliki 1 hotspot dengan tingkat kepercayaan tinggi. Verifikasi lapangan menunjukkan bahwa cerobong pabrik ini mengeluarkan emisi yang menyebabkan pencemaran udara di sekitar wilayah Kabupaten Rokan Hilir.
"Seluruh operasional pabrik tersebut telah dihentikan sebagai tindakan pengamanan lingkungan," katanya.
Dia menjelaskan, dari enam perusahaan yang diawasi, empat lokasi konsesi kebun sawit dan PBPH dikenakan sanksi administratif serta disegel, dan satu pabrik sawit dikenakan sanksi administratif serta penghentian kegiatan
Adapun proses pengawasan masih berlangsung dan tim Gakkum KLH sedang mengumpulkan bukti tambahan untuk langkah penegakan hukum berikutnya.
Dalam keterangan yang sama, Direktur Pengaduan dan Pengawasan KLH Ardyanto Nugroho mengingatkan seluruh pelaku usaha untuk memperkuat sistem pengawasan dan pencegahan karhutla menjelang puncak musim kemarau.
Dia mencontohkan, upaya mitigasi seperti pembangunan sekat kanal, penyediaan embung air, serta patroli terpadu harus terus ditingkatkan dan dilaksanakan secara konsisten.
“Kami tidak akan mentolerir kebakaran lahan oleh korporasi. Penegakan hukum akan dilakukan secara tegas agar korporasi tidak abai terhadap tanggung jawabnya dalam mencegah kebakaran lahan,” kata Ardyanto.