28 Februari 2025
20:20 WIB
Padang Lamun Tak Bisa Sembarang Jadi Tujuan Ekowisata
Ekosistem padang lamun di Indonesia menghadapi potensi kerusakan jika tidak dilakukan analisa daya dukung terkait kegiatan ekowisata.
Editor: Rikando Somba
Padang lamun. ANTARA FOTO/Dok. NOOA
JAKARTA – Menjadikan wilayahpadang lamun sebagai sarana ekowisata perlu kehati-hatian. Pakar kelautan dari Universitas Padjadjaran (Unpad) Donny J. Prihadi mengatakan ekowisata di wilayah padang lamun perlu mempertimbangkan daya dukung lingkungan mengingat dampak yang dapat ditimbulkan jika tidak dilakukan pembatasan wisatawan.
Ketua Tempat Uji Kompetensi Kelautan dan Perikanan Unpad Donny menyampaikan beberapa hal yang patut dipertimbangkan dalam pelaksanaan ekowisata di padang lamun. Diantara yang utama adalah sikap hidup lebih menjaga alam dari pengunjung, mengurangi degradasi lingkungan, dan berkontribusi dalam pengembangan lingkungan yang sehat.
"Perlu ditentukan pula seberapa banyak pengunjung yang diperbolehkan dalam waktu tertentu dengan analisa daya dukung lingkungan sehingga mengetahui jumlah pengunjung yang optimal untuk datang di suatu destinasi wisata," jelasnya, dalam sebuah diskusi daring, Jumat (28/2).
Langkah itu diperlukan mengingat padang lamun memiliki peran penting tidak hanya untuk memelihara keanekaragaman hayati. Padang lamun juga berkontribusi dalam penanganan perubahan iklim karena kemampuan menyerap emisi gas rumah kaca.
Baca juga: KKP Tambah Dua Kawasan Konservasi Laut
Pemberdayaan Ekosistem Laut Dorong Pertumbuhan Ekonomi Biru
Di sisi lain, akademisi Unpad itu mengatakan ekosistem padang lamun di Indonesia menghadapi potensi kerusakan jika tidak dilakukan analisa daya dukung terkait kegiatan wisata.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperkirakan Indonesia memiliki sekitar 1,8 juta hektare padang lamun yang kini sedang menjalani tahap akhir validasi pemetaan untuk mengoptimalkan pemanfaatannya dalam perdagangan karbon.
Sementara itu, analisa data Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) per Oktober 2023, luas padang lamun di Indonesia yang telah terverifikasi melalui citra satelit dan verifikasi lapangan adalah 293.464 hektare.

Disiapkan Regulasi
Terkait padang lamun, Kementerian Kelautan dan Perikanan tengah menyiapkan regulasi penyelenggaraan ekonomi karbon sektor kelautan. Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (P4K) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Muhammad Yusuf mengatakan regulasi perdagangan karbon di sektor kelautan sebagai upaya mendukung pengurangan emisi dan keberlanjutan lingkungan.
Sebelumnya, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menerbitkan Permen KP 1 tahun 2025 sebagai payung hukum penyelenggaraan nilai ekonomi karbon sektor kelautan. Selain itu, juga tengah menyiapkan sistem informasi untuk memfasilitasi perdagangan tersebut.
Beleid tersebut mengatur penyelenggaraan nilai ekonomi karbon sektor kelautan bisa dilakukan oleh kementerian, pemerintah daerah, pelaku usaha, serta masyarakat. Rencananya terdapat dua mekanisme penyelenggaraan nilai ekonomi karbon yakni melalui perdagangan dan pembayaran berbasis kinerja. Ekosistem karbon biru yang sudah siap diperdagangkan di antaranya padang lamun. Indonesia memiliki estimasi optimal 1,8 juta hektare padang lamun yang sedang tahap akhir. “Padang lamun memiliki kemampuan menyerap dan menyimpan emisi karbon lebih banyak dibandingkan dengan hutan tropis,” katanya.
Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan dan Ruang Laut KKP Victor Gustaaf Manoppo mengatakan, ekosistem lamun di Indonesia memiliki kemampuan menyerap 790 juta ton karbon dioksida (CO2) dengan perkiraan nilai moneter sebesar US$35 miliar.