06 Februari 2025
19:15 WIB
Utak-Atik Anggaran Makan Bergizi Gratis (MBG)
Keberlanjutan Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai program unggulan pemerintah Prabowo-Gibran jadi pertanyaan. Dugaan mengemuka karena anggaran yang terbilang tipis.
Penulis: Aldiansyah Nurrahman, Ananda Putri Upi Mawardi
Editor: Rikando Somba
Siswa menyantap makanan dari pembagian Makanan Bergizi Gratis (MBG) di SMPN 9, Pontianak, Kalimantan Barat, Senin (20/1/2025). AntaraFoto/Jessica Wuysang.
JAKARTA – Bermodalkan anggaran Rp71 triliun, Presiden Prabowo Subianto pada 6 Januari 2025 mulai melaksanakan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Ini menjadi satu dari sekian program unggulan Presiden Prabowo Subianto yang dia tawarkan sejak era kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres). Namun, program tersebut mulai disorot publik tak lama setelah pelaksanaan.
Sorotan terfokus pada anggaran. Apalagi, setelah Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan, Zulkifli Hasan memberi pernyataan, anggaran MBG yang disiapkan pemerintah tak hanya cukup hingga bulan Juni. Dibebernya, pemerintah membutuhkan anggaran Rp420 triliun untuk menjalankan program MBG selama setahun penuh.
Pernyataan itu disambut pelbagai kalangan dengan berbagai pernyataan. Ada yang khawatir, ada yang optimistis ini bisa dilaksanakan. Ada pula yang mengemukakan cara pemenuhan pendanaan alternatif MBG selain dari APBN.
Ketua DPD, Sultan B Najamuddin, misalnya, sempat mengusulkan pembiayaan MBG menggunakan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS). Dia mengusulkan itu mengingat potensi dana zakat nasional mencapai Rp300 triliun.
Namun, usulannya itu menuai kontroversi. Oleh karena itu, Sultan buru-buru klarifikasi. Zakat untuk MBG hanya ditujukan pada sekolah-sekolah kategori tertentu yang memenuhi syarat-syarat sebagai penerima ZIS.
Dengan demikian, kata Sultan, bukan sekolah umum atau sejenisnya yang memang tidak berhak menerima dari dana zakat tersebut.
"Kami merekomendasikan agar pembiayaan program MBG dari hasil zakat, infak, dan sedekah masyarakat, khusus diberikan kepada sekolah-sekolah dengan kategori tertentu saja yang memenuhi syarat-syarat sebagai penerima zakat infak dan sedekah," papar Sultan dalam keterangan tertulis, Jumat (17/1).
Juga, ada usulan pemerintah memanfaatkan dana sitaan dari koruptor. Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR, Irma Suryani, mengusulkan dana MBG diambil dari cukai rokok. Lalu, pemerintah memanfaatkan dana Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR).
Baca: Makan Bergizi Gratis Jangan Sasar Semua Anak
Perlu Konsisten
Tak lama berselang, Presiden Prabowo mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025. Melalui Inpres itu pemerintah memangkas anggaran hingga sekitar Rp306,6 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani tegas menyatakan, penting untuk memangkas pos belanja yang tidak terlalu berdampak kepada masyarakat.
Sementara itu, program yang bersentuhan langsung dengan masyarakat diprioritaskan, contohnya MBG. Sri Mulyani memberikan sinyal memenuhi permintaan Badan Gizi Nasional (BGN) menambah anggaran MBG Rp100 triliun.
"Program Makan Bergizi Gratis ini akan ditingkatkan, dari Rp71 triliun ditambah Rp100 triliun menjadi Rp171 triliun," ujar Sri dalam acara BRI UMKM EXPORT 2025 dan BRI Microfinance Outlook 2025 di ICE BSD, Tangerang, Kamis (30/1).
Di sisi lain, sejumlah pemerintah daerah menawarkan anggarannya dipakai untuk di daerah masing-masing. Namun, Prabowo menolak. Anggaran dari Pemda bisa dialihkan untuk perbaikan dan pembangunan sekolah-sekolah. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menegaskan, Prabowo mengarahkan agar pelaksanaan program MBG dilakukan secara terpusat di BGN.
Dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR RI, Senin (3/2) yang membahas juga efisiensi anggaran, Tito mengutip Prabowo yang tidak ingin pelaksanaan program membuat persoalan lain, misalnya kerusakan sarana prasarana sekolah malah dikesampingkan.
“Ada beberapa daerah memang sudah menganggarkan dan dimasukkan dalam nomenklatur belanja tidak terduga, tapi kami sudah melaporkan kepada Bapak Presiden,” ujar Tito, Senin (3/2/2025).
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Bappenas, Pungkas Bahjuri Ali mengemukakan perspektif lain dari MBG. Katanya, MBG butuh waktu berpuluh-puluh tahun untuk mendapatkan dampak positif, asal dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan.
Pungkas pada Peluncuran Seri Kedua Kajian Makan Bergizi Gratis, Kamis (6/2) di Jakarta menguraikan, ada 139 negara telah menjalankan program makan siang anak sekolah dengan sasaran dan frekuensi yang beragam.
Dia memberi contoh, program makan siang anak sekolah di Jepang menyasar siswa TK sampai SMP. Menu makan siang, susu dan vitamin B1 sebanyak lima kali seminggu. Program tersebut telah dilaksanakan hampir 150 tahun lamanya. Selain itu ada Finlandia yang telah 40 tahun lebih mengadakan program makan siang di sekolah. Dia yakin, dampak positif jelas ada. Namun, kontinuitas adalah hal yang memang mutlak perlu.
“Program MBG jelas enggak mudah, dan harus terus-menerus. Dari ketika bayi lahir, SD, SMP, mengonsumsi makanan beragam,” jelasnya.

Aturan Lentur
Persoalan anggaran MBG dan polemik yang menyertainya dicermati pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah. Dia mengaku tak heran jika anggaran MBG berubah-ubah. Karena, tidak ada regulasi yang mengikat program ini, membuat pemerintah leluasa menambah jumlah penerima MBG seiring waktu, berdampak pada perlunya menambah anggaran.
Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 201 Tahun 2024 tentang Rincian APBN Tahun Anggaran 2025, pemerintah mulanya mengalokasikan anggaran untuk MBG sebesar Rp71 triliun pada 2025. Anggaran itu naik menjadi Rp72,5 triliun pada 2026, Rp73,9 triliun pada 2027, dan Rp75,4 triliun pada 2028.
Namun, baru-baru ini BGN justru merekomendasikan agar anggaran MBG ditambah sebesar Rp100 triliun untuk tahun 2025. Ini merupakan konsekuensi dari keinginan Prabowo Subianto untuk mempercepat pemberian MBG kepada lebih banyak penerima.
Trubus menyarankan, sebaiknya pemerintah membenahi tata kelola MBG menjadi lebih akuntabel sebelum menambah anggaran. Seperti, belum ada kejelasan apakah pengelolaan menu MBG selamanya diserahkan kepada jasa katering. Atau, dapat dialihkan ke pihak lain, misalnya kantin sekolah.
"Ini kan masalah tata kelola, pengawasannya seperti apa? MBG masih menimbulkan persoalan di lapangan termasuk anggarannya tadi," ujar Trubus kepada Validnews, Senin (3/2).
Begitu juga usul pendanaan MBG menggunakan sumber alternatif juga harus memiliki dasar hukum.
Senada, Wakil Ketua Komisi IX DPR, Putih Sari mengamini, saat ini belum ada regulasi terkait MBG. Karena program tersebut masih tergolong baru. Regulasi terkait BGN sebagai pihak yang menjalankan program MBG pun masih belum jelas.
"Kami Komisi IX ya hanya mendorong agar regulasi bisa segera diterbitkan," ujar Putih Sari kepada Validnews, Selasa (4/2).
Politikus Partai Gerindra itu berkata, hingga saat ini DPR masih fokus pada penyerapan anggaran MBG yang sudah diketok pada APBN tahun 2025, yaitu Rp71 triliun. Pihaknya belum bisa memastikan apakah anggaran tersebut akan ditambah sebesar Rp100 triliun seperti yang disinggung oleh Menkeu, Sri Mulyani. Pasalnya, DPR belum membahas tambahan anggaran ini.
"Untuk jadi tambahan (sebesar) Rp171 triliun itu mengejar jumlah penerima manfaat program MBG, cuma kan memang kami Komisi IX belum bisa membahas itu karena memang belum ada. Pernyataan Menkeu baru sinyal," terang Putih Sari.
Dia juga tak menampik program MBG tengah mendapat sorotan karena isu keterbatasan anggaran. Meski begitu, dia yakin Presiden Prabowo Subianto mampu menggali potensi APBN untuk membiayai MBG. Presiden juga disebutnya sudah melakukan evaluasi.
Tak hanya itu, baru-baru ini Prabowo sudah menginstruksikan efisiensi anggaran di semua kementerian dan lembaga. Anggaran ini akan dialihkan untuk membiayai program yang lebih penting, salah satunya MBG.
"Mudah-mudahan dari efisiensi yang sudah dikalkulasi dengan baik oleh pemerintahan ini bisa tercapai tujuan dari efisiensi tersebut," ujar Putih Sari.
Anggaran Cukup
Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana menyatakan, saat ini anggaran MBG masih cukup. Dari kacamatanya, MBG tidak perlu membuka opsi pendanaan dari sumber-sumber alternatif seperti usul beberapa pihak. Penambahan anggaran MBG juga belum dibahas dengan DPR.
"Pak Presiden sudah menjamin, untuk MBG cukup dari APBN. Dana lain bisa untuk penyiapan infrastruktur," urai Dosen tetap IPB University itu singkat kepada Validnews, Selasa (4/2).
Dia juga mengatakan, hingga saat ini target utama penerima MBG pada 2025 tetap di angka 82,9 juta orang sesuai dengan perintah presiden. Hingga kini, menurut catatan Badan ini, ada 730.000 jiwa penerima MBG Per 3 Februari 2025.
Presiden Prabowo Subianto menginstruksikan, agar semua penerima mendapatkan manfaat dari Program Makan Bergizi Gratis (MBG) hingga akhir 2025. Penerima MBG bukan hanya untuk siswa di sekolah. Santri, ibu hamil, ibu menyusui, hingga anak balita masuk dalam kategori penerima.
Dadan menyampaikan bahwa terdapat tiga faktor kunci dalam pelaksanaan program prioritas Prabowo, antara lain anggaran, sumber daya manusia (SDM), dan infrastruktur. Soal anggaran, Dadan mengklaim perihal ini, sudah selesai.
Di samping optimisme pemerintah, studi dari Center of Economic and Law Studies (Celios) yang terbit pada akhir tahun lalu menunjukkan adanya skema problematik dalam pelaksanaan MBG. Hal ini menambah beban biaya operasional yang mencekik keuangan pemerintah. Contohnya, MBG menyasar semua anak sehingga membutuhkan biaya besar. Selanjutnya, pemerintah membangun dapur baru yang menambah beban biaya operasional, transportasi, dan logistik.
Celios pun merekomendasikan agar pemerintah mendistribusikan MBG kepada pihak-pihak yang benar-benar membutuhkan. Di pedesaan, kemiskinan umumnya lebih tinggi, sehingga pendekatan geographic targeting bisa dilakukan untuk menyasar daerah yang membutuhkan.
Baca: Istana Tegaskan MBG Program Multi-Dekade
Sementara itu, di perkotaan, MBG bisa diterapkan dengan individual targeting atau memberikannya kepada individu yang benar-benar membutuhkan. Hal ini mengingat wilayah perkotaan memiliki penduduk yang lebih heterogen dari segi ekonomi. Kedua cara ini dinilai membuat MBG lebih adil dan efisien dalam penggunaan anggaran.
Selain itu, diusulkan agar penyaluran MBG tidak menggunakan model sentralistik yang mengandalkan distribusi dari vendor besar, unit pelayanan TNI, hingga agregator ekonomi seperti BULOG. MBG sebaiknya disalurkan langsung ke sekolah untuk memotong birokrasi dan meningkatkan efisiensi anggaran negara.
Baca: Makan Bergizi Gratis Jangan Sasar Semua Anak