c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

06 Februari 2025

19:32 WIB

LPEM FEB-UI: Efisiensi Anggaran Drastis Berisiko Ganggu Operasional K/L

Ekonom khawatir efisiensi anggaran yang cukup drastis dapat memengaruhi kemampuan kementerian dan lembaga pemerintah, dalam menjalankan fungsinya secara baik dan beroperasi sebagaimana mestinya

Editor: Khairul Kahfi

<p>LPEM FEB-UI: Efisiensi Anggaran Drastis Berisiko Ganggu Operasional K/L</p>
<p>LPEM FEB-UI: Efisiensi Anggaran Drastis Berisiko Ganggu Operasional K/L</p>

Presiden Prabowo Subianto menggelar Sidang Kabinet Paripurna bersama seluruh jajaran Menteri Kabinet Merah Putih di Ruang Sidang Kabinet, Istana Kepresidenan Jakarta, pada Rabu (22/01/2025). Dok BPMI Setpres

JAKARTA - Ekonom LPEM FEB-UI Teuku Riefky menyampaikan, Instruksi Presiden 1/2025 tentang efisiensi belanja dalam pelaksanaan APBN dan APBD 2025, Presiden Prabowo munculkan karena menghadapi isu pembiayaan untuk berbagai program baru.

Melihat daftar pos anggaran yang pemotongan anggaran, dia menilai, besar kemungkinan terdapat ruang-ruang efisiensi yang dapat dimanfaatkan dalam APBN. Seperti kegiatan seremonial, souvenir, perjalanan dinas, hingga kegiatan rapat. 

"Namun, muncul kekhawatiran bahwa rencana efisiensi anggaran yang cukup drastis dapat memengaruhi kemampuan kementerian dan lembaga pemerintah dalam menjalankan fungsinya secara baik dan beroperasi sebagaimana mestinya," paparnya dalam Indonesia Economic, Jakarta, dikutip Kamis (6/2).

Selain itu, meskipun efisiensi belanja sangat dibutuhkan, arahan presiden untuk melaksanakan pemangkasan belanja kemungkinan tidak muncul dari inisiatif yang terencana dengan baik. Dibanding itu, kebijakan yang ditujukan untuk meningkatkan efisiensi fiskal ini cenderung bersifat reaktif. 

Baca Juga: Prabowo Instruksikan Pemerintah Pusat-Daerah Efisiensi Anggaran Rp306 T

Dia mensinyalir, kebijakan itu dalam rangka mengakomodasi berbagai program oleh pemerintahan baru yang membutuhkan anggaran besar. Meski begitu, rencana untuk membuat belanja fiskal lebih produktif dan efisien tampak tidak koheren dan cenderung kontraproduktif dengan langkah yang telah kepala negara ambil.

"(Di mana) Presiden Prabowo memperluas ukuran kabinetnya secara drastis, yaitu menambah jumlah kementerian sebesar 41%, dari 34 menjadi 48, dan melipatgandakan jumlah wakil menteri dari 18 menjadi 55 dalam proses tersebut," jelasnya.

Mengacu jumlah di atas, berdasarkan catatannya, politik akomodatif Prabowo ini telah membuat jumlah kabinetnya sekitar 85% lebih besar dari kabinet pemerintahan sebelumnya, dan sekitar 3,25 kali lebih besar dari jumlah kabinet di masa pemerintahan Gus Dur dan Megawati.

Pihaknya tidak heran dengan kondisi ini, karena dalam prosesnya menjadi Presiden RI ke-8 ini diusung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang awalnya diinisiasi sembilan partai politik untuk Pilpres, yang kemudian berkembang menjadi KIM Plus dalam kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dengan koalisi 14 partai.

Berkaca Efisiensi Ala Argentina
Laporannya melanjutkan, saat ini seluruh dunia tengah menyaksikan Argentina, sebagai salah satu contoh kasus paling efektif dalam meningkatkan efisiensi anggaran negara yang pernah diambil dalam sejarah modern. 

