07 Februari 2025
10:10 WIB
BMKG Minta Presiden Tak Pangkas Anggaran 2025
Anggaran dipangkas 50%, BMKG sebut mengganggu kemampuan observasi dan mendeteksi dinamika cuaca, iklim, kualitas udara, gempabumi, dan tsunami.
Editor: Leo Wisnu Susapto
Petugas Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) membaca thermometer pengukur suhu udara di Laboratorium terbuka BMKG Banten di Serang, Senin (2/10/2023). Antara Foto/Asep Fathulrahman.
JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengajukan permohonan dispensasi anggaran kepada Presiden Prabowo Subianto. Karena pemotongan anggaran, sesuai surat Menteri Keuangan Nomor S-37/MK.02/2025, anggaran BMKG menjadi Rp1,423 triliun atau terpangkas 50,35% dari anggaran semula Rp2,826 triliun.
Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG Muslihhuddin di Jakarta, Kamis (6/2) menyatakan, secara prinsip mendukung dan mengikuti Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang penghematan APBN dan APBD 2025 dengan target Rp306,69 triliun.
Namun, urai Muslihhuddin, pemotongan anggaran tersebut berdampak signifikan terhadap belanja modal dan belanja barang, termasuk terhadap pemeliharaan yang tidak dapat dilaksanakan pada 2025.
Dia menjelaskan bahwa terdapat batas minimum anggaran yang perlu dipenuhi untuk memastikan layanan di bidang Meteorologi, Klimatologi, Geofisika, serta modifikasi cuaca yang andal bagi masyarakat serta mendukung kebijakan nasional di sektor kebencanaan dan ketahanan iklim.
Baca: LPEM FEB-UI: Efisiensi Anggaran Drastis Berisiko Ganggu Operasional K/L
BMKG menilai efisiensi anggaran ini berdampak pada banyak Alat Operasional Utama (Aloptama) yang terancam mati karena kemampuan untuk pemeliharaan berkurang hingga sebesar 71%. Oleh karena itu, observasi dan kemampuan mendeteksi dinamika cuaca, iklim, kualitas udara, gempabumi, dan tsunami juga terganggu.
Hampir 600 alat sensor untuk pemantauan gempa bumi dan juga tsunami yang tersebar di seluruh Indonesia merupakan salah satu Aloptama yang dimiliki oleh BMKG dan mayoritas kondisinya saat ini sudah melampaui usia kelayakan.
“Ketepatan akurasi informasi cuaca, iklim, gempabumi dan tsunami menurun dari 90% menjadi 60% dan kecepatan informasi peringatan dini tsunami dari tiga menit turun menjadi lima menit atau lebih dan jangkauan penyebarluasan informasi gempabumi dan tsunami menurun 70%,” kata dia.
Bahkan dia menambahkan, kajian tentang dinamika iklim dan tektonik jangka menengah dan panjang di Indonesia sulit terlaksana, modernisasi sistem dan peralatan operasional BMKG yang terhenti termasuk keselamatan transportasi udara yang membutuhkan akurasi 100 persen tidak terwujud, dan keselamatan transportasi laut terganggu.
Dampak lanjutnya adalah dukungan layanan untuk ketahanan pangan, energi, air menjadi terganggu, dukungan layanan untuk pembangunan berketahanan iklim dan bencana terganggu, peran BMKG sebagai penyedia peringatan dini tsunami di Samudera Hindia dan ASEAN terganggu.
Menurut dia, mitigasi ancaman bencana Geo-Hidrometeorologi di Indonesia menjadi hal mutlak dan tidak dapat diabaikan karena menyangkut keselamatan masyarakat luas, maka dengan memperhatikan faktor ketahanan negara dan keselamatan masyarakat Indonesia dari ancaman bencana yang sewaktu-waktu dapat terjadi itu BMKG mengajukan permohonan dispensasi anggaran ini.
Baca: Utak-Atik Anggaran Makan Bergizi Gratis (MBG)
“Oleh karena itu perlu adanya dukungan yang berfungsi secara maksimal dalam membangun masyarakat yang tahan bencana,” kata dia.
Pada Inpres 1 Tahun 2025 anggaran K/L diminta untuk efisiensi sebesar Rp256,1 triliun dan transfer ke daerah (TKD) Rp50,59 triliun.
Dalam kesempatan terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, Presiden Prabowo Subianto menginisiasikan arahan efisiensi anggaran agar kas negara dapat digunakan untuk program yang lebih berdampak langsung terhadap masyarakat. Dalam hal ini ia menyebut, Makan Bergizi Gratis (MBG), swasembada pangan dan energi, hingga perbaikan sektor kesehatan.