04 Februari 2025
08:46 WIB
Pelanggaran Kekayaan Intelektual Marak Pada Era Digital
Pelanggaran kekayaan intelektual diancam hukuman kurungan dan denda miliaran rupiah.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Ilustrasi copyright atau hak cipta. Shutterstock/Zhane Luk.
JAKARTA - Kementerian Hukum (Kemenkum) menyatakan, pelanggaran kekayaan intelektual (KI) di Indonesia marak dilakukan pada era digital.
Perkembangan teknologi informasi dan meningkatnya penggunaan internet, membuka peluang berbagai bentuk pelanggaran. Seperti, pembajakan konten digital, penjualan barang palsu, pemalsuan merek, serta penggunaan karya tanpa izin.
"Pembajakan musik, film, perangkat lunak, dan buku digital masih mendominasi pelanggaran KI," urai Direktur Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kemenkum Brigjen Arie Ardian Rishadi dikutip dari Antara di Jakarta, Senin (3/2).
Selain itu, lanjut dia, lokapasar atau marketplace dan media sosial juga kerap dimanfaatkan untuk menjual produk tiruan yang melanggar hak cipta dan merek dagang.
Baca: Fokus Upaya Penegakan Hukum Kekayaan Intelektual
Sebagai upaya menekan angka pelanggaran KI, DJKI memperkuat strategi penegakan hukum dan berkolaborasi dengan berbagai platform e-commerce, seperti Tokopedia, Shopee, Bukalapak, Lazada, dan TikTok Shop.
Sepanjang tahun 2021, sambung dia, Tokopedia menghapus lebih dari 1,4 juta produk ilegal dan menutup lebih dari 25.000 toko yang melanggar KI.
Kolaborasi tersebut mencakup perjanjian kerja sama untuk mencegah peredaran barang palsu, program sertifikasi KI, serta edukasi bagi pengelola platform dan pelaku usaha.
Menurut Arie, kerja sama dengan platform digital menjadi penting untuk memastikan pelindungan KI yang lebih efektif. Selain itu, DJKI memanfaatkan teknologi dalam mendeteksi pelanggaran dan memperkuat regulasi untuk menegakkan hukum di era digital ini.
DJKI juga mengajak masyarakat untuk lebih proaktif dalam melaporkan pelanggaran KI. Dalam lima tahun terakhir, laporan yang diterima DJKI berasal dari berbagai platform digital, yang mayoritas terkait penjualan barang palsu dan pembajakan konten digital.
Adapun laporan dapat disampaikan melalui situs resmi DJKI di www.dgip.go.id, fitur pelaporan di lokapasar atau media sosial, serta melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) untuk pemblokiran situs atau akun pelanggar.
Menurut dia, upaya tersebut menghadapi tantangan besar lantaran anonimitas pengguna internet menyulitkan identifikasi pelaku pelanggaran. Ditambah, rendahnya kesadaran masyarakat serta berkembangnya teknologi pembajakan semakin membuat situasi menjadi sulit.
Baca: Permohonan Kekayaan Intelektual Di 2024 Meningkat 13%
DJKI akan terus meningkatkan pengawasan, memperkuat kerja sama internasional, serta mengembangkan teknologi berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) guna mendeteksi pelanggaran dengan lebih efektif.
Sebagai bagian dari penegakan hukum, dia menuturkan sanksi tegas pun diberlakukan bagi pelanggar KI. Pelanggar hak cipta dapat dikenakan hukuman penjara hingga 10 tahun dan/atau denda hingga empat miliar rupiah. Sedangkan, pelanggaran merek dapat berujung pada hukuman 5 tahun penjara dan/atau denda dua miliar rupiah.
Platform e-commerce juga menerapkan kebijakan penghapusan produk ilegal dan pemblokiran akun penjual yang terbukti melanggar KI.
Arie menekankan pentingnya kesadaran masyarakat dalam melindungi KI demi menciptakan ekosistem ekonomi kreatif yang sehat dan berkelanjutan.
Dia juga mengajak seluruh masyarakat untuk berhenti membeli produk ilegal dan menghargai karya kreator dalam negeri.
"Dengan melindungi KI, kita turut berkontribusi dalam mewujudkan Indonesia Emas yang lebih maju," ucap dia.
Dia berharap perlindungan KI di Indonesia semakin kuat, kepastian hukum bagi pemilik hak KI meningkat, serta mendorong pertumbuhan industri kreatif secara berkelanjutan.