Sejarah itu diawali oleh menangnya Javier Milei sebagai Presiden Argentina pada Desember 2023. Pada saat itu, Argentina merupakan negara yang dilanda krisis ekonomi dan mewariskan kondisi pengelolaan ekonomi yang buruk oleh rezim sebelumnya. 

"Inflasi Argentina tahunan pada saat itu sekitar 211%, tertinggi kedua di dunia, PDB per kapita berada di bawah level tahun 2008, dan tingkat kemiskinan mencapai titik tertingginya sejak tahun 2002," jelasnya. 

Perekonomian Argentina pada saat itu juga tidak memiliki akses terhadap pasar keuangan internasional selama lebih dari empat tahun. Dibarengi dengan kontrol ketat terhadap neraca pembayaran dan defisit fiskal primer yang sangat tinggi yang dibiayai oleh pinjaman bank sentral.

Presiden Milei memiliki fokus utama untuk mengendalikan inflasi dan mencapai keseimbangan fiskal, target yang dianggap hampir mustahil oleh banyak orang. 

Baca Juga: Kemenkeu Sebut Pemangkasan Anggaran Tak Kurangi Kualitas Kinerja

Pada tahun pertama masa jabatan, komitmen Presiden Milei terhadap penyesuaian fiskal yang sangat agresif mulai mendorong terjadinya perbaikan di negara yang relatif rentan terhadap kondisi stagnasi ekonomi dan inflasi yang tak terkendali, didorong oleh pencetakan uang yang tidak terkendali selama bertahun-tahun untuk menutupi defisit fiskal. 

"Pada 2024, Argentina berhasil mencapai surplus fiskal pertamanya dalam 14 tahun terakhir, menurunkan inflasi hingga 117%, sekitar 93,6 poin persentase lebih rendah dibandingkan tahun 2023, dan mencatatkan pertumbuhan PDB positif pada kuartal III/2024," paparnya.

Presiden Milei, yang sebelumnya adalah seorang ekonom, mampu memberikan hasil yang fenomenal dengan cara mengambil langkah penghematan yang agresif dengan mengecilkan ukuran birokrasi secara signifikan.

Lebih detail, Presiden Milei membentuk kementerian baru bernama Kementerian Deregulasi dan Transformasi Negara yang dipimpin oleh Frederico Stuzerngger, lulusan PhD Ekonomi dari MIT dan mantan Presiden Bank Sentral Argentina. 

Tugas utama Stuzerngger adalah membantu Presiden dalam mengurangi belanja publik dan meningkatkan efisiensi dan efektivitas keseluruhan lembaga pemerintah yang disebut sebagai pendekatan 'chainsaw'. Pemerintahan Milei secara terang-terangan mengurangi ukuran birokrasi dan menutup semua lembaga pemerintah yang dianggap tidak perlu. 

Baca Juga: Sri Mulyani Tegaskan Bansos Tak Terpengaruh Efisiensi Anggaran

Akibatnya, pemerintahan Milei telah menutup 18 kementerian, 200 direktorat dan lembaga, hampir 100 sekretariat, memberhentikan lebih dari 30.000 pegawai negara atau sekitar 10% dari total pegawai pemerintah pusat, serta mengurangi belanja fiskal sekitar 31% dalam 10 bulan pertamanya menjabat. 

Meskipun dampak pendekatan chainsaw Milei terhadap kondisi makroekonomi di jangka panjang masih belum dapat disimpulkan, kebijakan ini cenderung berhasil dalam mengurangi inefisiensi pengeluaran fiskal secara drastis, bahkan menginspirasi pembentukan Departemen Efisiensi Pemerintah (Department of Government Efficiency/DOGE) di AS. 

"Saat ini, Indonesia memiliki tujuan yang sama dengan Argentina untuk meningkatkan efisiensi anggaran negara. Argentina mengilustrasikan keberhasilannya dalam mencapai tujuan tersebut dengan mengurangi ukuran birokrasi secara agresif; cenderung berkebalikan dengan kondisi di Indonesia yang justru memperbesar jumlah kabinetnya," urainya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar