10 Juli 2025
13:10 WIB
Geopark Bukan Soal Prestise, Tapi Tanggung Jawab Pelestarian
Geopark bukan semata-mata status prestisius, melainkan sebuah komitmen serius untuk menjaga kelestarian lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan.
Editor: Andesta Herli Wijaya
Foto udara Pantai Menganti, Kebumen, Jawa Tengah. Shutterstock/Nurul46.
JAKARTA - Indonesia terkenal di seluruh dunia sebagai salah satu negara dengan sejarah geologi yang kaya. Ada banyak situs alam yang penting dan juga indah, yang merekam jejak evolusi bumi dari masa ke masa.
Karena itu pula, ada banyak situs di Indonesia kini diakui sebagai geopark dunia oleh UNESCO. Mulai dari Raja Ampat yang terkenal, Lombok-Rinjani, Ijen, Maros-Pangkep, hingga Kaldera Toba di Sumatra.
Status geopark pada situs-situs tersebut tentunya membawa keuntungan pariwisata bagi Indonesia. Namun tak sekadar kebanggaan pariwisata, justru yang lebih mendasar di balik status tersebut adalah tanggung jawab pelestarian situs.
Hal ini diingatkan oleh Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Tengah, Sumarno, saat membicarakan salah satu geopark yang ada di daerah tersebut, yakni Geopark Kebumen. Menurut dia, status geopark yang didapat Kebumen pada 2024 lalu menuntut upaya serius untuk pelestarian kawasan.
"Kami mengucapkan selamat kepada Kabupaten Kebumen atas pengesahan kawasan geopark dari Unesco. Ini bukan hanya kebanggaan, tapi juga tanggung jawab," katanya di Kebumen, dilansir dari Antara, Kamis (10/7).
Hal itu disampaikan Sumarno dalam rangka pembukaan Geofest International Conference 2025 yang digelar di Kabupaten Kebumen. Agenda ini menciptakan ruang dialog bagi pelaku pariwisata hingga pakar di berbagai negara terkait pengelolaan geopark, termasuk dari Malaysia, Korea Selatan, dan Thailand.
Sumarno meminta kepada semua pihak untuk terus menjaga kelestarian alam di kawasan geopark supaya alamnya tidak rusak. Ia menegaskan, geopark bukan semata-mata status prestisius, melainkan sebuah komitmen serius untuk menjaga kelestarian lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan.
Sebab, menurutnya, di sejumlah tempat banyak pembangunan yang justru merusak lingkungan sekitar. Padahal, untuk memulihkan alam tidak bisa cepat.
Sumarno berharap, tidak ada praktik pengrusakan lingkungan di kawasan geopark, khususnya Geopark Kebumen.
"Oleh karenanya geopark menjadi harapan kita, bisa menjadi model pengelolaan lingkungan berkelanjutan," ujarnya.
Baca juga: Babak Baru Geopark Meratus Sebagai UGGp
Dia juga berharap, pelestarian lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di kawasan geopark harus berjalan beriringan. Sebab, tantangan ke depan adalah memberdayakan masyarakat tanpa merusak lingkungan.
Untuk meminimalisir kerusakan lingkungan, menurut dia pendekatan agama bisa menjadi pintu masuk penting untuk membangkitkan kesadaran lingkungan.
"Mari introspeksi, apakah aktivitas kita menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Mari ubah pola pikir, agar setiap tindakan kita memperhatikan keberlanjutan masa depan," katanya.
Baca juga: Status Geopark UNESCO Toba Kaldera Masih Terancam, Apa Langkah Pemerintah?
Geopark Kebumen sendiri resmi menjadi bagian dari UNESCO Global Geopark melalui sidang di Cau Bang, Vietnam pada September 2024. Dalam dokumen UNESCO, melanir laman resmi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, geopark ini meliputi situs geologi, budaya, kerajinan, dan ekonomi rakyat.
Beberapa situs di Geopark Kebumen antara lain Geosite Watukelir, Gunung Parang, dan Cangkring. Ketiganya terletak di Kebumen bagian utara. Selain itu, ada pula situs budaya Benteng Van der Wijck Gombong, dan anyaman daun pandan di Karanganyar, Goa Jatijajar, hutan Mangrove Ayah, Pantai Menganti, dan masih banyak bentang alam lainnya yang tercakup dalam geopark.