c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

29 September 2025

19:26 WIB

Wamenperin: Pelaku Usaha Kerap Dihantui Kenaikan Cukai Tembakau Di Akhir Tahun

Kebijakan tidak menaikkan cukai tembakau dipandang sebagai perlindungan industri hasil tembakau. 

Penulis: Ahmad Farhan Faris

<p id="isPasted">Wamenperin: Pelaku Usaha Kerap Dihantui Kenaikan Cukai Tembakau Di Akhir Tahun</p>
<p id="isPasted">Wamenperin: Pelaku Usaha Kerap Dihantui Kenaikan Cukai Tembakau Di Akhir Tahun</p>

Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin), Faisol Riza dalam diskusi dengan tema ‘Quo Vadis Perlindungan Industri Hasil Tembakau’ pada Senin (29/9). ValidNewsID/Ahmad Farhan Faris

JAKARTA - Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin), Faisol Riza mengatakan akhir tahun menjadi waktu yang menegangkan bagi industri hasil tembakau (IHT). Pasalnya, akhir tahun menjadi waktu perumusan kebijakan tarif cukai hasil tembakau.

Industri juga menjadi sorotan, lantaran produk yang dihasilkan memiliki kesan negatif saat dikaitkan dengan risiko kesehatan.

Hal itu disampaikan Faisol dalam Diskusi yang diselenggarakan Kementerian Perindustrian bersama Forum Wartawan Industri (Forwin) di salah satu hotel kawasan Jakarta Selatan, dengan tema ‘Quo Vadis Perlindungan Industri Hasil Tembakau’ pada Senin (29/9).

“Biasanya di periode menjelang akhir tahun, kira-kira dua bulan lagi, para pelaku usaha selalu dikhawatirkan apakah pemerintah akan menaikkan cukai untuk hasil tembakau di tahun berikutnya. Jadi kemarin sudah dijawab oleh Menteri Keuangan yang baru, di awal-awal sudah mention khusus mengenai tarif cukai tembakau ini,” kata Faisol.

Baca Juga: Petani dan Pekerja Kompak Minta Moratorium Cukai Rokok 3 Tahun

Faisol membeberkan bahwa periode 2020-2024, tarif cukai terus naik berturut-turut 23%, 12,5%, 12%, 10%, dan 10%. Hari ini, kata dia, tarif cukai tembakau sekitar 57% belum termasuk PPN dan pajak daerah. Sehingga, lanjutnya, hal ini membuat perusahaan rokok hanya menikmati porsi yang kecil dari harga jual.

“Jadi ada yang menyebut kira-kira semua cukai plus pajak itu totalnya mencapai 80%. Jadi yang dinikmati oleh perusahaan rokok itu kira-kira 20%. Hal ini kenaikan cukai ini diikuti dengan kenaikan harga jual eceran sebesar 9% di tahun 2025 ini,” ujarnya.

Menurut dia, tarif cukai diterapkan sebagai upaya pengendalian konsumsi agar produk rokok tidak mudah terjangkau, khususnya oleh anak-anak atau orang yang memiliki kerentanan terhadap dampak kesehatan dari tembakau.

“Namun, kenaikan tarif cukai yang terus-menerus berdampak negatif terhadap perkembangan industri hasil tembakau yang memiliki kontribusi besar pada perekonomian negara. Tentu menjadi catatan tersendiri,” jelas dia.

Baca Juga: Wamenperin: Industri Tembakau 2024 Sumbang Rp216 T, Serap 5,9 Juta Pekerja

Selain kebijakan fiskal, Faisol mengatakan terdapat kebijakan nonfiskal yang juga memperkecil ruang gerak industri hasil tembakau, padahal mempunyai peran besar terhadap ekonomi negara.

Ia tak menjelaskan kebijakan nonfiskal dimaksud. Namun, pemerintah telah menerapkan larangan penjualan rokok eceran melalui Peraturan Pemerintah No 28 tahun 2024. Selain itu, terdapat larangan menempatkan produk tembakau pada area sekitar pintu masuk atau tempat yang sering dilalui. Penjualan rokok juga dilarang dalam radius 200 meter dari Lokasi instansi Pendidikan dan tempat bermain anak.

“Dampak dari turunnya kinerja IHT mengancam sekitar 6 juta orang tenang kerja. Beberapa hari yang lalu, Menteri Keuangan dengan cukup menggembirakan menyatakan bahwa untuk cukai tidak akan dinaikkan,” imbuhnya.

Kata Faisol, kabar yang disampaikan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bahwa tidak menaikkan cukai hasil tembakau tahun 2026 ini merupakan salah satu upaya pemerintah untuk melakukan relaksasi terhadap industri yang sedang tertekan sekarang ini karena kondisi bermacam-macam.

“Sehingga cukai yang tidak naik itu bentuk dari keberpihakan pemerintah untuk melakukan perlindungan terhadap industri,” pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar