30 Juni 2025
20:21 WIB
Progres Penulisan Ulang Sejarah Nasional Sudah 80 Persen
Pemerintah menegaskan bahwa revisi sejarah tidak bertujuan untuk mengubah fakta, melainkan memperbarui dan melengkapi narasi berdasarkan temuan arkeologis dan dokumentasi yang selama ini terabaikan.
Editor: Andesta Herli Wijaya
Menteri Kebudayaan Fadli Zon (kanan) saat meninjau fasilitas penyimpanan koleksi ilmiah arkeologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Cibinong, Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada Senin (30/6/2025). (ANTARA/Adimas Raditya).
JAKARTA - Proses penulisan ulang sejarah nasional Indonesia terus berlanjut. Tim penulis yang terdiri dari para sejarawan terus bekerja, meski proyek tersebut belakangan menuai banyak kritik dari kalangan akademisi serta masyarakat luas.
Menteri Kebudayaan (Menbud) Fadli Zon menyebut proses penulisan ulang sejarah nasional Indonesia kini telah mencapai 80 persen. Proyek ini melibatkan para sejarawan dari 34 perguruan tinggi di seluruh Indonesia melalui pendekatan ilmiah dan faktual.
"Itu kan para sejarawan yang nulis ya, jadi progresnya sekitar 80 persen. Penulisan sejarah itu yang menulis adalah para sejarawan yang memang profesional," kata Fadli Zon di fasilitas penyimpanan koleksi ilmiah arkeologi milik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di Cibinong, Kabupaten Bogor, dikutip dari Antara, Senin (30/6).
Fadli menjelaskan bahwa Indonesia telah lebih dari dua dekade tidak melakukan penulisan sejarah secara menyeluruh. Ia menilai banyak peristiwa penting dalam lintasan kepemimpinan nasional, mulai dari era Presiden Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, hingga Susilo Bambang Yudhoyono yang belum tercatat secara utuh dalam narasi sejarah nasional.
Dia menegaskan bahwa revisi sejarah bukan bertujuan untuk mengubah fakta, melainkan untuk memperbarui dan melengkapi narasi berdasarkan temuan arkeologis dan dokumentasi yang selama ini terabaikan. Ia mencontohkan temuan penting seperti situs Bongal yang mengindikasikan masuknya Islam ke Indonesia sejak abad ke-7, serta sejumlah prasasti dan artefak yang belum banyak diteliti secara serius.
Baca juga: Penulisan Sejarah Ulang Dituding Tonjolkan Narasi Pelaku
"Jadi nggak ada hal-hal yang aneh-aneh gitu. Jadi kita justru meng-update yang belum ada, tadi seperti temuan-temuan situs Bongal apalagi yang prasejarahnya," ujarnya.
“Ini bagian dari kerja peradaban. Kita ingin sejarah kita tidak stagnan, tapi terus berkembang seiring dengan penemuan baru dan kajian ilmiah," imbuhnya.
Lebih lanjut Fadli Zon menekankan bahwa penulisan sejarah merupakan bagian dari kerja peradaban.
Baca juga: Puan Minta Orde Lama Tak Dihilangkan Dari Penulisan Sejarah Versi Baru
Menbud juga menepis anggapan bahwa penulisan ulang ini bermuatan politik karena seluruh proses diserahkan sepenuhnya kepada para sejarawan profesional dan akademisi. Harapannya, hasil penulisan ulang ini akan menjadi rujukan utama dalam pendidikan dan kebijakan kebudayaan nasional, sekaligus memperkuat identitas dan memori kolektif bangsa.
"Kita hanya ingin menghadirkan sejarah yang adil, lengkap, dan relevan dengan perkembangan zaman," ucap Fadli.