11 November 2025
09:54 WIB
Nelayan NTT Desak Prabowo Bereskan Kompensasi dari Pencemaran Montara
Nelayan mendesak Presiden Prabowo segera meloloskan tuntutan nelayan NTT untuk mendapatkan kompensasi Rp900 triliun karena terdampak tumpahan minyak Montara pada 2009.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Tumpahan minyak di Laut Timor pada tahun 2009 lalu. ANTARA/Dok ANTARA.
KUPANG - Nelayan di Nusa Tenggara Timur (NTT), yang terdampak oleh tumpahan Minyak Montara pada tahun 2009, berharap pemerintahan Presiden Prabowo Subianto membereskan tuntutan kompensasi Rp900 triliun atas kerusakan lingkungan yang terjadi.
“Nelayan mendesak pemerintahan Presiden Prabowo segera menuntaskan kasus tersebut dan merealisasikan ganti rugi bagi rakyat terdampak,” urai Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB), Ferdi Tanoni.
Ferdi yang sudah 16 tahun mendampingi nelayan menuntut hakn dari pencemaran tumpahan minyak Montara menjelaskan, kasus ini merupakan bencana ekologis terbesar di kawasan timur Indonesia yang penanganannya terlalu lama dan tidak ada kejelasan.
“Kami tidak pernah menerima satu sen pun selama bekerja di Task Force. Kami hanya ingin keadilan bagi rakyat NTT yang sudah menderita lebih dari 16 tahun,” kata dia dikutip dari Antara.
Baca juga: Kompensasi Pencemaran Montara Bermasalah
Menurut catatan YPTB, total kerugian akibat tumpahan minyak Montara diperkirakan mencapai lebih dari Rp900 triliun.
Sekitar Rp600–Rp800 triliun dituntut kepada Pemerintah Federal Australia sebagai kompensasi atas kerusakan ekosistem laut. Kemudian sekitar Rp110 triliun dituntut kepada PTTEP Australasia untuk mengganti kerugian sosial-ekonomi masyarakat pesisir NTT.
Ferdi menyebutkan, lebih dari 100 ribu nelayan di 13 kabupaten/kota terdampak langsung oleh pencemaran minyak, dengan sekitar 60 ribu hektare (ha) terumbu karang di perairan Laut Sawu mengalami kerusakan berat.
“Kami hanya ingin negara hadir dan berpihak pada rakyatnya yang sudah lama menunggu. Montara adalah luka kemanusiaan yang belum sembuh,” ucap Ferdi.
Tragedi tumpahan minyak Montara pada 2009 menjadi salah satu bencana lingkungan laut terbesar dalam sejarah Indonesia.
Meski gugatan perdata terhadap PTTEP Australasia pernah diajukan di pengadilan Australia dan menghasilkan kompensasi sebagian, penyelesaian antarnegara hingga kini belum menunjukkan hasil konkret.
Sejumlah pemerhati lingkungan menilai, pemerintah perlu menjadikan kasus Montara sebagai prioritas diplomasi lingkungan dan menjadikannya pelajaran penting untuk memperkuat perlindungan nelayan serta ekosistem laut di wilayah perbatasan selatan Indonesia.