c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

NASIONAL

04 Maret 2025

12:44 WIB

KPK Optimistis Pulihkan Kerugian Korupsi LPEI

Kerugian akibat korupsi di LPEI masih dihitung BPKP dengan kisaran awal Rp988,5 miliar.

Editor: Leo Wisnu Susapto

<p>KPK Optimistis Pulihkan Kerugian Korupsi LPEI</p>
<p>KPK Optimistis Pulihkan Kerugian Korupsi LPEI</p>

Ilustrasi korupsi. Shutterstock/dok.

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) optimistis bisa memulihkan kerugian keuangan negara sebesar US$60 juta atau sekitar Rp988,5 miliar dari perkara dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dengan dana yang bersumber dari APBN di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

"Terkait dengan kasus LPEI ini, kami akan memaksimalkan pengembalian kurang lebih US$60 juta," kata Kasatgas Penyidik KPK, Budi Sokmo dikutip dari Antara di Jakarta, Selasa (4/3).

Budi belum bisa memberikan keterangan lebih detail soal langkah apa saja yang akan ditempuh KPK untuk mengembalikan uang tersebut ke kas negara, namun dia optimis hal tersebut akan terlaksana seiring berjalannya proses penyidikan.

Baca: Kejagung Limpahkan Perkara Korupsi LPEI ke KPK

KPK pada Senin (3/3), mengumumkan menetapkan lima orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit dengan dana yang bersumber dari APBN di lingkungan LPEI.

"Lima orang tersangka ini terdiri atas dua orang, yaitu direktur dari LPEI dan tiga orang dari PT Petro Energy atau PT PE," kata Budi Sokmo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (3/3).

Berdasarkan informasi yang dihimpun, para tersangka tersebut adalah Direktur Pelaksana 1 LPEI, Wahyudi dan Direktur Pelaksana 4 LPEI, Arif Setiawan.

Selain mereka yang menjadi tersangka, Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy, Jimmy Masrin, Direktur Utama PT Petro Energy, Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT Petro Energy, Susi Mira Dewi Sugiarta.

Budi menerangkan perkara tersebut berawal pada tahun 2015, atau saat itu PT PE menerima kredit dari LPEI sebesar kurang lebih US$60 juta atau sekitar Rp988,5 miliar.

Kredit tersebut diterima dalam tiga termin, yakni termin pertama pada 2 Oktober 2015 sekitar Rp297 miliar rupiah, kemudian pada tanggal 19 Februari 2016 sebesar Rp400 miliar rupiah, dan pada tanggal 14 September 2017 sebesar Rp200 miliar.

Para direksi dari LPEI ini, kata dia, mengetahui bahwa current ratio PT PE ini di bawah 1 atau tepatnya 0,86. Artinya, pengeluaran perusahaan lebih besar dari pendapatan yang berpotensi membuat PT PE kesulitan melakukan pembayaran terhadap kredit yang diberikan oleh PT LPEI.

Direksi LPEI yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus tersebut juga tidak melakukan inspeksi terhadap jaminan atau agunan yang diberikan PT PE saat mengajukan proposal kredit.

PT PE juga membuat kontrak palsu, kemudian menjadi dasar mengajukan kredit kepada LPEI. Hal tersebut diketahui oleh direksi dari PT LPEI. Namun, keduanya bahkan membiarkan dan tidak melakukan evaluasi ketika pembayaran kredit termin pertama tidak lancar.

Menurut Budi, hal itu sudah diketahui dan sudah diberikan masukan oleh pihak analis ataupun bawahan dari direktur.

"Namun, para direktur tetap memberikan kredit kepada PT PE walaupun kondisi tersebut sudah dilaporkan dari bawah, bahwa sebenarnya PT PE tidak berhak mendapatkan top up sebesar Rp400 miliar dan Rp200 miliar setelah pengucuran yang pertama," kata Budi.

Semua masalah tersebut diabaikan oleh kedua direktur yang mempunyai kewenangan untuk memberikan persetujuan akan kredit tersebut. Sebelum kredit cair, ada pertemuan antara direksi PT PE dan direksi LPEI.

Baca: Polri Sidik Dugaan Korupsi Dan Pencucian Uang Di LPEI

"Mereka bersepakat bahwa untuk proses pemberian kredit itu akan dipermudah," lanjut Budi.

Atas perbuatan melawan hukum tersebut, penyidik KPK menetapkan kelima orang tersebut sebagai tersangka dengan perhitungan kerugian keuangan negara masih dalam perhitungan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar